Aidan menuju kekamar, ia ingin beristirahat. Namun mendapati Alesya sudah tertidur pulas, "Dia selalu saja, tidur seperti kelinci!" gumam Aidan hingga Senyumnya terpancar seketika.
Aidan duduk menyendiri dibalkon, ia mengingat kejadiaan saat dikantor. Bahwa ia akan mendapatkan tugas keluar negeri atas apresiasi proyek yang telah ia kerjakan. Ia berpikir bagaimana akan mengatakannya kepada Alesya.
Pagi telah memancarkan cahayanya, Aidan telihat terburu-buru kekantor. Alesya yang masih berbaring ditempat tidur, mendapati dasi yang dikenakan Aidan belum rapi, ia bangkit menghampiri Aidan dengan tampilan acak-acakan, ia menoleh kearah dada Aidan.
"Ada apa? Kenapa melihat dadaku!" tanya Aidan kebingungan sembari menutup dadanya.
"Badanmu, tolong menunduk sedikit." perintah Alesya setengah mengantuk.
Aidan yang seperti terhipnotis, langsung menunduk seketika, dengan wajah yang masih bingung.
Alesya merapikan dasi yang dikenakan Aidan, "Kau ini! Masa memakai dasi masih belum bisa juga," ucap Alesya yang seperti ocehan.
Setelah selesai ia tersenyum mendongakkan kepalanya kearah Aidan. Sebab, tinggi Alesya sebahu Aidan, padahal Alesya termasuk sangat tinggi sekitar 170cm sedangkan Aidan 185cm.
Aidan bergeming atas perlakuan Alesya yang sudah tidak pernah ia dapatkan, "Tumben sekali, biasanya kau tidak perduli dengan penampilanku!" lontarnya sedikit canggung.
"Kau!! Kebetulan mataku melihatnya, kalau tidak mana sudih aku merapikan dasimu." ucapnya sambil menunjuk dada Aidan.
"Baguslah... hanya sebatas itu." Lalu Aidan mengawaskan tangan Alesya seketika, ia berangkat kerja tanpa berpamitan.
"Baguslah! hanya sebatas itu!" ucap Alesya mengerucutkan bibirnya, seraya mengikuti nada bicara Aidan, "Pikirnya aku ingin melakukan itu, yang benar saja." Umpatnya kembali sambil mengoceh.
Aleysa mendapatkan pesan dari Misami, "Malam ini kau harus pakai kostum Halloween, aku akan mejemputmu pukul 8 malam." Isi pesan tersebut.
"Ini pasti seru! Sudah lama sekali aku tidak keacara seperti itu. Baiklah kali ini aku akan melupakan sibrengsek Aidan." gumamnya tersenyum getir.
Tak berapa lama, Alesya medapatkan notifikasi email dari tempat ia melamar pekerjaan. Mata Alesya melotot tiba-tiba, "Apa ini sungguh! Aku tidak sedang bermimpikan?" Kata Alesya, yang lalu melompat kegirangan.
Yang ternyata Alesya diterima dipekerjaan perusahaan yang telah ia daftarkan.
***
Aidan sedikit agak telat, masuk kekantornya. Ia juga tampak mengumpulkan berkas-berkas yang telah disiapkan, lalu menuju keruangan Morin.
TOK TOK TOK!
"Masuklah!" ujar Morin dari dalam.
"Ini ada beberapa kertas, perlu tanda tangan Bos." Lapor Aidan dengan menundukkan kepalanya.
Morin menatap Aidan dengan penuh arti sambil tersenyum, "Bagaimana? apa kau akan menerima tawaran pekerjaan tersebut Tanyanya penasaran.
"Saya tidak akan pergi!" jawab Aidan tidak bergeming.
"Apa isterimu tidak memberi izin?" Morin bertanya kembali seraya mengangkat alisnya sebelah.
"Saya baru saja berkumpul dengan kedua orangtua saya, jadi saya ingin bersama mereka lebih lama lagi," dalih Aidan agar tidak menyinggung Bosnya.
"Oh.. Baiklah, lagipula aku juga tidak akan pergi!" jawab Morin sedikit kecewa.
"Baiklah kalau begitu, saya undur diri!" pamit Aidan dengan wajah datar.
Pupus sudah harapan Morin, padahal ia sudah membayangkan ketika berduaan bersama Aidan. Namun itu cumalah khayalan semata, ia hanya tersenyum kecut saat menyaksikan Aidan keluar dari ruangannya.
***Grey terlihat tengah memegang selembaran kertas, yang ternyata Biodata Alesya. Ia teralihkan dengan Status pernikahan dimiliki Alesya, "Dia masih muda ternyata sudah menikah!" celetuknya dengan senyum sinis menatap kertas yang ada ditangannya.Grey mengangkat telepon yang sedari tadi ia abaikan, terlihat sudah banyak panggilan, dengan rasa enggan Grey mengangkat telepon tersebut.
"KAU!! Kejam sekali, mengabaikan pangggilan sahabatmu yang tampan ini! "gerutu Dino dengan suara nyaringnya.
Hingga spontan Grey menjauhkan ponselnya akibat suara Dino yang menyakitkan telinga. "Kalau tidak ada perlu akan kumatikan!" Respon Grey yang seketika hendak mematikan ponselnya.Dengan cepat Dino mencegah, "Hei tunggusebentar ini penting!" Cegatnya."Aku sibuk! tolong beritahu dalam satu menit." Ancam Grey sebab, ia tahu hal yang dikatakan Dino pasti tidak akan penting."Boy.. Listen to my words oke, begini malam ini, aku mengadakan pesta Halloween, jadi kuharap kau datang menggunakan kos... "Tutttt!!Belum sempat Dino menyambung katanya, Grey dengan tidak berperasaan mematikan ponselnya."Sudah kuduga dia pasti berbicara hal yang tidak penting!" Gerutu Grey sambil menjauhkan Ponsel yang ia pegang.***Alesya ingin keluar sebentar membeli beberapa pakaian untuk kerjanya, dan juga kostum Halloween. Ia tidak sengaja berpapasan dengan Ibu mertuanya, yang kebetulan juga akan pergi bersama
"Aku berjanji! tidak akan membuat sial kepada bosku lagi." Balas Alesya serius, ia juga mengangkat tangannya menghormat kepada Grey. "Kau terlalu overreacting tau ngak?" Ujar Grey seraya menyentil dahi Alesya. Tanpa disadari ia tersenyum atas perilaku Alesya yang menurutnya menarik. Alesya terperangah dengan senyum Grey yang ternyata sangat menyilaukan bagaikan cahaya melintasi kegelapan. "Tidak, sadarlah. Pria yang ada dihadapanmu tetaplah orang kejam, walaupun menawan!" Kata batin Alesya yang mencoba tidak terkecoh. "Aku akan pergi.!" Kata Grey yang sudah berdiri disamping Alesya. Namun Alesya masih terdiam terpaku, "Hei kau dengar tidak?" Tanya Grey, mencoba menyadarkan Alesya. "Kau sadar tidak, Bahwa kau sangat menawan saat tersenyum!" Utara Alesya tanpa sadar, ia menoleh Grey dengan senyum manis. DEG! Tiba-tiba Grey bergeming seketika pipinya perlahan berubah menjadi sedikit merah. "Dasar. Kau pikir aku akan memaafkanmu, setelah berkata seperti itu?" Grey berkelit tidak t
Aidan ingin berdiri agar kelihatan sopan, namun dicegat oleh Morin. “ Santai saja, lanjutkan makanmu!” pinta Morin. Aidan hanya tersenyum dan kembali duduk dengan santai seraya bertanya. “Apa Ibuk butuh sesuatu?” Morin tidak mengindahkan pertanyaan Aidan malahan dia sudah duduk di kursi kosong disamping Aidan. “Tidak, hanya saja aku ingin bersantai,” imbuhnya dengan senyum lebar. Aidan sedikit canggung karena Pria hidung belang yang melewati mereka menatap iri kepada Aidan, bagaimana tidak Morin sungguh sangat cantik. “Kenapa diam saja?” tanya Morin. “Apa jangan-jangan... Aku menganggumu? Lanjutnya kembali. “Eh? Bukan begitu!” sanggah Aidan cepat. Morin terkekeh melihat Aidan yang menanggapi serius. “Kau imut sekali,” lontar Morin spontan. Aidan menanggapi ucapan Morin dengan wajah menunduk malu. “Dia suka sekali bercanda,” gerutu Aidan dengan suara pelan. Dan mereka berakhir dengan makan bersama, hingga jam menunjukkan waktu makan siang telah berlalu. *** Alesya kelelahan ak
“Aku tidak boleh seperti ini! Aku harus segera pergi.” tekadnya meyakinkan. Alesya tanpa pikir panjang berlari secepat kilat. Aidan menghambur keluar namun tidak lagi melihat sosok Alesya ditepi jalan. “Dia pasti kabur, dasar!” gerutunya seraya kembali kemobil. Alesya ternyata tidak pergi, ia bersembunyi dibelakang pohon sambil memegang dadanya yang seperti tercabik-cabik. Dan tanpa sadar airmatanya menetes. “ Eh? Air apa ini? Apakah hujan?” tanyanya, ia menundukan kepalanya dan menahan isak tangisnya. “Tidak jangan lagi, tolong biarkan airmata ini jatuh untuk yang terakhir,” lirihnya pasrah. *** “Berhenti disini saja!”pinta Morin. Aidan menginjak rem, dan mempersilahkan Morin turun. “Aku akan segera menyiapkan laporan yang tertunda tadi, malam ini!” Ucapnya saat Morin membuka sabuk pengamannya. “Apakah ingin singgah sebentar? Dan menyelesaikan bersama?” saran Morin. “Tidak perlu! Isteri saya pasti sedang menunggu dirumah,” sambungnya, seraya tersenyum. “Baiklah, kalau begitu.
“Mama dan papa malam ini tidak tidur disini. Jadi aku akan tidur dikamar sebelah,” beritahunya sambil bergegas keluar setelah mengambil pakaian gantinya. “Hei...”panggil Alesya, ia juga mengepalkan tanganya. Namun raut wajahnya dalam keadaan tenang. “Ada apa?” sahut Aidan dingin. “Tidak ada!” Alesya menutup pintu segera. Ia masih mengepalkan tangannya dengan senyum kecut. “ Ini sudah berakhir! Tolong tidak usah dipikirkan lagi,” tekadnya menyemangati. Burung mencericip dari luar jendela, menandakan pagi telah tiba. Sejak kejadian tadi malam Alesya menjadi sulit tidur. Ia bangun perlahan dengan keadaan kurang fit. Tok tok tok! Alesya tidak mengindahkan ketukan pintu, ia kembali berselubung diselimutnya. “Rasakan! Siapa suruh tidur dikamar lain.” Batinnya menggerundel. “Aidan, nak. Bangun sudah pagi!” panggil buk Mutia. Alesya melompat dari tempat tidurnya mendengar suara orang yang dia tidak sukai dan langsung merapikan diri. Ia membuka pintu dan mendapati wajah buk Mutia beruba
“Kenapa tidak mengetuk pintu dari depan saja!?” celetuknya. “Aku sudah mengetuk dan memanggil! Jadi tidak perlu bertanya lagi. Ayo kita keluar dari sini.” usul Alesya yang tidak ingin membuang waktu.“Kalau begitu, ikut sarapan denganku!” ajak Aidan.“Kau saja! harini aku mulai kerja. Jadi, aku tidak ingin terlambat,” tolak Alesya.“Baiklah aku tidak akan memaksa!” Aidan berjalan keluar.“Tunggu sebentar!” cegat Alesya menhampiri Aidan.“Kau berubah pikiran?” ucapnya mengangkat alis sebelah.Alesya merapikan rambut Aidan yang acak-acakan.Aidan dengan sigap menepis tangan Alesya dengan cepat. “Apa yang kau lakukan?”“Aku tadi berbohong kepada ibumu, mengatakan kau tadi sedang mandi! jadi, kau harus rapi!” paparnya seraya tersenyum. “Tidak perlu! Aku bisa merapikan sendiri. Dan mulai sekarang jangan menyentuhku sembarangan lagi!” sergah Aidan dan langsung membalikan badannya sembari mengambil pakaian yang akan dikenakannya.Alesya menoleh jam dinding, ternyata sudah menujukkan pukul
“Jika ada yang mau ditanya, kamu bisa datang keruanganku, baiklah kalau begitu saya pamit.” timpalnya dengan tersenyum ramah. “Huft aneh, bukankah dia tadi bersikap kasar? Manusia memang tidak bisa diprediksi,” celetuk Alesya menggelengkan kepalanya. Aleysa membuka pintu ruangan-nya yang selama ini ia impikan, “Akhirnya aku bisa bekerja,” ucap batin-nya yang kembali bersemangat. Dan perlahan membuka pintu dengan penuh harap. Namun Pemandangan yang ia harapkan pupus sudah dengan apa yang telah dilihatnya didepan mata, orang-orang didalam tampak seperti benang kusut, dan dibawah mata mereka menghitam seolah tidak tidur selama berhari-hari. “Maaf... sepertinya salah ruangan.” Alesya menutup pintu lalu memencubit tangannya. “Aduh sakit,” ringisnya kesakitan dan kembali membuka pintu penuh harapan bahwa yang tadi dilihatnya hanyalah khayalan. “Hei kau anak baru? Buruan kesini, bantu aku memprint berkas ini!” pinta pria jangkung yang tampak semrawut itu. “Shit... Ini bukan khayalan!
Ditempat restoran sederhana, karyawan perusahaan tempat Alesya bekerja sudah berkumpul dengan lengkap. Ada Zenith lelaki jangkung. Ezan, lelaki kekar berotot yang mengenakan kacamata. Dan juga Misilla wanita tinggi putih seksi yang menjadi pewawancara atas perekrutan karyawan baru. Dan terakhir ada Carla wanita sederhana berkacamata yang mempunyai semangat membara, ia telah memberi energi positif kepada Alesya saat pertama kali bertemu.Zenith berdiri dihadapan semuanya. “Baiklah semua sudah berkumpul! Terimakasih telah menyempatkan waktu, untuk menyambut karyawan baru kita, Semoga pekerjaan kita yang menumpuk dapat berkurang!” ucapnya dengan khidmat.“Apa-apaan pidato suram ini,” batin Alesya merasa terbebani.“Dan mulai saat ini kita akan berjuang bersama, dan jika diibaratkan satu tubuh lima jiwa. Susah senang kita akan selalu hadapi bersama,” ocehnya tidak berhenti.“Kata-katanya sangat memberi tekanan, tolong seseorang hentikan dia...” batin Alesya berteriak tidak tahan, dan ingi