“Dino Foster, salam kenal gadis cantik!" Lalu ia berdiri memegang serta Mencium tangan Alesya dengan senyuman menggoda.
Alesya buru-buru menarik tangannya, ia tampak geli atas perilaku Dino.
“Sembarang cium.” Misami menoyor kepala Dino dengan tangannya. Dino kelihatan bersemangat ia mengambil Wine dan menaruhnya digelas kosong.
“Mau minum?” Menawarkan kepada Alesya.
Alesya tanpa menunggu lama, Langsung mengambil gelas yang diberi Dino, meneguknya hingga tandas."Wow.wow..Tunggu!! kau kehausan?" Heboh Dino yang Kaget. Hingga suaranya menembus ketelinga Grey.
"Berisik Mau kuhajar!?"Hardik Grey yang risih.
“Tenang..Tenang!! Bagaimana, kalau kita memainkan permainan?” Usul Misami yang langsung di setujui Dino. Hanya Alesya dan Grey tidak menjawab.
“Kalian ini, memang mirip! Ayolah hari ini saja kita bersenang-senang.” Dino merengek sambil memegang tangan Grey.
Grey tidak memperdulikan perilaku Dino yang seperti anak-anak, ia meneguk wine yang ada ditangannya.
“Tidak Asik aahh.” Seru Misami yang melirik kearah Alesya yang pikirannya entah kemana.
Alesya berdiri dari tempat duduknya, ia memandang Misami dengan agak memelas,
“Mi! aku pukang dulu ya.” Pamitnya dengan memaksa tersenyum.“Eh kenapa? Belum juga sepuluh menit.”
Misami terlihat agak kecewa atas sikap Alesya, padahal demi Alesya ia menunda pekerjaannya.“Entah mengapa, tiba-tiba saja tidak enak badan.” Dalihnya. Padahal sejak melihat suaminya bersemesraan, dengan wanita lain, ia merasakan keanehan di sekitar Kepalanya seperti terbakar.
“Kau pulang sendiri saja, aku mau tetap disini!!!” Ucap Misami yang sedang memanyunkan bibirnya, kelihatan sekali dia sedang ngambek terhadap Alesya.
“Aku akan mengantarmu.” Ujar Grey, yang membuat Misami, dan Dino tercengang seketika.
“Tidak perlu aku akan pulang sendiri.” Tolak Alesya secara halus.
Grey tidak tinggal diam, ia menarik tangan Alesya dengan kasar, ia berjalan dengan langkah kaki yang cepat seolah ingin segera keluar dari tempat itu.
Misami akhirnya sadar, temannya sedang diseret dengan kasar oleh Grey yang dikenal suka menganiaya wanita, ia bangkit dan ingin menyusul Alesya. Takut akan hal, mengerikan apa yang dilakukan Grey kepada Alesya.
Dino mencegatnya, ia malahan bertaruh bahwa Alesya akan baik-baik saja.
“Itu hanya alasannya ingin kabur dari wanita-wanita ini.” Tandas Dino agar Misami tidak menyusul.“Kau yakin?” Tanya Misami Khwatir.
“Tentu saja, dia sahabat kecilku.” Yang dijawab Dino dengan kepercayaan diri tinggi.
Setelah diluar pintu bar, Alesya membebaskan tangannya dari genggaman Grey sekuat tenaga.
"Kau ini kenapa sih?" Bentak Alesya yang tidak mengerti dengan kelakuan Grey, yang memaksanya, sementara mereka baru pertama kali berkenalan satu sama lain.
“Jangan salah paham!!! aku hanya ingin keluar dari sesuatu yang memuakkan tadi, jadi aku hanya memanfaatkan situasi mu.” Jelas Grey dengan dingin.
Alesya tidak bisa berkata-kata lagi. Yakin bahwa lelaki yang ada dihadapannya, orang yang sangat menganggu.
Tidak menunggu lama, Alesya pergi berjalan melewati Grey, dengan tersenyum sinis. Grey juga sama, ia tidak memperdulikan perilaku Alesya, ia juga pergi menuju sisi lain. Walaupun tampak ada sedikit kekesalan terpampang diwajahnya yang tampan itu.
Alesya yang sudah sampai, memasuki rumah melalui pintu belakang, ia mendapati pembatunya sedang menyeduh teh dan menata rapi kudapan dipiring.
Ia terheran lalu menghampiri, “Bik! Untuk siapa teh tersebut?” ia bertanya sembari mengambil segelas air putih dari dalam kulkas.
Pembantunya terkaget mendengar suara yang tiba-tiba memanggilnya, hampir saja percikan teh yang sedang ia seduh mengenai tangannya.
“Non ini bikin kaget saja! hampir jantung bibik mau copot! Ini, nyonya dan tuan besar beserta keponakannya datang bertamu.Bibik lihat mereka membawa banyak koper, Mungkin saja mereka berniat tinggal lama.” Jelasnya panjang lebar.
Alesya terkaget, ia menyemburkan minuman yang sudah ia teguk setengah. Ia lansung merapikan rambut dan pakaiannya, segera menghadap mertuanya diruang tamu.
Dari sudut tidak terlalu jauh, Alesya mendapati raut wajah ibu mertuanya, yang sudah terlihat masam.Tentu saja, sebetulnya ibu dari suaminya tidak menyetujui mereka menikah. Dan membenci Alesya, karena pada saat itu Aidan baru saja tamat Sma. malah Alesya pernah disuruh untuk menjauhi Aidan namun dia menolak dengan keras.
Mengingat itu, membuat Alesya menjadi terganggu, apalagi melihat tampang kecut ibu mertuanya, Alesya menebak jika ibu Aidan masih membencinya sampai sekarang.
Alesya mencoba tersenyum manis, tidak ingin menunjukkan wajah ketidaksukaannya.
Malah ikut bergabung, dan duduk disofa menghadap mereka."Ehemm.. Ibu ayah kapan datangnya?" Tanya Alesya yang basa-basi.
Ayah Aidan mencoba menjawab pertanyaan Alesya, namun dipotong ibunya Aidan, dengan cepat. "Kami baru saja sampai, jadi tidak usah pedulikan!!!pergi keluar saat suami bekerja! sungguh tidak bermoral.!" Celetuknya dengan kasar, ia juga menatap mata Alesya seakan berkata pergilah dari rumah ini.
Alesya hanya tersenyum kecut, mendengar perkataan ibu Aidan, yang sedikit membuat hatinya kecil. Tepat setelah itu pintu terbuka sendirinya, dan muncullah Aidan dengan segala kegurasakannya, cara berjalannya pun tampak sempoyongan.
"Dia sepertinya! abis minum bersama wanita itu.!" Kata Batin Alesya, perasaannya seakan berkecamuk melihat penampilan Aidan yang acak-acakan.
"Ma, Pa. Kenapa kesini? Apa merindukan anakmu ini?" Aidan menyamperi kedua orang tuanya, satu persatu dan ia memberikan pelukan manja untuk mereka.
Ibu mertua yang terlihat dipelupuk matanya yang sedikit berkerut, meneteskan air mata sedih, melihat anak satu-satunya, pulang dalam keadaan mabuk.
“Kau ini! sudah besar masih saja bermanja!” Tukas ibu Aidan sambil mengusap rambut Aidan dengan penuh kasih sayang.
“Kau sudah besar jangan memeluk ibumu lagi.!” Ayah Aidan berusaha melepaskan pelukan Aidan, dan menyuruh Alesya mengantarkan Aidan kekamarnya, “Jangan hiraukan kami! pergilah tidur.” Tukasnya yang tidak tega melihat Aidan yang sudah tidak sadar.
“Baik ayah.” Ucap Alesya dengan menaruh tangan Aidan ke lehernya, menuju kekamar mereka yang ada dilantai atas dengan tertatih-tatih.
"Om tante, aku juga ingin segera tidur!" Tukas sepupu Aidan yang bernama Maisan.
“Bik kemari!.” Panggil ibunya Aidan dengan suara pelan dan jelas.
Bibik yang mendengar langsung menghadap,
“Ada apa nyonya?” Jawabnya.“Tolong tunjukkan kamar Maisan, dan juga sekalian kamar saya dan suami, diberesin sekarang.” Perintahnya dengan lembut.
“Baik nyonya, non ayok ikut saya.” Ucapnya sambil menunjukkan jalan kepada Maisan.
“Lihat keadaan anakmu sekarang! ini semua sebabmu yang mengizinkan mereka menikah.!" Ibunya Adian meletakkan kedua tangannya diwajah sambil meringkuk, tidak sampai hati ayah Aidan hanya menepuk pundak isterinya agar suasana hatinya lekas membaik.
Alesya menghempaskan tubuh Aidan Ketempat tidur dengan galak, “Pantas saja dia ingin sekali bercerai.” Alesya tersenyum kecut, saat menatap wajah Aidan yang tertidur pulas.Ia juga memastikan bahwa Aidan tidak kedinginan lalu mengambil selimut dan melekatkan ketubuhnya.Alesya tidak bisa tidur, kelihatan pikirannya sedang bercabang, ia teringat Kenangan sewaktu pertama kali Aidan melamarnya yang sangat melekat dipikirannya.Sewaktu itu, ketika mereka berada dikapal menuju pulau terpencil, Aidan berpura-pura tenggelam dari kapal, semua orang berekting panik berusaha mencari Aidan. Hanya Alesya sendiri yang tidak tahu, bahwa itu hanyalah kebohongan belaka.Disaat Aidan dinyatakan tidak dapat ditemukan, Alesya tertunduk lemas ia berteriak Histeris, juga menangis terisak.Lalu Mereka sepakat kembali, agar tim penyelamat yang akan mencari. Alesya yang hanya tertunduk saat kapal berjalan, tidak tahu Bahwa mereka berhenti di sebuah
“Bagaimana? tentang orang tua ku yang menginap, aku tidak ingin mereka tahu bahwa kita ingin bercerai” sambungnya lagi. Namun Alesya sudah sangat dikejar waktu lalu ia segera mengambil tasnya. “Nanti kita bicarakan, ketika aku pulang!” balas Alesya tergesa-gesa sembari menutup pintu dengan rapat. "Kan...selalu saja begitu!" celetuknya setengah kesal. Flashback. Aidan jadi teringat, disaat mereka baru menikah. Saat umur pernikahan mereka masih lima bulan, waktu dipagi hari, Alesya menyiapkan segela keperluan Aidan dari makanan hingga pakaian. Padahal saat itu mereka sudah mempunyai pembantu. Alesya membantu memakaikan dasi Aidan dengan senyum manis, “Aku ingin bekerja di perusahaan Desain grafis! apakah boleh?” tanya Alesya dengan senyum manis, agar disetujui. “Aku tidak ingin kau kelelahan! jadi tidak boleh, biarkan aku saja yang memenuhi segala kebutuhan isteriku yang manis ini,” ucapnya dengan lembut, sembari memeluk Alesya dengan penuh kehangatan. Aidan tersenyum kecut sa
Aidan tampak tersenyum mendengar perkataan yang terlontar dari Alesya. Ia pun mulai berpikir bahwa Aidan sangat setuju apa yang telah dikatakannya. “Oh.. Teman ya, kenalin saya bos Devisi Aidan panggil saja morin!” ucapnya seraya mengulurkan tangannya, dengan senyum ramah. “Saya Alesya Keiko! biasa dipanggil Alesya.” Sambungnya menjabat tangan yang telah diulurkan Morin dengan senyum sedikit kaku. Tiba-tiba Aidan menerima telepon dari teman kantornya, “Baiklah saya akan segera kesana!” jawabnya tanpa terdengar suara dari sipenelpon. “Ada apa?” tanya Morin langsung. “Ini, Zelius menyuruh segera kekantor sebab, ada urusan yang harus ditangani!” balasnya menatap Morin. Alesya yang menyaksikan mereka sedang mengobrol santai, membuat Alesya seperti tidak terlihat diantara mereka. “Kami pergi dulu!” ucapnya kepada Alesya dengan nada datar. Morin yang hanya menunduk dengan senyum ramahnya, ikut berpamitan kepada Alesya. Mereka lalu beranjak meninggalkan Alesya. Yang sedang menatap j
Aidan menuju kekamar, ia ingin beristirahat. Namun mendapati Alesya sudah tertidur pulas, "Dia selalu saja, tidur seperti kelinci!" gumam Aidan hingga Senyumnya terpancar seketika. Aidan duduk menyendiri dibalkon, ia mengingat kejadiaan saat dikantor. Bahwa ia akan mendapatkan tugas keluar negeri atas apresiasi proyek yang telah ia kerjakan. Ia berpikir bagaimana akan mengatakannya kepada Alesya. Pagi telah memancarkan cahayanya, Aidan telihat terburu-buru kekantor. Alesya yang masih berbaring ditempat tidur, mendapati dasi yang dikenakan Aidan belum rapi, ia bangkit menghampiri Aidan dengan tampilan acak-acakan, ia menoleh kearah dada Aidan. "Ada apa? Kenapa melihat dadaku!" tanya Aidan kebingungan sembari menutup dadanya. "Badanmu, tolong menunduk sedikit." perintah Alesya setengah mengantuk. Aidan yang seperti terhipnotis, langsung menunduk seketika, dengan wajah yang masih bingung. Alesya merapikan dasi yang dikenakan Aidan, "Kau ini! Masa memakai dasi masih belum bisa j
Hingga spontan Grey menjauhkan ponselnya akibat suara Dino yang menyakitkan telinga. "Kalau tidak ada perlu akan kumatikan!" Respon Grey yang seketika hendak mematikan ponselnya.Dengan cepat Dino mencegah, "Hei tunggusebentar ini penting!" Cegatnya."Aku sibuk! tolong beritahu dalam satu menit." Ancam Grey sebab, ia tahu hal yang dikatakan Dino pasti tidak akan penting."Boy.. Listen to my words oke, begini malam ini, aku mengadakan pesta Halloween, jadi kuharap kau datang menggunakan kos... "Tutttt!!Belum sempat Dino menyambung katanya, Grey dengan tidak berperasaan mematikan ponselnya."Sudah kuduga dia pasti berbicara hal yang tidak penting!" Gerutu Grey sambil menjauhkan Ponsel yang ia pegang.***Alesya ingin keluar sebentar membeli beberapa pakaian untuk kerjanya, dan juga kostum Halloween. Ia tidak sengaja berpapasan dengan Ibu mertuanya, yang kebetulan juga akan pergi bersama
"Aku berjanji! tidak akan membuat sial kepada bosku lagi." Balas Alesya serius, ia juga mengangkat tangannya menghormat kepada Grey. "Kau terlalu overreacting tau ngak?" Ujar Grey seraya menyentil dahi Alesya. Tanpa disadari ia tersenyum atas perilaku Alesya yang menurutnya menarik. Alesya terperangah dengan senyum Grey yang ternyata sangat menyilaukan bagaikan cahaya melintasi kegelapan. "Tidak, sadarlah. Pria yang ada dihadapanmu tetaplah orang kejam, walaupun menawan!" Kata batin Alesya yang mencoba tidak terkecoh. "Aku akan pergi.!" Kata Grey yang sudah berdiri disamping Alesya. Namun Alesya masih terdiam terpaku, "Hei kau dengar tidak?" Tanya Grey, mencoba menyadarkan Alesya. "Kau sadar tidak, Bahwa kau sangat menawan saat tersenyum!" Utara Alesya tanpa sadar, ia menoleh Grey dengan senyum manis. DEG! Tiba-tiba Grey bergeming seketika pipinya perlahan berubah menjadi sedikit merah. "Dasar. Kau pikir aku akan memaafkanmu, setelah berkata seperti itu?" Grey berkelit tidak t
Aidan ingin berdiri agar kelihatan sopan, namun dicegat oleh Morin. “ Santai saja, lanjutkan makanmu!” pinta Morin. Aidan hanya tersenyum dan kembali duduk dengan santai seraya bertanya. “Apa Ibuk butuh sesuatu?” Morin tidak mengindahkan pertanyaan Aidan malahan dia sudah duduk di kursi kosong disamping Aidan. “Tidak, hanya saja aku ingin bersantai,” imbuhnya dengan senyum lebar. Aidan sedikit canggung karena Pria hidung belang yang melewati mereka menatap iri kepada Aidan, bagaimana tidak Morin sungguh sangat cantik. “Kenapa diam saja?” tanya Morin. “Apa jangan-jangan... Aku menganggumu? Lanjutnya kembali. “Eh? Bukan begitu!” sanggah Aidan cepat. Morin terkekeh melihat Aidan yang menanggapi serius. “Kau imut sekali,” lontar Morin spontan. Aidan menanggapi ucapan Morin dengan wajah menunduk malu. “Dia suka sekali bercanda,” gerutu Aidan dengan suara pelan. Dan mereka berakhir dengan makan bersama, hingga jam menunjukkan waktu makan siang telah berlalu. *** Alesya kelelahan ak
“Aku tidak boleh seperti ini! Aku harus segera pergi.” tekadnya meyakinkan. Alesya tanpa pikir panjang berlari secepat kilat. Aidan menghambur keluar namun tidak lagi melihat sosok Alesya ditepi jalan. “Dia pasti kabur, dasar!” gerutunya seraya kembali kemobil. Alesya ternyata tidak pergi, ia bersembunyi dibelakang pohon sambil memegang dadanya yang seperti tercabik-cabik. Dan tanpa sadar airmatanya menetes. “ Eh? Air apa ini? Apakah hujan?” tanyanya, ia menundukan kepalanya dan menahan isak tangisnya. “Tidak jangan lagi, tolong biarkan airmata ini jatuh untuk yang terakhir,” lirihnya pasrah. *** “Berhenti disini saja!”pinta Morin. Aidan menginjak rem, dan mempersilahkan Morin turun. “Aku akan segera menyiapkan laporan yang tertunda tadi, malam ini!” Ucapnya saat Morin membuka sabuk pengamannya. “Apakah ingin singgah sebentar? Dan menyelesaikan bersama?” saran Morin. “Tidak perlu! Isteri saya pasti sedang menunggu dirumah,” sambungnya, seraya tersenyum. “Baiklah, kalau begitu.