Alesya menghempaskan tubuh Aidan Ketempat tidur dengan galak, “Pantas saja dia ingin sekali bercerai.” Alesya tersenyum kecut, saat menatap wajah Aidan yang tertidur pulas.
Ia juga memastikan bahwa Aidan tidak kedinginan lalu mengambil selimut dan melekatkan ketubuhnya.
Alesya tidak bisa tidur, kelihatan pikirannya sedang bercabang, ia teringat Kenangan sewaktu pertama kali Aidan melamarnya yang sangat melekat dipikirannya.
Sewaktu itu, ketika mereka berada dikapal menuju pulau terpencil, Aidan berpura-pura tenggelam dari kapal, semua orang berekting panik berusaha mencari Aidan. Hanya Alesya sendiri yang tidak tahu, bahwa itu hanyalah kebohongan belaka.
Disaat Aidan dinyatakan tidak dapat ditemukan, Alesya tertunduk lemas ia berteriak Histeris, juga menangis terisak.
Lalu Mereka sepakat kembali, agar tim penyelamat yang akan mencari. Alesya yang hanya tertunduk saat kapal berjalan, tidak tahu Bahwa mereka berhenti di sebuah pulau. yang sudah disulap menjadi indah Sedemikian rupa.
Alesya diberitahu temannya Aidan, bahwa kapal sudah sampai, Alesya memaksa berdiri dengan sekuat tenaga. Ia ingin secepat mungkin mencari Aidan dengan Tim penyelamat. Tapi saat menoleh kedepan, ia terpelongo melihat keindahan dihadapannya.
Banyak sekali balon beterbangan, dan bunga-bunga tertata rapi. Serta kursi disetiap meja. Namun pandangannya teralihkan oleh bunga mawar merah membentuk tulisan, "Grow old with me?"
“I do! do you?” Ucap suara lelaki tepat dibelakangnya.
Alesya mematung seketika, ketika mendengar suara yang tidak asing ditelinganya. Ia menoleh kebelakang dengan tetesan air mata, terlihat Aidan sedang menumpukan lututnya sebelah kanan ke lantai, dan kaki sebelah kiri hanya menekuk setengah.
Ia memegang cincin mengarahkan kepada Alesya sambil tersenyum manis.
“I do.” Kata yang singkat itu diucapkan Alesya. membuat orang menyaksikan bersorak ria.
Lamunannya pun buyar seketika, ia lalu berdiri diatas balkon seraya memegang secarik kertas dari dokter, dengan tatapan hampa.
Padahal ia juga sangat menginginkan perceraian itu, namun tidak tahu mengapa. saat Aidan bersama Wanita lain pikirannya menjadi tidak menentu.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi, Aidan terbangun oleh cahaya yang masuk melalui celah jendela. Dengan penampilan yang acak-acakan, dari mulai rambut dan pakaian semua tampak gusar. Belum lagi bau menyengat dari alkohol yang ia teguk semalam.
Ia membelalakkan bola matanya dengan lebar, Aidan tersadar, kenapa ia bisa ada ditempat tidur Alesya? padahal ia tidur dilantai sebelumnya, bola matanya beralih melihat kelantai, namun tidak ada Alesya disana.
Kepalanya yang sedang berpikir keras, atas apa yang terjadi semalam, pupilnya pun menjadi besar setelah mengingat kejadian semalam. Ia langsung bergerak cepat, Membersihkan diri ke kamar mandi, lalu mengenakan pakaian dengan rapi.
Aidan turun dari lantai satu, langsung ke ruangan makan karena ia mengetahui jika ini adalah jam serapan orang tuanya. Disana juga ada Alesya yang berusaha ikut membaur.
Ardian berjalan sambil berdehem. Buk Mutia yang melihat anaknya, langsung berdiri seketika, menarik tangannya dengan lembut. Kursi yang ada disebelahnya diberikan untuk Aidan, agar mereka berdekatan.
“Kau ini! ketika anakmu ada, aku sama sekali tidak dihiraukan.” Kata pak Lutfi, ayahnya Aidan. Ia menggoda buk Mutia, kendati sudah tua, mereka memang dikenal pasangan harmonis, yang cukup membikin orang cemburu.
Buk Mutia tidak memperdulikan godaan suaminya, ia berusaha mengambilkan lauk untuk Aidan, “Makan yang banyak ya sayang! lihat badanmu kurus begitu!seperti tidak diurus.!” Ujar buk Mutia, yang sambil melirik tajam Alesya. “Maisan juga ya, makan yang banyak!.” Ucapnya dengan ramah.
“Baik tante, terimakasih.” Yang langsung dijawab Maisan. Ia hanya tertunduk mengambil nasi, berpura-pura tidak memperhatikan percakapan mereka.
“Maa!paa!kenapa kemari?” Aidan bingung karena ini pertama kali kedua orangtuanya mengunjungi.
“Kenapa! apa tidak boleh?”Ayahnya tersenyum menampakkan gigi.
“Tentu saja boleh! tapi apa mama sudah tidak marah lagi?” Ucapnya dengan nada rendah.
“Tentu saja tidak! ia bahkan sangat merindukanmu, jadi papa mengusulkan agar mengunjungimu! tapi ibumu malah sangat bersemangat, jadi memilih menginap beberapa bulan.” Terang pak Lutfi dengan panjang lebar.
“Papa ini!“ Buk Mutia tersipu malu mendengar pengakuan suaminya.
“Jadi pekerjaan papa bagaimana?” Tanya Aidan kembali.
“Tenang saja semua sudah dihendel Seketaris papa, dan juga papa akan berangkat kekantor dari sini.” Serunya.
Papanya Aidan adalah pemilik perusahaan Real Estate tersukses diindonesia, ia juga memiliki pusat perbelanjaan tas bermerek, dan kerjasama diluar negeri, ia dan isterinya sering sekali keluar negeri sesekali membawa Aidan ikut serta.
Aidan Alhasil hanya terdiam, Mendengar orang tuannya akan menginap, ia juga melirik reaksi Alesya yang justru santai. Dia bahkan tengah sibuk menyantap makanannya.
Aidan menepuk dahinya menggunakan tangan kanannya, akibat melihat tingkah Alesya yang terlalu santai.
“Kenapa apa kepala mu sakit?” Buk Mutia tampak Khawatir.
“Nyamuk tadi Ma! Hinggap di dahi Aidan.” Ia tersenyum manja kepada ibunya.
"Huek!"
Alesya yang refleks menjadi mual, sudah lama ia tidak melihat, sikap Aidan yang menyebut dirinya dengan panggilan nama.
Semua orang justru menoleh kepada Alesya seketika.
Aidan yang sudah mengetahui bahwa Alesya sedang mengejeknya, sebab hal yang ia ucapkan tanpa sadar. Aidan mencoba mencuri pandang kepada Alesya, terlihat samar sudut bibir Alesya tampak terangkat sedikit.
“Apa kau sakit.” Ujar pak Lutfi kepada Alesya.
Buk Mutia melepaskan sendok garpu yang ia pegang dengan kasar. “Kalau mau mual segera kekamar mandi! membuat tidak selera makan saja.” Yang dicemooh langsung oleh Ibunya Aidan dengan tampang tidak suka.
“Maaf Ma! saya hanya mengingat suatu kejadian yang membuat saya mual, kalau begitu saya permisi kekamar mandi.” Alesya pergi dengan menunduk sambil menahan tawanya.
“Lihat itu menantu yang tidak punya sopan santun! bisa-bisanya Aidan menikahi perempuan seperti itu!” Buk Mutia mencoba mencari perkara lagi.
Aidan hanya menunduk malu seraya meneguk air minum digelasnya.
Buk Mutia tidak pernah berubah, dia selalu saja mecari gara-gara terhadap Alesya. sewaktu Aidan dan Alesya berpacaran dulu, ibunya kerap sekali mengumpat seperti itu kepadanya. Jaadi Alesya sudah kebal dan tidak mau mengambil pusing sama sekali.
Aidan ingin menyusul Alesya ia buru-buru menyelesaikan makanannya, “Ma, Pa. Aidan bersiap-siap kekantor dulu ya.” Dalihnya.
"Pergilah! mama juga nanti akan pergi sebentar! bersama papa melihat lokasi pabrik terbaru kita.” Tandas ibunya Aidan.
“Baik Ma!" Jawabnya dengan lugas, dan segera menuju kekamarnya.
Aidan masuk kekamar tanpa mengetuk pintu. Alhasil ia mendapati Alesya, sedang berganti pakaian. Dia hanya menggunakan pakaian dalam, terpampang jelas kulit mulus dan pinggang rampingnya. Tanpa sadar Aidan yang melihat pemandangan indah didepannya, melompat memutarkan badannya. Ia kelihatan canggung sekali. karena hampir sudah lima bulan ia tidak pernah melihat kulit mulus Alesya.
Sebenarnya, saat terakhir Aidan meminta bercerai, itu tidaklah pertama kalinya. Ia sudah melontarkan kata-kata itu setiap sebulan sekali. Namun tidak digubris oleh Alesya. Dan juga Aidan berpikiran jika Alesya tidak ingin bercerai, karena dia tidak ingin pulang kerumahnya, sebab Alesya adalah seorang anak yang tidak dianggap orang tuanya.
“Lain kali, jika berganti pakaian, tolong berganti dikamar mandi!” Hardik Aidan.
“Seharusnya kau, mengetuk pintu dulu!” Alesya sudah selesai mengenakan pakaiannya, ia menyuruh Aidan membalikkan badan.
“Harini rapi sekali, mau kemana?” Aidan melirik pakaian yang dikenakan Alesya.
“Ini! aku dipanggil wawancara kerja.” Alesya menuju kaca, mempoleskan bedak diwajahnya dengan natural.
“Bagaimana? tentang orang tua ku yang menginap, aku tidak ingin mereka tahu bahwa kita ingin bercerai” sambungnya lagi. Namun Alesya sudah sangat dikejar waktu lalu ia segera mengambil tasnya. “Nanti kita bicarakan, ketika aku pulang!” balas Alesya tergesa-gesa sembari menutup pintu dengan rapat. "Kan...selalu saja begitu!" celetuknya setengah kesal. Flashback. Aidan jadi teringat, disaat mereka baru menikah. Saat umur pernikahan mereka masih lima bulan, waktu dipagi hari, Alesya menyiapkan segela keperluan Aidan dari makanan hingga pakaian. Padahal saat itu mereka sudah mempunyai pembantu. Alesya membantu memakaikan dasi Aidan dengan senyum manis, “Aku ingin bekerja di perusahaan Desain grafis! apakah boleh?” tanya Alesya dengan senyum manis, agar disetujui. “Aku tidak ingin kau kelelahan! jadi tidak boleh, biarkan aku saja yang memenuhi segala kebutuhan isteriku yang manis ini,” ucapnya dengan lembut, sembari memeluk Alesya dengan penuh kehangatan. Aidan tersenyum kecut sa
Aidan tampak tersenyum mendengar perkataan yang terlontar dari Alesya. Ia pun mulai berpikir bahwa Aidan sangat setuju apa yang telah dikatakannya. “Oh.. Teman ya, kenalin saya bos Devisi Aidan panggil saja morin!” ucapnya seraya mengulurkan tangannya, dengan senyum ramah. “Saya Alesya Keiko! biasa dipanggil Alesya.” Sambungnya menjabat tangan yang telah diulurkan Morin dengan senyum sedikit kaku. Tiba-tiba Aidan menerima telepon dari teman kantornya, “Baiklah saya akan segera kesana!” jawabnya tanpa terdengar suara dari sipenelpon. “Ada apa?” tanya Morin langsung. “Ini, Zelius menyuruh segera kekantor sebab, ada urusan yang harus ditangani!” balasnya menatap Morin. Alesya yang menyaksikan mereka sedang mengobrol santai, membuat Alesya seperti tidak terlihat diantara mereka. “Kami pergi dulu!” ucapnya kepada Alesya dengan nada datar. Morin yang hanya menunduk dengan senyum ramahnya, ikut berpamitan kepada Alesya. Mereka lalu beranjak meninggalkan Alesya. Yang sedang menatap j
Aidan menuju kekamar, ia ingin beristirahat. Namun mendapati Alesya sudah tertidur pulas, "Dia selalu saja, tidur seperti kelinci!" gumam Aidan hingga Senyumnya terpancar seketika. Aidan duduk menyendiri dibalkon, ia mengingat kejadiaan saat dikantor. Bahwa ia akan mendapatkan tugas keluar negeri atas apresiasi proyek yang telah ia kerjakan. Ia berpikir bagaimana akan mengatakannya kepada Alesya. Pagi telah memancarkan cahayanya, Aidan telihat terburu-buru kekantor. Alesya yang masih berbaring ditempat tidur, mendapati dasi yang dikenakan Aidan belum rapi, ia bangkit menghampiri Aidan dengan tampilan acak-acakan, ia menoleh kearah dada Aidan. "Ada apa? Kenapa melihat dadaku!" tanya Aidan kebingungan sembari menutup dadanya. "Badanmu, tolong menunduk sedikit." perintah Alesya setengah mengantuk. Aidan yang seperti terhipnotis, langsung menunduk seketika, dengan wajah yang masih bingung. Alesya merapikan dasi yang dikenakan Aidan, "Kau ini! Masa memakai dasi masih belum bisa j
Hingga spontan Grey menjauhkan ponselnya akibat suara Dino yang menyakitkan telinga. "Kalau tidak ada perlu akan kumatikan!" Respon Grey yang seketika hendak mematikan ponselnya.Dengan cepat Dino mencegah, "Hei tunggusebentar ini penting!" Cegatnya."Aku sibuk! tolong beritahu dalam satu menit." Ancam Grey sebab, ia tahu hal yang dikatakan Dino pasti tidak akan penting."Boy.. Listen to my words oke, begini malam ini, aku mengadakan pesta Halloween, jadi kuharap kau datang menggunakan kos... "Tutttt!!Belum sempat Dino menyambung katanya, Grey dengan tidak berperasaan mematikan ponselnya."Sudah kuduga dia pasti berbicara hal yang tidak penting!" Gerutu Grey sambil menjauhkan Ponsel yang ia pegang.***Alesya ingin keluar sebentar membeli beberapa pakaian untuk kerjanya, dan juga kostum Halloween. Ia tidak sengaja berpapasan dengan Ibu mertuanya, yang kebetulan juga akan pergi bersama
"Aku berjanji! tidak akan membuat sial kepada bosku lagi." Balas Alesya serius, ia juga mengangkat tangannya menghormat kepada Grey. "Kau terlalu overreacting tau ngak?" Ujar Grey seraya menyentil dahi Alesya. Tanpa disadari ia tersenyum atas perilaku Alesya yang menurutnya menarik. Alesya terperangah dengan senyum Grey yang ternyata sangat menyilaukan bagaikan cahaya melintasi kegelapan. "Tidak, sadarlah. Pria yang ada dihadapanmu tetaplah orang kejam, walaupun menawan!" Kata batin Alesya yang mencoba tidak terkecoh. "Aku akan pergi.!" Kata Grey yang sudah berdiri disamping Alesya. Namun Alesya masih terdiam terpaku, "Hei kau dengar tidak?" Tanya Grey, mencoba menyadarkan Alesya. "Kau sadar tidak, Bahwa kau sangat menawan saat tersenyum!" Utara Alesya tanpa sadar, ia menoleh Grey dengan senyum manis. DEG! Tiba-tiba Grey bergeming seketika pipinya perlahan berubah menjadi sedikit merah. "Dasar. Kau pikir aku akan memaafkanmu, setelah berkata seperti itu?" Grey berkelit tidak t
Aidan ingin berdiri agar kelihatan sopan, namun dicegat oleh Morin. “ Santai saja, lanjutkan makanmu!” pinta Morin. Aidan hanya tersenyum dan kembali duduk dengan santai seraya bertanya. “Apa Ibuk butuh sesuatu?” Morin tidak mengindahkan pertanyaan Aidan malahan dia sudah duduk di kursi kosong disamping Aidan. “Tidak, hanya saja aku ingin bersantai,” imbuhnya dengan senyum lebar. Aidan sedikit canggung karena Pria hidung belang yang melewati mereka menatap iri kepada Aidan, bagaimana tidak Morin sungguh sangat cantik. “Kenapa diam saja?” tanya Morin. “Apa jangan-jangan... Aku menganggumu? Lanjutnya kembali. “Eh? Bukan begitu!” sanggah Aidan cepat. Morin terkekeh melihat Aidan yang menanggapi serius. “Kau imut sekali,” lontar Morin spontan. Aidan menanggapi ucapan Morin dengan wajah menunduk malu. “Dia suka sekali bercanda,” gerutu Aidan dengan suara pelan. Dan mereka berakhir dengan makan bersama, hingga jam menunjukkan waktu makan siang telah berlalu. *** Alesya kelelahan ak
“Aku tidak boleh seperti ini! Aku harus segera pergi.” tekadnya meyakinkan. Alesya tanpa pikir panjang berlari secepat kilat. Aidan menghambur keluar namun tidak lagi melihat sosok Alesya ditepi jalan. “Dia pasti kabur, dasar!” gerutunya seraya kembali kemobil. Alesya ternyata tidak pergi, ia bersembunyi dibelakang pohon sambil memegang dadanya yang seperti tercabik-cabik. Dan tanpa sadar airmatanya menetes. “ Eh? Air apa ini? Apakah hujan?” tanyanya, ia menundukan kepalanya dan menahan isak tangisnya. “Tidak jangan lagi, tolong biarkan airmata ini jatuh untuk yang terakhir,” lirihnya pasrah. *** “Berhenti disini saja!”pinta Morin. Aidan menginjak rem, dan mempersilahkan Morin turun. “Aku akan segera menyiapkan laporan yang tertunda tadi, malam ini!” Ucapnya saat Morin membuka sabuk pengamannya. “Apakah ingin singgah sebentar? Dan menyelesaikan bersama?” saran Morin. “Tidak perlu! Isteri saya pasti sedang menunggu dirumah,” sambungnya, seraya tersenyum. “Baiklah, kalau begitu.
“Mama dan papa malam ini tidak tidur disini. Jadi aku akan tidur dikamar sebelah,” beritahunya sambil bergegas keluar setelah mengambil pakaian gantinya. “Hei...”panggil Alesya, ia juga mengepalkan tanganya. Namun raut wajahnya dalam keadaan tenang. “Ada apa?” sahut Aidan dingin. “Tidak ada!” Alesya menutup pintu segera. Ia masih mengepalkan tangannya dengan senyum kecut. “ Ini sudah berakhir! Tolong tidak usah dipikirkan lagi,” tekadnya menyemangati. Burung mencericip dari luar jendela, menandakan pagi telah tiba. Sejak kejadian tadi malam Alesya menjadi sulit tidur. Ia bangun perlahan dengan keadaan kurang fit. Tok tok tok! Alesya tidak mengindahkan ketukan pintu, ia kembali berselubung diselimutnya. “Rasakan! Siapa suruh tidur dikamar lain.” Batinnya menggerundel. “Aidan, nak. Bangun sudah pagi!” panggil buk Mutia. Alesya melompat dari tempat tidurnya mendengar suara orang yang dia tidak sukai dan langsung merapikan diri. Ia membuka pintu dan mendapati wajah buk Mutia beruba