Share

Sikap Hangat Dani

Esoknya Dera menghindari Dani.

Mereka tetap duduk sebangku, tetapi tidak ada yang berbicara.

Lusanya juga.

Sampai seminggu berturut-turut.

Hari berikutnya, Dani akan masuk ke toilet sekolah saat telinganya mendengar nama yang tidak asing disebut-sebut. Dani berdiri di depan toilet, menyimak informasi.

"Ya si Dera 'kan emang gitu kali. Sok baik, centil, sok iye banget nolong orang. Kek caper gak, sih?"

"Kalo kata gue iya. Caper. Tuh cewek emang ganjen sama cogan-cogan. Cowok mana yang gak pernah dia gaet? Semuanya diembat. Sekarang giliran si anak baru. Abis deh koleksi cogan sekolah."

"Sama guru juga." Suara berbeda. Totalnya tiga orang. "Apa-apa kalo dari guru pasti dia yang maju, sok bawain buku, sok akrab gitulah. Sampe gue denger nih, ya. Salah satu guru kita itu sempet dipepet sama dia juga!"

"Demi apa-"

"Shhttt. Jangan kenceng-kenceng. Nanti kedengaran ke luar!"

Dani mendengkus pelan. Suara mereka bahkan lebih mirip berteriak daripada bicara. Gosip, tetapi seperti pengumuman orang mati.

Dani pergi dari tempat itu, mencari sosok yang dibicarakan. Dia pernah membuntuti Dera sekali selama mereka tidak bicara. Tahu tempat yang biasanya gadis itu kunjungi jika menyendiri.

Naik ke rooftop, Dani langsung menemukan seorang gadis begitu membuka pintunya.

Rambut pendeknya tertiup angin. Duduk di bangku tak terpakai yang ada di sana, menghadap matahari dan jutaan gedung pencakar langit.

Dani tidak berniat mengendap-ngendap. Dia berdiri tepat di samping Dera. Kedua tangannya di saku celana.

"Pemandangannya cantik, 'kan?"

"Hm."

Ini percakapan pertama mereka setalah satu minggu.

Diam lagi. Dani dan Dera sama-sama menutup mulut. Menatap ke arah berbeda dengan pikiran tak sama. Kedua insan beda segalanya itu terjebak dalam keheningan yang lama.

"Dera masuk dulu, ya." Kaki kecilnya turun dari kursi. Hendak melewati Dani, tangannya ditahan.

"Di sini dulu."

Dera masih tidak membalikkan badan. Kepalanya perlahan tertunduk, menggeleng kuat-kuat. Dia bersikeras lepas dari pegangan Dani, tetapi tidak bisa. Pergelangannya hanya sakit dan sakit.

Ditiupan angin berikutnya, tanpa terduga Dani menarik Dera berbalik lalu memeluknya. Tidak erat. Hanya tubuh mereka saling bersentuhan.

Dera mengepalkan tangan saat Dani mengusap kepalanya. Terus melakukan itu berulangkali sampai tangis yang mati-matian ditahan Dera akhirnya meledak. Baju Dani basah oleh air matanya.

Gadis yang sejak tadi menahan gejolak dalam dirinya, kini menumpahkan semuanya pada teman sebangkunya. Pada anak baru yang telah menolongnya di hari pertama. Dera makin terisak saat Dani menepuk puncak kepalanya. Seolah ada seseorang yang mau berdiri di sisinya. Seolah ada, setidaknya satu orang yang mendukungnya.

Dera memegang ujung baju Dani. Menangis keras. Pundaknya berguncang hebat.

Setelah tangis Dera reda, Dani menjauhkan jarak mereka. Mengulurkan sapu tangan pada Dera. Gadis itu menyusut air mata dan ingusnya. Membuang semua kendala di hidungnya yang anstringen.

"Nanti Dera cuci dulu," cicitnya melihat tatapan datar Dani.

Dani hanya berkedip. Menarik lengan Dera dan berjalan turun dari rooftop sekolah.

***

Dani dan Dera berjalan di bawah tatapan masyarakat sekolah. Mata mereka seolah akan keluar dari tempatnya melihat tangan Dani, anak baru yang sangat dingin itu memegang lengan Dera--lebih tepatnya menarik.

Jika Dani sungguh tidak peduli pada makhluk hidup di sekitarnya, Dera jelas jauh lebih peka. Namun, wajah yang biasanya ceria itu kini bungkam. Makin menunduk mendengar gunjingan orang-orang yang mencercanya tepat di belakang telinganya sendiri.

Dera tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa menelan makian itu bulat-bulat. Dera ingin tidak peduli seperti Dani. Menyikapi sesuatu secara tepat dan tidak berlebihan dalam memberikan reaksi.

Bahkan, saat ada seorang adik tingkat yang dibuli di depan matanya, Dera bergerak akan menolongnya, tetapi genggaman di lengan lebih dulu menarik Dera menjauh.

"Sebaiknya jangan ikut campur urusan orang lain, jika urusanmu sendiri kacau balau."

Itu kalimat terpanjang yang pernah Dani ucapkan pada Dera atau yang sejauh ini Dera dengar.

Dera meneguk ludah berat. Memalingkan wajah melihat kejahatan di depan matanya dibiarkan. Biasanya kaki kecilnya akan berlari menolong melihat itu. Berteriak sekeras-kerasnya agar didengar guru dan si pelaku akan dibawa ke ruang BP.

Teriakan Dera memang mematikan. Benar-benar mirip toa. Siapa pun yang mendengar Dera berteriak pasti spontan menutup telinga mereka saking menyakitkannya.

Dani terus membawa Dera berjalan hingga tiba di kelas. Mengedarkan pandangan, teman-temannya kelasnya sontak melihat ke arah lain dan berpura-pura sibuk. Menghindari tatapan rendah Dani yang menusuk.

"Ambil tasmu." Dani memakai tasnya sendiri. Menyodorkan tas Dera yang pemiliknya malah memasang wajah dungu. "Pakai," ulang Dani lagi.

Dera gelagapan menerima tasnya sendiri. "Gi-gimana cara makenya? Tangan Dera-"

Dani melepaskan pegangannya.

Dera terpana. Ada sedikit bekas tangan orang di sana. Dera memakai tasnya cepat, lalu melapor, "Udah. Kita mau ke mana?"

Dani kali ini menggenggam tangan Dera membuat jantung cewek itu berdentum hebat. "Pulang."

Dera akan membantah kalau sekarang belum jam pulang dan mereka akan dikena sanksi karena bolos, tetapi suara gemuruh jantungnya menulikan telinga Dera. Manut saja dibawa Dani keluar dari area sekolah yang malah tidak dicegat siapa pun.

Dera merasa Dani hari ini sangat berbeda. Dia mungkin tetap tidak banyak berbicara dan dingin pada orang lain. Namun, pada Dera ... ini sangat hangat. Sikapnya sangat tenang dan nyaman. Sampai Dera gugup sendiri saat Dani membantunya naik ke motor dan membawa tangannya untuk memeluk Dani.

Aroma kayu dan mint yang selama ini Dera cium samar-samar, terasa sangat jelas dan memabukkan. Dera mengeratkan pelukannya. Menyamankan diri di punggung lebar Dani.

"Kita berangkat."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status