Share

Bab 2

KU BUAT MISKIN SUAMI DAN KELUARGANYA

BAB 2

Baru saja aku akan membaringkan tubuhku ke ranjang tiba-tiba saja terdengar suara bising dari luar,  bergegas aku keluar untuk melihat siapa gerangan yang sudah bikin gaduh di rumahku. Saat aku sampai diruang tamu,  aku cukup terkejut, ternyata disana sudah ada Ibu mertuaku dan Adik iparku dengan membawa koper di tangan mereka. 

"Sedang apa kalian disini? " tanyaku pada Ibu dan Mimi. 

"Mulai sekarang Ibu sama Mimi mau tinggal dirumah anak Ibu. "

"Rumah anak Ibu?  Rumah yang mana?" tanyaku sembari mengernyitkan dahi. 

"Ya rumah ini lah,  emang rumah mana lagi?"

"Ini? Rumah Mas Indra?  Sejak kapan?" sungguh aku tak habis pikir dengan Ibu mertuaku ini,  sejak kapan rumah peninggalan orang tua menjadi rumah milik bersama. 

"Iya,  Ibu tahu ini rumah warisan orang tuamu,  tapi karena kamu istri Indra jadi Indra juga berhak atas rumah ini, dan karena mulai sekarang Ibu disini jadi mulai sekarang juga Ibu lah ratunya disini," ucapan Ibu sontak saja membuat dadaku bergemuruh,  belum hilang rasa kesalku pada Mas Indra,  kini ditambah lagi dengan kehadiran Ibu dan Adiknya yang tak tahu diri itu.

"Dari Mana sejarahnya seorang tamu bisa menjadi ratu di rumah milik orang lain,  dan lagi kenapa gak ngomong dulu sama aku dan minta persetujuanku kalau kalian mau tinggal disini."

"Untuk apa aku izin sama kamu,  rumah anakku ya sudah tentu rumahku juga,  jadi aku berhak disini, " Ibu bersikeras dengan ucapannya. 

"Tapi Bu...."

"Sudah sudah,  Nia,  biar nanti Mas yang bicara sama Ibu,  sekarang tolong antar Ibu dan bawakan barang mereka ke kamar tamu," titah Mas Indra padaku. 

"Kalian punya tangan dan kaki kan?  Bisa angkat sendiri kan?  Aku bukan babu kalian,  jadi sory aku gak bisa kalian suruh-suruh, ini rumahku,  rumah peninggalan orang tuaku,  tak ada sedikitpun andil dari dirimu disini,  jadi kalian gak berhak mengaku-ngaku kalau ini adalah rumah kalian,  kalau mau tinggal disini,  ikuti aturan yang aku buat! " sentakku pada Mas Indra,  Ibu dan juga Mimi. 

Enak saja mereka menyuruh-nyuruh aku,  sudah cukup selama satu tahun ini aku mengalah soal nafkah,  dan jika aku harus mengalah lagi soal rumah milik orang tuaku, aku tak sudi,  lihat saja, akan kubuat kalian semua tidak betah tinggal dirumah ini. 

"Hu hu hu,  memanglah,  nasib kalau orang miskin ya begini selalu dihina,  hu hu hu,  tega sekali menantuku menghina Ibu seperti itu,  anak-anak Ibu saja tidak pernah berbicara kasar pada Ibu,  apa salah Ibu padamu Nia,  padahal  Ibu hanya ingin dekat dengan anak-anak Ibu karena usia Ibu yang sudah tua ini,  hu hu hu," suara tangisan Ibu membahana ke seluruh rumah,  lebai sekali Ibu mertuaku ini,  padahal dia yang zalim tapi dia merasa kalau dialah yang terzalimi.

"Nia!  Jangan membantah ucapanku!  Apa kamu mau masuk neraka ha!  Cepat bawa barang-barang Ibu dan Mimi ke kamar mereka!  Dan cepat minta maaf pada ibuku! " hardik Mas Indra padaku. 

"Kalau aku gak mau kau mau apa! " ucapku sembari menatap tajam mata Mas Indra.  Mas Indra mengangkat tangannya ke udara dan sudah siap menamparku,  tapi belum sempat ia menamparku aku sudah menahan tangannya terlebih dahulu. 

"Sedikit saja kau menyentuh kulitku maka aku akan pastikan kalau kau akan menyesal seumur hidupmu! " aku menghempaskan tangan Mas Indra keras hingga membuatnya sedikit terhuyung, dan setelahnya aku  bergegas meninggalkan mereka sendiri di ruang tamu.  Aku yakin baik Mas Indra,  Ibu dan juga Mimi tak percaya dengan keberanianku melawan Mas Indra,  jika biasanya aku akan diam dan menurut pada mereka maka tidak dengan kali ini,  mulai sekarang dan seterusnya aku akan melawan mereka yang sudah mendzolimi ku. 

***

"Nia!  Buka pintunya,  Mas mau tidur nih! " ucap Mas Indra sembari mengetuk pintu dari luar,  tapi percuma saja,  aku tak akan membukakannya,  biar saja dia tidur di luar malam ini,  atau tidur di kamar tamu yang satu lagi,  karena rumah ini memang ada empat kamar jika yang dua di tempati oleh Mimi dan Ibu,  maka hanya tersisa satu kamar saja yang kosong.

"Nia!  Buka pintunya,  sudah malam ini,  Mas udah ngantuk! " hening,  aku tetap mengabaikan panggilan suamiku,  bahkan kini aku sudah menutup telingaku dengan bantal agar tidak mendengar suara berisik di depan pintu. 

***

Pukul Lima pagi aku sudah bangun, kulakukan rutinitas tiap pagiku yakni melaksanakan sholat subuh dan setelahnya aku mandi, beruntung di kamarku sudah ada kamar mandinya jadi aku tak perlu keluar kamar hanya untuk mandi. 

Setelah selesai melakukan semuanya aku melihat jam di layar ponselku,  ternyata waktu sudah menunjukkan pukul enam,  bergegas aku keluar kamar dan sarapan. Dan tentunya sarapan untuk diriku sendiri. Masa bodoh dengan Mas Indra dan keluarganya. 

Pagi ini aku sedang ingin sarapan nasi uduk Mak Ijah.  Biasanya Mak Ijah sudah buka dari jam setengah enam pagi.  Bergegas aku mengambil jaket dan memakainya, karena pagi ini udara lumayan dingin.

"Eh, Nak Nia,  tumben beli sarapan,  lama gak keliatan," ujar Mak Ijah padaku,  yah,  biasanya jika sarapan aku akan memasak sendiri,  dan sibuk di dapur untuk mengurusi segala keperluan Mas Indra kerja,  tapi hari ini dan seterusnya aku tidak lagi mau mengurus dirinya,  biar saja dia urus dirinya sendiri atau biar dia suruh Ibu atau adiknya untuk mengurus dirinya itu, jangan cuma mau uangnya saja.

"Ini pesanan, Nak Nia, " ucap Mak Ijah sembari memberikan nasi uduk pesananku. "

Setelah membayar sarapan yang aku beli,  aku pun bergegas untuk pulang ke rumah.  Aku memang sengaja ingin sarapan dirumah karena aku berniat membuat mereka ngiler dengan sarapanku ini. 

"Hihihi sedikit memberikan shock terapi gak apa kan? " gumamku dalam hati. 

***

"Darimana kamu Nia pagi-pagi sudah kelayapan," ternyata yang menyambutku adalah Mas Indra,  rupanya ia sudah bangun.

"Beli sarapanlah memangnya kemana? "

"Yaudah ayo kita sarapan,  sana kamu panggil Mimi dan Ibu,  kita sarapan bareng, " ujar Mas Indra memerintahku. 

"Emang siapa yang ngajak Mas sarapan? "

"Lah,  itu kamu beli sarapan buat kita kan? "

"Enak aja,  kalau mau sarapan belilah sana sendiri,  ini aku beli untuk diriku, Nia si cantika mantuliti," kutinggalkan Mas Indra yang masih terpaku mencerna ucapanku itu. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status