KU BUAT MISKIN SUAMIKU DAN KELUARGANYA
BAB 5
"Dengar ya, Mas, ini rumahku, dan yang membayar Bi Mar itu uangku, bahkan untuk makan kalian disini juga uangku, kalau kalian mau protes mending kalian keluar dari sini, aku tidak akan menangisimu si lelaki kikir bin medit bin benalu bin parasit, bukankah kau yang menjadikanku seperti ini? justru aku tenang jika hidup tanpamu, mending aku menjanda daripada hidup dengan suami sepertimu, " tandasku pada Mas Indra sebelum meninggalkannya sendiri terpaku di ruang tamu.
"Sudahlah Indra, Ibu sudah terbiasa dihina begini, memang kita ini orang miskin jadi kita harus terima apapun perlakuan orang pada kita, tapi, kenapa orang itu harus menantu Ibu sendiri, hiks hiks hiks, " aku pun menghentikan langkah, suara Ibu mertua tiba-tiba saja terdengar ditelinga ini dan membuat keadan tambah panas, aku sangat tahu kalau ia tengah bersandiwara.
"Cih, dasar drama sekali dia, apa dia tidak capek, hidupnya hanya dipenuhi dengan sandiwara, " gumamku lirih.
"Nia! Cepat kau minta maaf pada Ibuku! " suara Mas Indra memekakkan telinga, wajahnya memerah dengan tangan yang mengepal. Tapi entah kenapa sedikitpun aku tak gentar, rasa hormatku padanya juga pada Ibu Mertua, menguap tak bersisa.
"Aku? Minta maaf? Apa salahku? Aku bicara sesuai fakta kan, INI rumahku, bahkan kau datang kesini hanya membawa badan, kurasa jika orang yang mempunyai ini, akan tahu diri, tapi tidak denganmu! " ucapku sembari menunjuk pelipisku.
"Sialan kau Nia! " Mas Indra mendekatiku dengan nafas yang memburu, tangannya terangkat ke udara dan....
Plak....
Aku terhuyung ke belakang, Mas Indra menamparku dengan sangat kuat, perih rasanya wajah ini tak sebanding dengan rasa sakit di hatiku. Kurang ajar memang Mas Indra ini, masih bagus aku mau menampung dia dan keluarganya secara gratis di rumahku, tapi inikah balasan mereka padaku, masih dapat kulihat sekilas kala Ibu mertuaku menyunggingkan senyum sinis saat melihat anaknya menamparku.
"Oke para benalu, kita akhiri permainan ini sekarang juga," batinku geram.
"Kau berani menamparku? "
"Jika ada yang berani membuat Ibuku menangis, aku tak akan segan memukulnya, " ucap Mas Indra pongah.
"Baik, kalau itu maumu, silahkan bawa Ibu dan Adikmu keluar dari sini sekarang juga! " Mas Indra sontak membulatkan matanya karena ucapan tak terduga akhirnya keluar juga dari mulutku.
"Kau mengusirku? Hak apa kau mengusirku dari sini! Aku juga berhak tinggal disini karena ini juga rumahku! "
"Lihatlah wajahmu, Mas, kau adalah bentuk dari manusia yang tidak tahu malu, entah malumu itu sudah tergadaikan dimana, yang jelas kau adalah satu-satunya manusia tak tahu diri dan tak tahu malu, baik kalau kau tak mau pergi dari rumahku, biar aku yang pergi dari sini, kita lihat, bisa apa kau tanpa aku, " ucapku sinis.
Kupercepat langkahku menuju kamar Mbok Mar, kuperintahkan ia untuk mengemasi bajunya sekarang juga.
"Mbok, Mar, cepat beresi baju Mbok Mar sekarang juga! "
"Tapi kenapa Non? Maksud Non saya dipecat gtu? Apa saya ada buat kesalahan? "ucap Mbok Mar dengan suara bergetar, aku tahu ia pasti terkejut dengan keputusanku yang tiba-tiba.
"Sudahlah Mbok, ikuti saja perintahku, Mbok ikut saya pergi, tunggu disini, saya juga mau beresin barang-barang saya."
Setelahnya aku pun kembali ke dalam kamar dan bergegas membawa beberapa baju yang aku butuhkan, aku akan bikin perhitungan nanti dengan Mas Indra, percuma saat ini aku terus berdebat dengannya, yang ada aku yang akan kalah, karena tenaganya tentu jauh lebih besar dariku yang bertubuh mungil ini.
Kukemasi baju-baju kerja dan baju untuk santai ke dalam koper, tak lupa juga aku bawa perhiasan yang masih ada di dalam lemari ke dalam koper, karena aku tahu, jika disini tentu tidak akan aman.
Ketika aku sudah selesai menyusun barang yang kuperlukan tiba-tiba saja ada tangan yang melingkar di pinggangku. Sontak saja aku terpekik dan memutar badanku lalu mendorong sang pemilik tangan itu.
"Jangan kurang ajar kamu, Mas! " Mas Indra terjatuh kebelakang saat aku mendorongnya dengan kasar tadi.
"Kurang ajar gimana? Kamu itu masih istriku, dan malam ini aku menginginkanmu Nia, jangan menolak jika kau tak ingin dilaknat oleh malaikat Nia, layani aku dengan baik sekarang juga! "
"Cih! Kau minta saja Ibu atau Adikmu yang melayanimu!"
"Kurang ajar kau Nia! Makin lama mulutmu makin berbisa! Sepertinya mulutmu itu perlu di bungkam dengan bibirku, mari kita reguk indahnya malam ini sayang, " ucapan Mas Indra membuat bulu kudukku meremang, jujur nyaliku sedikit ciut, tapi aku tak mau terlihat takut dihadapannya. Aku masih mencoba tegak dan tegar di hadapannya.
"Jangan coba-coba kau menyentuhku. mas, atau aku akan laporkan perbuatanmu ke polisi! "
"Hahahaha laporkan saja Nia, kau pikir polisi akan mendengar ucapanmu? Ayolah kita masih suami istri yang sah, aku belum menalakmu, yang ada kau yang akan ditertawakan oleh polisi sayang."
Aku mematung, ucapan Mas Indra memang benar, kita masih suami istri, dan jika aku melapor suamiku akan memperkosaku tentu saja mereka akan menertawakanku. Saat aku tengah melamun aku merasakan bagian tubuh sensitifku ada yang menggerayangi, saat aku tersadar ternyata Mas Indra sudah memelukku dan melepas kancing bajuku, entah sejak kapan kancing baju ini terlepas.
Tentu saja aku memberontak, aku sudah tak sudi lagi disentuh oleh Mas Indra, dia kira aku inu keset apa, bahkan serang pelacurpun harus dibayar jika ingin menggunakannya, masa aku yang statusnya istri sah tidak mendapatkan hak dari orang yang statusnya suamiku.
Aku terus mencoba melepaskan diri dari cengkraman Mas Indra, tenaganya cukup kuat untuk perempuan bertubuh kecil sepertiku, tapi aku tak hilang akal.
Satu detik....
Tiga detik....
Lima detik... aku tetap diam tidak lagi melawan.
"Begitu dong sayang, kalau suami minta itu ya pasrah, ini kan hak ku, kalau kau menolak maka kau akan dilaknat oleh malaikat, " ucap Mas Indra masih dengan aksinya.
Hingga sampai saatnya Mas Indra lengah dan melepas cengkraman tangannya pada tanganku, aku secara tiba-tiba menendang pusakanya, tidak kencang memang tapi kurasa cukup membuat Mas Indra kesakitan, itu terlihat dari suara erangannya.
Kupasangkan kembali kancing bajuku yang sudah terbuka, dan bergegas mengambil tas da koperku. Sebelum aku benar-benar pergi, ku sempatkan untuk memberi beberapa kalimat pada Mas Indra.
"Itu pantas didapatkan seorang pecundang sepertimu, dan jangan senang dulu jika aku memutuskan pergi saat ini, karena aku akan kembali untuk memberi pelajaran pada kalian semua, aku mengalah saat ini bukan karena aku kalah, tapi aku mengalah untuk menang, camkan itu! " ucapku dengan Mas Indra yang masih memegang barang berharganya sembari meringis kesakitan.
"Nia jangan pergiiii! " pekik Mas Indra, tapi aku tak menghiraukannya. Aku terus berjalan keluar kamar, dan ternyata Mbok Mae sudah siap dan tengah menungguku di ruang tamu dengan barang bawaannya.
"Sudah siap, Mbok? Ayo ikut Nia masuk kedalam mobil," Mbok Mar pun mengikuti langkahku masuk ke dalam mobil. Sedangkan Ibu dan juga Mimi entah sedang apa mereka aku pun sudah tak peduli lagi. Kita lihat saja besok bisa apa mereka tanpaku dan Mbok Mar, dan besok akan aku berikan kejutan untuk para benalu tu
Saat itu juga darah mengalir dari kedua pangkal pahaku hingga aku berteriak kesakitan. Saat itulah para penjaga bergegas membawaku ke rumah sakit.Sesampainya di rumah sakit aku segera dibawa ke ugd, tapi karena aku merasa sudah tidak kuat menahan sakit yang menjalar di sekitar tubuhku tiba-tiba saja pandanganku berubah menjadi gelap.Saat aku terbangun, aku sudah mendapati diriku di ruangan perawatan dan ada dua orang penjaga yang menungguku disana. Waktu kuraba perutku aku mulai gusar karena mendapati perut yang sudah rata."Bu, bayiku mana?" ucapku kala itu pada penjaga yang belum menyadari kalau aku sudah sadar."Bu Risa sudah sadar? Tunggu sebentar ya, biar saya panggilkan do
Selama ini pun aku tak pernah mencari dimana keberadaan Risa, jujur hingga saat ini apa yang Risa perbuat masih belum bisa kumaafkan, saat ini aku hanya fokus untuk kerja dan mencari uang, rencananya aku ingin meminta Mimi untuk kembali melanjutkan kuliahnya yang sempat terputus karena keterbatasan biaya."Ndra, ini surat apa?" ucapan Ibu membuyarkan lamunanku tentang kehidupan masa laluku. Saat ini aku baru saja pulang dari tempatku bekerja."Oh, ini undangan pernikahan Nia dengan Pak Angga, Bu.""Maksud kamu Nia mantan istri kamu?" ucap Ibu sembari meletakkan teh hangat di depanku, Ibu memang selalu membuatkanku teh atau kopi setiap aku baru pulang kerja."Iya, Bu, Nia mantan istriku
Flashback onSeperti biasa jika pagi sudah menyapa, seorang penjaga yang ditugaskan Tedi untuk bersih-bersih rumah atau markas Tedi dan teman-temannya akan datang untuk membersihkan rumah tersebut, mulai dari menyapu, mengepel, serta mencabuti rumput jika dirasa sudah panjang. Tapi pagi itu si penjaga rumah dikejutkan dengan sosok Tedi yang sudah terbujur kaku tanpa mengenakan busana, dengan mata melotot bibir mengeluarkan busa putih, serta warna kulit yang sudah mulai membiru pucat."Allahu Akbar! Mas Tedi, kenapa, Mas!" pekik si penjaga tersebut. Usahanya membangunkan Tedi sia-sia, karena Tedi sudah tak lagi bernyawa.Tak mau dijadikan salah tuduhan si penjaga itu pun bergegas untuk menghubungi pihak kepolisian. Tak berselang lama, para polisi yang di tel
Sebelum memutuskan untuk benar-benar pergi, aku bergegas memakai pakaian ku, lalu dengan setengah berlari aku masuk kedalam mobil Tedi dan menghidupkan mesinnya lantas segera pergi dari rumah terkutuk itu.***Aku berhenti di jalanan yang lengang, aku melihat kanan, kiri dan sekitarnya, saat kurasa aman ku matikan mesin mobil lalu aku keluar dari mobil, kubuka penutup tangki bensin mobil lalu aku menghidupkan korek api yang terbuat dari kayu, lantas aku memasukkannya ke dalam tangki bensin. Dengan cepat aku berlari menjauh dari mobil Tedi sebelum mobil itu meledak, meskipun dengan susah payah aku berlari karena perutku yang buncit ini, hingga akhirnya...Duar....Mobil meledak dan terbakar, a
"Oke deh, aku tunggu," ucapku dengan sumringah. Mataku berbinar membayangkan aku kembali akan menikmati barang itu, entah kenapa hari ini aku hanya ingin ditemani oleh Tedi saja, mungkin ini bawaan si utun di dalam rahimku.Bergegas aku mengganti pakaianku, aku tak terbiasa memakai pakaian seksi jika sedang keluar maupun di rumah. Itu sengaja kulakukan agar orang lain tidak tahu sepak terjangku. Terkadang aku merutuki kebodohan orang-orang yang dengan berani live di sosmednya saat mereka tengah berpesta sabu, justru mereka membuat lubang neraka untuk hidup mereka sendiri, itulah aku katakan mereka itu bodoh bin tolol. Kalau mau bersenang-senang ya sah-sah saja, tapi tak perlu juga di umbar seperti itu hingga seluruh dunia tau kebodohan mereka.Ah, kenapa aku jadi mikirin hal gak jelas kayak tadi sih, inilah akibat k
"Nia? Kamu tak apa?" tanyaku khawatir."Yang kamu lihat gimana?""Maaf, aku gak sengaja, sini aku bantu," ucapku mencoba membantu Nia berdiri tapi tanganku ditepis oleh Nia."Gak usah, aku bisa sendiri!"Kutarik kembali tanganku dari depan Nia, Nia kini sudah berdiri dihadapanku, ah, betapa indah makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini."Mas, minggir aku mau lewat!" suara Nia membuyarkan pikiranku yang entah lagi kemana. Kumiringkan tubuh ku agar Nia bisa lewat, hingga saat tubuh Nia berada didekatku tanpa sengaja aku mencium aroma shampo dari rambut Nia yang tergerai indah. Dan refleks aku memeluk Nia dan membenamkan kepalak