Share

Bab 2

Author: Fahira Khanza
last update Huling Na-update: 2022-06-15 15:13:26

Belasan menit kendaraan roda duaku melesat membelah jalan raya. Seketika kupelankan laju kendaraanku lalu kuhentikan di pinggir jalan saat aku mengingat sesuatu. Aku baru kepikiran, tak mungkin aku membuntuti kemana perginya Mas Yoga dengan memakai kendaraan dan juga baju yang saat ini melekat di tubuhku. Tentu saja ia akan mengenaliku. 

Akhirnya aku melajukan kendaraan roda duaku ke arah rumah temanku yang bernama Indah. Kebetulan rumahnya tak jauh dari sini. Hanya membutuhkan waktu lima menit untuk sampai di rumah Indah, apalagi satu arah juga arahnya.  

Kini aku sudah masuk ke dalam halaman yang rumahnya terlihat begitu sederhana tersebut. Saat baru saja aku mematikan mesin motorku, tiba-tiba terlihat Indah berjalan ke luar rumah. 

Aku melepas helm yang kukenakan, menentengnya sembari berjalan mendekat ke arah di mana Indah berdiri. 

"Mau ke sini kok nggak kabarin dulu?" ucap Indah saat kami berpelukan. 

"Iya, Maaf. Kedatanganku ke sini ada sesuatu yang sangat penting."

Indah mengerutkan dahinya sembari menatapku dengan lekat. 

"Ndah, aku mau pinjam sepeda motor kamu boleh?"

"Boleh. Pakai saja, tidak masalah," ucap Indah. 

"Yuk ke dalam dulu. Aku buatin minum. Ibu dan Bapak masih di toko," lanjut Indah. 

"Maaf, Ndah. Mungkin lain kali. Aku sedang buru-buru. Ada sesuatu hal yang sangat penting," ucapku menolak ajakan Indah. 

"Kenapa? Ada masalah apa? Apa ada yang bisa aku bantu?" Rentetan pertanyaan dilontarkan oleh Indah. 

"Kali ini aku nggak bisa menceritakannya dulu, Ndah. Soalnya aku masih menyelidiki. Takutnya hanya dugaanku saja, lalu menimbulkan fitnah."

"Soal rumah tangga kamu?" 

Aku mengangguk ragu. 

"Ya sudah. Aku ambilkan dulu kuncinya. Duduklah dulu," ucap Indah. 

Aku hanya berdiri di tempat, tidak mengikuti apa yang Indah perintahkan. Bagaimana bisa aku duduk jika pikiran ini sedang terasa kacau? 

"Ini kuncinya," ucap Indah sembari menyerahkan kunci motornya. 

"Ndah ...."

"Ya? Ada yang kamu butuhkan lagi? Katakanlah," ucap Indah sembari tersenyum. 

"Aku pinjam jaket kamu, ya. Takutnya nanti Mas Yoga mengenali keberadaanku."

Betapa tak tahu dirinya aku, sudah meminjam motor, eh, tambah lagi pinjam jaket. 

"Ok, aku ambilkan dulu."

Setelah Indah menyerahkan jaketnya, bergegas aku mengendarai motor matic milik Indah. 

Sebelum aku benar-benar pergi dari sana, Indah berpesan jangan sampai aku gegabah dalam bertindak. Mungkin sahabatku itu mengerti permasalahan apa yang sedang mengukung diriku. 

Aku melajukan kecepatan roda duaku menuju ke arah butik itu. 

Aku menghentikan kendaraan tepat di depan bangunan sebuah butik yang terbilang besar dan mewah. Tentu tak sembarang orang bisa membeli pakaian di sini. 

Aku mengedarkan pandang, memastikan kalau nama butik itu sama dengan nama butik yang disebutkan oleh Mutia tadi. 

"Benar, tidak salah lagi," ucapku kemudian. 

Bergegas aku melajukan kendaraan masuk ke dalam area parkir. Saat baru saja aku ingin melepaskan helm yang aku kenakan, tiba-tiba sebuah mobil yang sangat aku kenali berhenti tepat di sebelah kendaraanku. 

Jantungku terasa berdebar lebih kencang. Aku memperhatikan penampilanku melalui spion motor. Membenarkan letak masker dan juga hijabku dengan benar. 

Ya, tadi aku memang sengaja mengenakan hijab. Sengaja berpenampilan berbeda dari hari-hari biasanya. Tentu agar tak dikenali oleh Mas Yoga. 

Cepat kugantung helm di spion motor, bergegas aku berjalan menuju ke arah butik. Aku terus melangkah, hingga akhirnya aku sudah berada di dalam butik. 

Aku memindai ke segala penjuru, langkahku tertuju pada sebuah manekin yang berbalut gaun berwarna putih. Tentu terlihat begitu cantik sekali. 

Saat aku pura-pura mengamati gaun tersebut, tiba-tiba ada seorang perempuan menggeser tubuhku dengan kasar. 

"Ini gaun pesanan saya. Jangan pegang!" ketus perempuan berambut hitam dan lurus sebatas bahu. 

Tak mau berbuat ribut, akhirnya aku meninggalkan perempuan itu. Bukan karena aku takut, aku hanya tak mau membuat keributan di dalam sini, apalagi saat aku sedang mengintai pergerakan Mas Yoga. 

Akhirnya aku memilih duduk di sebuah kursi yang sudah disediakan oleh butik. Aku memainkan ponselku dengan wajah yang masih tertutup masker dengan sempurna dan juga kaca mata hitam yang menyamarkan manik hitamku. 

Tak berselang lama, aku seperti mencium aroma parfum yang sangat kuhapal siapa pemiliknya. Jantungku berdebar saat menolehkan kepala, ternyata benar, Mas Yoga tengah melintas di sampingku. 

Alangkah terkejutnya diriku saat tiba-tiba Mas Yoga langsung memeluk tubuh perempuan yang tadi sempat bersikap ketus itu padaku dari arah belakang. Semakin terkejutlah aku saat melihat dengan kedua bola mataku Mas Yoga mencium mesra pipi perempuan itu. 

Benar-benar tak tahu malu sama sekali. Padahal di sampingnya jelas-jelas ada seorang pegawai butik yang menemani perempuan yang sekarang kutebak adalah selingkuhan Mas Yoga itu sedari tadi. 

Memang mereka sama-sama tak tahu malu. Mendapatkan perlakuan seperti itu, sang wanita membalas ciuman suamiku dengan begitu mesra. 

Sayang sekali, aku tak sempat mengabadikan peristiwa bertemunya sepasang sampah itu. 

Aku menyandarkan tubuhku di sofa dengan ponsel pura-pura kumainkan di tanganku. Padahal tanpa sepengetahuan mereka, aku sedang memfoto lalu merekam aktifitas mereka di sini. 

Tak bisa dipungkiri, rasa gemuruh terasa begitu membuncah. Ada rasa cemburu, sakit hati yang menyeruak di dalam sini saat melihat suamiku bersikap mesra dengan perempuan itu. 

Sempat sejenak tadi kami saling bersitatap. Jika kecantikannya djbandingkan denganku, tentu jauh lebih cantik aku. Hanya saja dia lebih terlihat montok saja. 

"Bagus nggak, Sayang? Aku mau pakai gaun ini di acara pernikahan kita." 

Deg. 

Seketika jantungku seperti berhenti berdetak saat mendengarkan kalimat itu. 

Jujur, saat aku membaca pesan wanita itu di ponsel suamiku, sedikit pun tak terbersit dalam benakku jika akan terjadi pernikahan di antara mereka. Aku hanya menduga dan menerka jika hanya ada perselingkuhan diantara mereka dan tak berpikir sejauh itu. 

"Bagus, Sayang. Kalau pakai baju ini, pasti kamu terlihat semakin cantik."

Emosi seketika naik ke ubun-ubun. Rasanya ingin kucekik, kutendang, dan kuhajar lelaki itu saat ini juga. 

Sepasang durjana dan durjanawati itu saling tatap lalu melempar senyum. Tangan kiri Mas Yoga melingkar mesra pada pinggang perempuan itu. 

Sabar, Rena ... sabar ....

Aku meredamkan gejolak emosi dengan berkali-kali menghela napas panjang dan kukeluarkan secara perlahan. Jangan sampai karena emosi, aku akan bertindak dengan gegabah lalu rencana yang telah kususun menjadi berantakan. 

Untuk sementara waktu, aku harus bisa menahan diri kuat-kuat. Aku akan mengabadikan momen mereka berdua, tentu untuk menyerang mereka pada akhirnya. 

"Tunggu permainanku, Mas ...," geramku di dalam hati. 

Terlihat perempuan itu mengitari gaun yang terpasang pada manekin tersebut. 

"Kamu suka yang ini?"

Perempuan itu mengangguk cepat. 

"Pokoknya, di acara pernikahan kita nanti, aku harus lebih tampil cantik daripada istri kamu itu, Mas!"

Untuk ke sekian kalinya aku dibuat terkejut. Betapa tak ada harga dirinya perempuan itu. Dia sudah tau kalau Mas Yoga adalah seorang lelaki beristri, dan dia memilih menjadi yang kedua? 

Benar-benar keterlaluan. 

Kok ada perempuan yang rela menjadi yang kedua. Entah apa yang dia incar dari suamiku. Soal wajah, biasa saja. Soal harta pun suamiku juga tidak terbilang kaya. Hanya memiliki satu rumah makan yang selama ini kami rintis bersama. 

"Jangan bandingkan kamu dengan dia. Kamu dan Rena tentu jauh berbeda, Sayang."

Ya, Tuhan ... seperti ini kah sosok lelaki yang Engkau pilihkan sebagai jodohku? 

Aku benar-benar tak menyangka kalau Mas Yoga berbuat sedemikian rupa.

Baru saja merasakan hidup enak sedikit, kau sudah berani berulah, Mas. 

Aku menyaksikan kejadian di depan mata. Melihat kemesraan yang dilakukan oleh suamiku beserta perempuan murahan itu. Mereka sangat serasi. Sama-sama tak lebih dari seonggok sampah. 

Tak berselang lama, pegawai itu melepaskan gaun dengan full payet itu dari manekin. Setelahnya, aku bergegas keluar menuju ke arah parkir. Menuju ke arah di mana motorku terparkir. 

Aku melajukan kendaraan roda duaku keluar dari halaman butik lalu berhenti di seberang jalan sembari menunggu keluarnya Mas Yoga dari dalam sana. 

Entah kenapa kali ini firasatku merasa begitu tak enak. Apalagi saat teringat perempuan itu mengatakan ingin memberikan kejutan untuk suamiku karena sebentar lagi ulang tahun. 

Wajah perempuan itu terus memenuhi isi kepalaku. Entah apa yang dilihat dari perempuan itu oleh suamiku. Kalau soal kecantikan, masih jauh lebih cantik aku. Menurutku, dia hanya lebih montok saja. 

Belasan menit menunggu, akhirnya mobil yang ditumpangi oleh suamiku keluar dari halaman butik. Cepat kunyalakan mesin motor lalu mengikuti ke mana arahnya kepergian mereka.  

Kulajukan kendaraan yang kutumpangi dengan kecepatan sedang. Sesuai dengan laju kendaraan Mas Yoga. Jangan sampai kehilangan jejak. 

Akan tetapi, seketika keningku berkerut saat motor melaju dengan berbeda. Ada sesuatu yang salah. Cepat kutepikan roda duaku lalu berhenti di bahu jalan. 

Aku turun dari kendaraan lalu dengan sedikit membungkuk melihat roda kendaraan bagian belakang. 

"Astaga ...." Aku menangkup wajahku dengan kedua telapak tanganku saat mendapati roda bagian belakang telah kempes. 

Aku memukul jok motor dengan perasaan yang begitu kesal. Berkali-kali aku menghembuskan napas kasar. 

Aku menolehkan kepala ke arah ke mana tadi lajunya kendaraan Mas Yoga, akan tetapi kendaraan itu sudah tak terlihat. 

Berkali-kali aku merutuki diriku sendiri. Padahal aku masih bersemangat untuk mengikuti ke mana perginya suamiku, akan tetapi sepertinya nasib baik masih berpihak pada Mas Yoga. 

Entah kenapa firasatku merasa begitu tak enak mengingat sepasang orang dewasa yang pergi berduaan. 

Lagi-lagi aku hanya bisa menghembuskan napas kasar. 

Pandanganku menatap ke segala penjuru, melihat apakah ada tukang tambal ban atau tidak. 

"Syukurlah ...."

Aku bernapas lega saat tak jauh dari tempatku, aku bisa melihat adanya tukang tambal ban yang saat ini kubutuhkan. 

Cepat kutuntun roda duaku ke sana. 

Puluhan menit menunggu, akhirnya selesai sudah. Bergegas kulajukan kendaraanku menuju ke arah rumah Indah. 

Mungkin lain kali aku bisa mendapatkan bukti sebagai alat untuk menyerang suamiku. 

Kukembalikan motor yang tadi kusewa. Setelah sedikit berbasa-basi, bergegas aku berpamitan untuk pulang. Kali ini aku pulang dengan perasaan kesal, dan kecewa. 

Aku memarkirkan roda duaku di garasi, setelahnya aku berjalan masuk ke dalam rumah. Kuletakkan kembali tas ransel yang tadi sempat kubawa untuk pura-pura pulang ke rumah orangtuaku. 

Aku mendaratkan tubuhku di tepi ranjang dengan sedikit menghentak. Rasanya masih begitu kesal sekali saat rencanaku untuk membuntuti Mas Yoga telah gagal. 

Mataku memindai ke segala sudut ruangan, hingga pada akhirnya pandanganku berhenti pada sebuah meja kerja yang berada di sudut ruangan. 

Aku bangkit dari tempat dudukku lalu berjalan menuju ke arah sana. Entah kenapa aku akan menemukan sesuatu dari sini. Bukankah insting seorang istri tak pernah salah?

Aku membuka laci demi laci yang ada di meja kerja suamiku. Kukeluarkan apapun dari dalam sana. Hingga pada akhirnya laci yang paling bawah yang menjadi incaranku. 

Saat laci paling bawah berhasil kubuka, tak kutemukan apapun di sana. Hanya ada sebuah kain yang memang kugunakan sebagai alasnya. 

Kutarik lebih dalam laci tersebut. Akan tetapi, tiba-tiba mataku menangkap sesuatu yang menyembul dari sudut laci paling dalam dan terletak di bawah kain tersebut.

Keningku berkerut, akhirnya cepat kuambil barang yang kutemukan itu. Aku menatap benda yang ada di tanganku hingga membuat jantung ini berdegup lebih kencang.  

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Widodo Ratno Prasetyo
Awalnya motor pinjam dr teman, tapi ada kalimat mengembalikan motor yg kusewa...aneh
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Kugadai Harta Suami Yang Berselingkuh   Ending

    Rasanya masih seperti mimpi melihat makam Yoga. Rasanya suara hinaan, cacian, dan bentakan itu masih terdengar nyata di telinga Mutia. Tapi kini seseorang yang sudah menghina, menzolimi dirinya sudah tidak ada lagi. Entah Mutia harus merasa lega atau tidak. Mutia tidak tau. Sekarang yang terasa hanya ruang hampa.***Tak terasa 1 Minggu telah berlalu. Setiap harinya kesehatan ibu mertua Mutia berangsur membaik. Bahkan kata dokter, Ia sudah bisa pulang besok siang.…Keesokan harinya,Mutia tengah melipat pakaian dan memasukkannya ke dalam tas, ketika Ibu mertuanya membuka mata setelah tertidur cukup lama. Mutia yang menyadari ibu mertuanya telah sadar langsung menghampiri ibu mertuanya tersebut.“Bu, ibu sudah sadar?” tanya Mutia lembut.Sang ibu mertua hanya bisa menatap Mutia nanar, mulutnya yang setenga miring itu, hanya bisa terbuka tertutup tanpa mengeluarkan kata. Hanya sebuah suara samar yang menunjukkan penyakitnya.“Bu, makan dulu, ya, Mutia suapi Ibu,” ucap Mutia lembah lemb

  • Kugadai Harta Suami Yang Berselingkuh   Bab 136

    Setelah melakukan serangkaian keagamaan, akhirnya Yoga pun dibawa ke liang kuburnya.Melihat Yoga dikubur, membuat perasaan Mutia sedikit tidak karuan. Tidak ada air mata, tapi tidak ada juga rasa bahagia suka cita.Mutia merasa mungkin ini pembalasan dari Tuhan, untuk semua kesakitan dan penderitaan yang telah ia terima dari suaminya yang selalu menyakiti dirinya. Tapi di satu sisi, Mutia juga kembali teringat akan masa lalunya, yang sempat bahagia bersama Yoga. Bagaimanapun juga Yoga pernah menjadi hal yang paling membuat Mutia bahagia dalam hidupnya.***Kabar Yoga sudah tidak ada akhirnya sampai ke telinga sang mantan istri, Rena. “Apa, Mas Yoga? … Innalilahi wa innalilahi rojiun,” ucap Rena yang masih tak percaya dengan kabar yang baru ia dengar.Ternyata seorang kerabat yang ikut hadir dalam pemakaman Yoga, mengetahui keberadaan Rena, dan memberitahukan kepada Rena tentang kondisi Yoga.“Terima kasih sudah memberitahu.” Rena menutup telepon nya.“Ada apa Ren,?” tanya Ibunya Re

  • Kugadai Harta Suami Yang Berselingkuh   Bab 135

    Seketika suasana warung menjadi lebih ramai dan kacau akibat perkelahian Yoga dan Tono. Tapi jujur saja, walaupun keduanya sama-sama mabuk, tetap saja Yoga tampak jauh lebih unggul untuk memberikan hantaman demi hantaman kepada Tono. Tono semakin kehilangan kesadaran.Walaupun sudah mendapatkan serangan bertubi-tubi dari Yoga, tidak lantas membuat Tono menyerah dari Yoga. Tono justru semakin berniat untuk menghabisi Yoga. Dilihatnya oleh Tono sebuah pisau tergeletak bebas di atas meja, entah habis digunakan untuk apa, tapi ada pisau di sana. Tanpa ragu Tono segera meraih pisau tersebut.Dengan gelap mata, semuanya pun terjadi dengan cepat.JLEB!Pisau tersebut berpindah posisi. Tono berhasil menusukkan pisau tersebut menembus tubuh Yoga.Tidak puas dengan satu kali tusukan, Tono menusuk beberapa kali tubuh Yoga hingga Yoga akhirnya tak sadarkan diri.Suara teriakan para wanita yang melihat kejadian tersebut sontak membuat para warga sekitar yang berada di sana langsung berdatangan mel

  • Kugadai Harta Suami Yang Berselingkuh   bab 134

    “Apa, Stroke?” Mutia begitu terkejut setelah mendengar diagnosa dokter terhadap ibu mertuanya.“Iya, kemungkinan itu yang terjadi setelah kami memeriksa kesehatan Pasien tadi,” ucap sang dokter. “Tapi untuk mengetahui lebih dalam apa penyakitnya, kita memerlukan waktu lebih.”Mutia mulai tampak kebingungan. Kabar tidak enak ini terlalu mendadak untuk ia tanggung sendiri. “Tapi ibu mertua saya akan sembuh kan, Dokter?” tanya Mutia penuh harap.“Kemungkinan sembuh ada, tapi mungkin tidak sesehat sebelumnya,” jawab sang dokter. “Sebaiknya kita berdoa saja semoga Bu Leha cepat sadar dan pulih kembali.”Sudah kurang lebih dua jam Mutia menunggu mertua kejamnya itu di rumah sakit. Sudah berulang kali Mutia mencoba menghubungi suami dan iparnya, tapi tetap tidak ada yang menjawab. Lelah, capek, sakit hati, semua Mutia rasakan saat ini. Ingin rasanya Mutia berteriak sekencang mungkin mengeluarkan semua beban yang terasa di dalam dada. Tapi apa daya, Mutia tidak bisa melakukan semua itu. Mut

  • Kugadai Harta Suami Yang Berselingkuh   Bab 133

    "Sialan! Kau sembunyikan dimana uangku, Mutia!" pekik wanita paruh baya itu saat tak menemukan apa yang ia cari di segala tempat. "Mutia nggak ambil uang milik Ibu ....""Halah! Nggak usah bohong kamu! Balikin uangku!" Sang ibu mertua melangkah mendekat ke arahnya dengan tatapan tajam. Seketika perasaan Mutia menjadi tak enak. Hingga jantung pun terasa seperti berdegup lebih kencang.Rasanya ingin melawan, tapi entah mengapa tenaga seperti sudah hilang. Apa ini karena Mutia masih menghormati orang tua suaminya itu? ataukah Mutia hanya berlarut dalam rasa bersalah, dan ini harga yang harus ia bayar?Mutia hanya bisa terus berusaha memberontak tanpa melawan. Air mata yang menetes pun seperti tidak akan membuat Ibu mertuanya iba akan kesakitannya. Kini semakin jelas Mutia merasa sebegitu hina dirinya di mata mertuanya, padahal setiap hari Mutia rasanya sudah cukup berkorban menahan hati melayani keluarga ini. Apa tidak sudah ada rasa kasihan, atau rasa iba kepada dirinya?“Bu, sakit Bu

  • Kugadai Harta Suami Yang Berselingkuh   Bab 132

    Kedua telapak tangan Mutia terbuka dan terangkat sebatas dada. Dengan bibir bergetar, ia ucapkan permohonan ampun pada Sang Pemilik Kehidupan setelah ia lakukan beberapa rakaat shalat taubat. "Ampuni hamba, Ya Allah. Ampuni Hamba ...." Suara itu bergetar dengan tubuh yang terguncang. Air mata terus bergulir dengan begitu derasnya. Hingga menciptakan jejak-jejak air mata di wajahnya. Air mata itu terus keluar, sebagai bentuk penyesalan yang teramat dalam. Belasan menit ia memohon ampun, ada rasa kelegaan tersendiri yang dirasakan oleh Mutia."Ha ha ha, apa yang kau lakukan, Mutia?" Suara tawa terdengar begitu menggema. Suara yang berasal dari Yoga yang baru saja membuka pintu kamar lalu melihat sang istri sedang bersujud dengan balutan mukena di tubuhnya. Mutia langsung mengangkat kepalanya. Ia duduk lalu menolehkan kepala ke arah sang suami yang terus tertawa. Mutia tau, dia telah ditertawakan oleh sang suami. "Tumben sekali kau sholat? Apa kau sadar jika dirimu penuh dengan dos

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status