Mila mulai histeris. Dia menangis tersedu-sedu dan bicaranya juga mulai ngelantur ke mana-mana. Dia menyebut-nyebut kalau dirinya sudah berusaha menjadi istri yang baik, bahkan merelakan diri untuk membiarkan Raka hidup dari hartanya.Semua itu awalnya membuat Raka biasa saja. Dia masih berusaha untuk menenangkan hati karena bagaimanapun posisinya memang sedang kacau. Kalau Raka tidak bisa mengendalikan diri, yang ada semua rencananya juga akan berantakan. "Kamu itu memang suami yang tidak berguna, Mas! Aku itu sudah berusaha untuk memberikan cinta sepenuh hati kepadamu. Bahkan rela melakukan apa saja. Aku tidak keberatan kalau kamu numpang hidup dan memakai uangku, tapi apa ini? Kamu masih saja melakukan hal-hal yang buruk kepadaku. Tidak pernah perhatian dan selalu saja memihak kepada ibumu. Apa kamu tidak tahu ibumu itu jahat, Mas? Bukan hanya kepadaku, kepada mantan istrimu juga!" seru Mila sembari berteriak.David dan Aldo masih saja menjadi pendengar yang baik, tetapi dalam dia
Kala Lusi dibawa-bawa, David langsung mengepalkan kedua tangannya. Tetapi tentu saja pria itu tidak akan langsung mengamuk. Dia masih berpikir jernih untuk tidak memperlihatkan kemarahan di depan Raka. Bisa-bisa pria itu mengurungkan niat untuk melepaskan Mila. Walaupun David memberikan pilihan yang sulit kepada Raka, tetapi kesempatan seperti ini tidak akan datang dua kali. Seorang suami yang rela melepaskan istri tak berguna seperti Mila demi untuk mencapai sebuah kesepakatan berupa materi, uang."Jadi, kamu rela berbohong agar aku bisa berpisah dengan Lusi, begitu? Atau memang selama ini kamu sengaja mendekatiku agar kamu bisa menghancurkan hidup Lusi atau kamu punya dendam di masa lalu kepada mantan istriku?" tanya Raka mencecar. Mila memejamkan mata. Kalau seperti ini dia takut emosinya meledak dan akan membuat kekacauan yang semakin bertambah. "Sudahlah, Mas. Jangan ungkit masa lalu. Aku tahu, aku salah. Tapi aku akan jelaskan semuanya nanti. Tidak sekarang. Kali ini tolong s
Raka melihat wajah Mila yang frustrasi. Istrinya itu seperti ketakutan dan tidak menyangka dengan pilihan yang diambil oleh suaminya, tetapi mengingat sejauh mana kebohongan yang dilakukan Mila membuat Raka akhirnya menyampingkan semua rasa kasihan itu di hatinya. Hanya saja, tampaknya pria itu harus menggunakan kesempatan ini untuk bertanya langsung kepada Mila tentang semua kebenaran yang diucapkan oleh Maura."Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, jawab dulu pertanyaanku," ucap Raka, tiba-tiba saja membuat Mila diam. Isakan Mila juga ikut berhenti. Entah kenapa hatinya merasa gundah mendengar semua itu, takut kalau Raka tiba-tiba saja mengatakan sesuatu yang membuat Mila tak berkutik dan tidak bisa menjawabnya."Apa benar kamu masih punya keluarga dan seorang adik?" tanya Raka, langsung membuat wajah Mila menegang. Air mukanya pucat, menandakan kalau wanita itu mengakui apa yang dikatakan oleh Raka. Sang pria memejamkan mata sembari memijat pelipis yang berdenyut. "Terlihat dari e
"Tenang saja, Nona. Jangan marah-marah seperti itu. Kalau kamu memang ingin mengamuk, keluarkan saja kepada suamimu," Ucap David dengan santai. Di saat mereka sedang berbicara seperti itu, tiba-tiba saja ponsel David berdering. Dia tak melihat siapa yang menelepon. Pria itu tahu kemungkinan besar yang meneleponnya adalah Raka.Tanpa banyak bicara David langsung mengangkat telepon dari seberang, tanpa melihat layar ponsel. Bahkan dengan niat yang penuh, David mengeraskan suara pembicaraan mereka di ponsel. "Halo?" tanya David.Pria itu memberikan isyarat kepada Aldo dan Mila untuk menutup mulut dengan menempelkan jari telunjuk di bibirnya sendiri."Halo, David. Ini aku Raka."Mendengar suara Raka, Mila terkesiap. Dia tiba-tiba saja menjerit. "Mas Raka. Tolong aku Mas. Aku ada di sini. Tolong bebaskan aku, Mas!" seru Mila tiba-tiba saja membuat Raka yang ada di seberang sana terkesiap. Dengan sigap Aldo menutup mulut Mila dan memegangi tangannya, agar wanita itu tidak bergerak. "Ap
Tempat pukul 07.00 pagi, David ternyata sudah datang. Pria itu seperti biasa duduk di kursi kebesarannya. Mila yang ada di kamar pun disuruh untuk keluar. Perasaan wanita itu berkecamuk, tak tahu apa yang akan terjadi kepadanya. Yang pasti hari ini dia harus berusaha untuk bersikap baik kepada David, agar pria itu memberi pengampunan kepadanya. Setidaknya membiarkan dia berkeliling di tempat ini. Stres terus-terusan dikurung di kamar. Mungkin perkataan Aldo benar, dia harus banyak berpikir jernih dan tidak melawan. Walaupun sebenarnya dalam hati wanita itu ingin berontak, keluar dari tempat ini. Tentu tidak semudah itu, jadi jalan satu-satunya adalah melakukan hal-hal kecil agar dia bisa membuka ruang untuk kabur dari tempat ini. Mila duduk tepat di depan David, tetapi di sebuah kursi tanpa ukiran apa pun. Sementara pria itu duduk di kursi yang megah seperti seorang raja yang ada di singgasana. David tersenyum miring, dia melihat penampilan Mila begitu menyedihkan. Terlihat jelas
Pagi-pagi sekali pintu kamar Mila diketuk oleh Aldo. Wanita itu terkesiap. Sebelumnya dia masih berpikir apa yang dilakukan oleh Aldo pagi sekali. Biasanya pria itu akan mengantarkan sarapan pukul 07.00 pagi, ini baru pukul 06.00 tapi pria itu sudah mengetuk pintu. Sang wanita tiba-tiba saja berharap kalau Aldo akan membebaskannya, atau setidaknya membiarkan Mila untuk jalan-jalan di sekitar rumah megah ini. Suntuk ketika seharian di kamar. Walaupun ada televisi, tetapi dia tidak bisa menggunakan ponsel. Entah bagaimana butiknya dan juga Raka saat tahu dirinya tidak juga pulang. Mila jadi penasaran juga apakah Raka akan mengkhawatirkannya atau tidak. Ketukan yang ketiga kali membuat Mila tersadar, wanita itu pun menyuruh Aldo masuk. Sebenarnya kunci itu memang ada di tangan Aldo, tetapi pria itu mengetuk takut jika Mila sedang melakukan aktivitas lainnya atau tertidur atau dengan hal-hal privasi lain yang seharusnya tidak dilihat oleh Aldo. Sejauh ini Aldo tahu batasannya sendiri