Setelah kepulangan Lusi, Devan hanya menyendiri di pojokan sel. Beberapa napi yang terus mengolok-oloknya tak dihiraukan oleh pria itu. Sekarang hatinya membara. Kalau tahu begini, mungkin dari dulu dia akan melepaskan Arya dan membiarkan pria itu keluar. Pantas saja, rasanya aneh. Arya adalah orang kaya raya, tetapi kenapa mau bekerja dengannya? Alasan membantunya itu malah membuat Devan berpikiran positif dan terlalu percaya. Harusnya dari awal saat Arya melarangnya untuk mencari pengganti almarhumah istrinya, kala itu pula dia harus mulai curiga. Namun, karena rasa belas kasihan dan juga berpikir jika Arya adalah saudaranya, membuat Devan tidak hati-hati dalam melangkah. Ini benar-benar sangat menyiksa dan di luar dugaan. Dia tidak bisa diam saja. Mungkin saat ini Arya juga sedang merencanakan sesuatu untuknya, apalagi restoran dalam keadaan kosong tanpa pemimpin. Dia harus segera bertindak dan menelepon salah satu pengacara, sebab hanya ini cara satu-satunya agar Devan keluar d
Sepanjang perjalanan menuju toko, Raka sama sekali tidak memulai pembicaraan. Mila juga sesekali melirik, tampaknya perkataan semalam membuat Raka ketakutan, sampai pria itu tidak berani mengatakan apa-apa lagi.Entah kenapa Mila merasa senang dan juga sedih bersamaan. Kalau begini mungkin Raka akan terpaksa menjalani hubungan, tetapi mau bagaimana lagi? Hanya itu satu-satunya cara membuat Raka bertahan di sisinya.Jika cara meraih hati sulit dilakukan, maka hanya ancaman yang bisa membuat Raka tak berkutik. Hingga akhirnya satu pertanyaan pun muncul di benak Mila, tentang ibunya Raka yang sampai saat ini belum ada kabar.Bagaimanapun dia harus memastikan wanita itu tidak kabur, karena kalau sampai Bu Sinta hilang, dia tidak punya ancaman lagi untuk Raka. "Oh ya, Mas. Bagaimana dengan kabar ibumu?" tanya Mila, tiba-tiba saja membuat Raka menoleh. Pria itu kaget bercampur bingung, sebab untuk pertama kalinya Mila mempertanyakan perihal ibunya selama mereka tinggal dua hari ini. "Kam
"Iya, hanya itu cara satu-satunya agar aku bisa mendapatkan Mas Devan. Bagaimana lagi? Aku tidak bisa melakukan apa-apa tanpa bantuan siapa-siapa." Sang wanita pun pergi ke suatu tempat. Dia akan mencari orang yang kira-kira bisa melancarkan aksinya ini. Katakanlah itu hal yang gila, tetapi dalam keadaan terhimpit pun membuat dia melakukan hal-hal yang di luar batas. Inilah disebut dewasa sebelum waktunya. Masa lalu, trauma dan keadaan memaksa Maura melakukan itu semua.Selama perjalanan, Maura hanya bisa diam. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang. Dia tidak tahu apakah ini keputusan yang benar atau salah. Tetapi satu hal yang pasti, jalan ini dia tempuh karena tidak ada lagi orang yang bisa dijadikan tempat untuk dimintai tolong. Sempat terlintas datang ke rumah Mila dan meminta bantuan dari wanita itu. Tetapi semua itu terbantahkan. Bahkan Maura akan berpikir ribuan kali untuk kembali berkomunikasi dengan Kakak kandungnya itu. Sebab bagaimanapun Mila masih membencinya dari d
Dengan perasaan campur aduk akhirnya Maura pun kembali. Dia sudah mendatangi dukun ternama di kota ini dan sekali lagi tabungannya benar-benar habis. Bahkan untuk makan besok pun dia berpikir ulang. Wanita itu kembali ke restoran, mungkin ada beberapa bahan makanan yang bisa digunakan. Setidaknya ini bisa membuatnya bertahan hidup sampai dia benar-benar mendapatkan uang lagi, entah bagaimana caranya. Hanya ini satu-satunya cara dia bisa mengisi perut tanpa harus meminta-minta, apalagi sampai bertemu dengan Lusi atau Mila. Ini benar-benar akan menyiksa dan mempermalukan sang wanita. Untunglah di restoran ini masih banyak bahan-bahan yang tersedia di kulkas selama restoran masih tutup, itu artinya bahan-bahan ini akan mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Meskipun mungkin dia tidak bisa makan di luar atau hanya sekedar untuk menaiki angkutan umum.Gadis itu terkesiap. Tunggu! Bagaimana caranya dia menemui Devan kalau tidak ada uang sama sekali? Tidak mungkin juga Maura naik angkutan umu
Saat perjalanan menuju rumah Devan, wanita itu langsung memutar arah. Dia ingat tidak tahu kunci rumahnya di mana. Jadi, memilih untuk pergi ke restoran dan ke ruangan sang pria. Sebab terakhir sebelum Devan ditangkap katanya pria itu ada di restoran, jadi dia harus benar-benar mencari kunci rumah itu di ruangan sang pria. Untunglah tidak ada orang di restoran, jadi dia bisa dengan leluasa mencari kuncinya. Hampir setengah jam wanita itu mencari-carinya, hingga akhirnya menemukannya di bawah laci meja kerja Devan. Wanita itu mengembuskan napas lega. Tanpa menunggu lama sang wanita pun pergi dan menuju rumah Devan. Dia harus segera datang sebelum orang suruhan Devan mendahuluinya. Selama perjalanan, Maura benar-benar ketakutan dan juga khawatir jika semua yang sudah dia lakukan untuk Devan berakhir sia-sia.Tentang kebohongan dan apa pun yang berkaitan Devan selalu diusahakan oleh Maura, meskipun itu jalan yang tidak baik. Sekarang, setelah semua berjalan Maura tidak mau mundur hanya
Maura melihat ke sekitar dan sampai akhirnya dia menemukan saklar. Dengan cepat wanita itu menekan saklar hingga ruangan yang gelap tiba-tiba saja bercahaya. Baik satpam maupun Maura terkejut saat melihat bahwa ruangan ini benar-benar menakjubkan. Ada banyak barang mewah di sini, beberapa foto yang tidak dikenali oleh Maura. Dia menatap dan meneliti, itu adalah foto pengantin Devan dan seorang wanita.Tampaknya inilah almarhumah istri dari Devan yang terdahulu. Lalu dia mencari-cari lagi, ada foto Lusi di sana memakai seragam SMA. Maura terdiam. Lusi memang cantik dari dulu, apalagi senyumannya itu manis. Di sebelahnya ada Devan saat masih muda, tampaknya mereka memang sudah saling mengenal dari lalu.Terlihat lagi ada foto Lusi yang sekarang. Entah kenapa hati Maura merasa mencelos, memang Lusi sangat istimewa. Bahkan dia disandingkan dengan almarhumah istrinya terdahulu. Maura langsung menggelengkan kepala dan berusaha untuk tidak terpancing emosi. Dia harus mencari bukti CCTV.
Devan terdiam melihat kedatangan Maura. Wanita itu masih saja tersenyum sebaik mungkin di depannya. Ada tempat makan yang dibawa, membuat Devan menghela napas panjang. Sepertinya wanita ini benar-benar begitu mencintainya, sampai dia terus-terusan mengejar meskipun Devan sudah beberapa kali menolak, bahkan merendahkan sang wanita. "Kenapa kamu datang lagi?" tanya Devan, suaranya dingin dengan mata memicing. Maura tertegun mendengar itu semua, tentu saja harusnya Devan paham kenapa dia terus datang. Maura ingin mendapatkan pengakuan dari sang pria, tetapi tampaknya Devan tidak mau atau sekedar ingin tahu tentang kabar dirinya pun tidak. Tetapi wanita itu masih tetap sabar. Seharusnya Devan melihat ketulusan hatinya. Mungkin saja pria itu mau luluh jika melihat bagaimana perjuangan Maura saat ini. "Aku ingin mengunjungimu, Mas. Sekalian ingin memberikan makanan hasil olahanku. Mungkin suatu hari nanti kamu akan memakai resepku ini," ujar Maura.Dia sama sekali tidak mau mengatakan h
Devan begitulah lahap memakan masakan yang dibuat oleh Maura. Sekali lagi ini bukan karena makanan wanita itu sangat enak, tetapi dia benar-benar rindu dengan masakan rumahan. Hingga saat dia hampir saja menyelesaikan makanannya, pria itu terdiam. Tanpa aba-aba melihat ke arah Maura yang saat ini tengah menatapnya dengan tersenyum penuh keramahan. Entah kenapa saat ini pria itu merasa kalau Maura begitu cantik, berbeda dari biasanya. Bahkan rasanya sangat menarik. Ini benar-benar aneh. Dengan cepat pria itu menggelengkan kepala dan berusaha untuk menyelesaikan makanannya. Sang wanita melihat perubahan reaksi dari Devan. Entah kenapa hatinya mengatakan kalau itulah mungkin efek dari ajian yang diberikan oleh dukun itu. Hingga akhirnya makanan habis pun Devan masih terlihat cuek."Bagaimana makanannya, Mas?" "Lumayan," jawab Devan, ketus. Tetapi lagi-lagi mata pria itu ingin sekali melihat Maura. Bahkan saat ini dia benar-benar tidak berkedip melihat wajah Maura yang anehnya begitu
"Nggak ada! Nggak ada alasan apa pun. Kamu salah, harusnya kamu lihat dulu siapa yang datang. Kalau memang maling bisa kan langsung mukul tanpa tiba-tiba saja mengeroyok orang? Kamu pakai sapu, aku tangan kosong. Pokoknya aku nggak mau tahu, ya. Hari ini juga kita ke kantor polisi!" seru Maura. Dia tidak akan kalah begitu saja. "Aduh, jangan dong, Mbak. Nanti gimana dengan keluarga saya di kampung? Kalau saya di penjara, siapa yang akan mencari nafkah?""Lah, bukan urusanku! Itu tanggung jawab sendiri, ngapain kamu mukul orang sembarangan?" ujar Maura, masih bersikukuh kalau dirinya ingin semua ini dipermasalahkan ke jalur hukum. "Atau gini aja deh, Mbak. Gimana kalau sebagai gantinya aku akan melakukan apanpun yang Mbak suruh," ucap Imel membuat Mila terkesiap, sementara Maura terlihat kaget. Tidak menyangka kalau gadis ini bisa mengatakan hal seperti itu."Nggak ada, nggak ada. Ah, Maura! Dia itu kerja sama aku dan mulai hari ini Imel akan menjadi asistenku juga tinggal di sini."
Melihat pemandangan di depan mata, Mila semakin puas. Dia membiarkan kejadian itu terjad,i malah dengan gampangnya merekam semua itu. Anggap saja ini balas dendam atas rasa sakit yang diberikan Maura karena ucapannya kemarin.Adiknya ini tidak tahu diri. Sudah untung ditampung di sini, tetapi malah melakukan hal seperti itu. Mila rasa merekrut Imel menjadi asistennya itu tidak ada salahnya, malah menguntungkan seperti ini."Berhentikan! Aku Maura. Kalau kamu tidak berhenti aku laporkan kemu ke polisi!" teriak Maura menggema di ruangan itu, membuat Imel langsung menghentikan pukulannya. Sang gadis mundur beberapa langkah dan membuka mata, betapa terkejutnya dia melihat kalau yang di depannya itu adalah Maura. Sang wanita meringis kesakitan. Beberapa kali mengusap tangan dan punggungnya yang barusan dipukul oleh Imel. "Aduh sakit banget," gumam Maura, kesakitan. Wanita itu berdiri dan menatap Imel dengan tajam, sementara sang gadis ketakutan. Dia benar-benar pemikiran tentang maling
Tak lama kemudian, taksi itu pun sampai di depan rumah Mila. Wanita itu mengernyitkan dahi karena melihat kalau gerbang rumah Mila terbuka. Artinya ada orang yang datang. Setelah membayar argo taksi, wanita itu tidak langsung masuk. Dia menebak terlebih dahulu siapa yang kira-kira masuk ke rumah ini. "Apa mungkin Mas Raka, ya? Atau memang Kak Mila yang udah pulang?" gumam wanita itu.Dia tidak bisa langsung masuk begitu saja tanpa menaruh kecurigaan. Zaman sekarang pasti banyak maling yang akan menggasak rumah kosong. Jadi, dia akan berusaha untuk tenang dulu dan mengendap-endap. Siapa tahu memang ada maling yang masuk. Lagi pula Mila tidak memberitahunya di telepon, begitu pikir sang wanita. Padahal Mila melakukan itu karena berpikir kalau adiknya tidak berguna. Untuk apa juga memberitahunya? Wanita itu tidak akan peduli lagi kepadanya.Maura mengendap-endap masuk ke pekarangan rumah Mila. Dia melihat sekitar, tidak ada mobil. Tentu saja karena mobil Mila masih di bengkel, tapi Mau
"Oke, kita lihat saja siapa yang bisa menang. Kamu pikir Bu Winda akan begitu saja menyerahkan jabatan yang penting padamu? Sementara kelakuan kamu saja seperti ini," ungkap Kiara berani mengatakan kalau Maura tidak punya kesempatan untuk menjadi lebih baik dari sekarang. Wanita itu mengeratkan kedua tangan dan berusaha untuk tenang walaupun hatinya sudah panas. Kalau ini bukan supermarket, mungkin wanita itu akan berani melakukan sesuatu yang buruk kepada Kiara. Maura tidak mau lagi menjadi wanita lemah dan menerima apa saja yang dilakukan oleh orang-orang lain kepadanya. Dia akan melawan jika itu menurutnya bisa merugikan."Baiklah, kita lihat saja. Aku juga tidak akan diam. Kalau perlu aku akan laporkan kejadian ini pada Mbak Winda. Sekarang aku permisi."Wanita itu pergi dan sama sekali tidak memberikan sopan santun yang baik. Kiara hanya terkekeh samar dan menggelengkan kepala."Anak zaman sekarang memang beda, tidak punya sopan santun. Bahkan pamitan pun dilakukan tidak benar.
"Sudah jangan lihat-lihat seperti ini. Kamu pasti berkhayal ingin bekerja di tempat ini, kan?" cetus Kiara, seolah membaca pikiran Maura, membuat wanita itu langsung terkesiap dengan mata sinis.'Wanita ini pasti belum berpasangan. Mulutnya saja pedas seperti ini,' gumam Maura dalam hati."Sok tahu!" seru Maura.Kiara tampak santai dan terduduk di depan meja kebesarannya. Dia melipat tangan di depan dada sembari menggoyangkan kaki, menatap penampilan wanita ini yang sebenarnya terlihat polos layaknya seorang anak SMA. Tetapi sikap dan mulutnya itu benar-benar di luar dugaan, sepertinya tidak mendapatkan ajaran baik tentang sopan santun dan tata krama. "Kamu itu diajarin tata krama nggak, sih?"Pertanyaan itu berhasil membuat Maura menoleh dengan wajah kesal. Wanita ini tidak punya sopan santun juga karena bertanya demikian kepada orang baru. "Kalau mau bertanya itu coba tanyakan pada diri sendiri, ngapain bertanya seperti itu kepada orang yang baru dikenal?" ucap Maura dengan kesal,
Waktu sudah menunjukkan sore hari, sekarang Mauta bisa pulang. Dia meregangkan seluruh badannya sebelum keluar dari loker karyawan. Semua orang melihat bagaimana tingkah Maura. Tetapi wanita itu sama sekali tidak peduli, Yang penting sekarang bisa pulang dari sini.Nanti kalau ketemu dengan Winda dia minta untuk dipindahkan saja di bagian lain yang kira-kira tidak terlalu capek seperti sekarang. Menyusun barang dan mengecek stok itu benar-benar memuakkan. Dia harus bolak-balik mengecek bagian-bagian di setiap rak agar memastikan barangnya tersusun rapi, apalagi kalau melihat tanggal kadaluarsa, ini akan memperlambat kerjanya. Kiara yang dari tadi memang sudah mengamati Maura pun tidak akan membiarkan wanita itu pergi begitu saja. Dia harus memastikan dulu apa yang diinginkan oleh Maura sampai berlaku tidak baik di hari pertama kerja. Kalau perlu dia akan merekam semua percakapannya dan langsung memberikan kepada bosnya."Kamu tidak boleh pulang dulu," ucap Kiara tiba-tiba membuat kar
Hari ini Lusi benar-benar senang. Semua teman barunya itu begitu welcome menerimanya sebagai karyawan baru, meskipun usianya lebih tua dari mereka. Tetapi tidak ada yang membanding-bandingkan atau bersikap buruk. Tentu saja Lusi tidak tahu semua ini adalah settingan dari David. Entah bagaimana kalau sang wanita tahu jika semua ini adalah akal-akalan David, apakah akan menerima atau malah mengucapkan terima kasih kepada pria itu? Saat istirahat tiba, wanita itu pun memilih untuk menelepon anaknya. Bertanya apakah Alia sudah makan dan lain sebagainya. Untunglah anak itu tidak rewel dan nurut kepada Adiba. Dia benar-benar merasa 𝚝𝚎𝚛𝚋𝚊𝚗𝚝𝚞. Ketika sedang seperti ini, tiba-tiba saja wanita itu teringat dengan masa lalunya. Lusu jadi bertanya-tanya, mungkinkah Raka sedang mencarinya atau pria itu memilih untuk fokus kepada dirinya sendiri dan sedang menjalani hidup tanpa memikirkan Alia?Lusi langsung menggelengkan kepala. Dia berusaha mengusir semua itu."Nggak! Aku tidak boleh me
"Kalau kamu tanya apakah aku siap atau belum jika kamu hamil, jawabannya belum. "Seketika Winda langsung tersentak. Tampak kekecewaan begitu jelas di mata wanita itu. "Kamu tahu? Aku masih dipusingkan dengan masalah Mila dan juga Alia. Kalau kamu hamil dalam situasi seperti ini, aku malah takut akan mengecohkan semuanya atau yang lebih parahnya aku tak acuh kepadamu. Tapi kalau misalkan kamu sudah terlanjur hamil, aku akan menerimanya dengan tangan terbuka. Bagaimanapun itu adalah anakku. Tapi, aku harap pengertianmu. Untuk sekarang jangan dulu berpikiran untuk hamil, ya? Aku harus membereskan dulu masalah ini. Kalau Mila sudah lahiran, aku akan berusaha untuk mendapatkan hak asuh anak lalu meninggalkannya," ungkap Raka dengan serius, membuat Winda yang sebelumnya murung tiba-tiba saja semringah. Awalnya terlihat terkejut, tetapi juga ada kebahagiaan di sorot matanya. Itu artinya dia masih punya kesempatan emas untuk mendapatkan keluarga yang utuh tanpa embel-embel menjadi istri ke
Kali ini Raka cukup lama sekali diam dibandingkan dengan pertanyaan sebelumnya. Winda sudah mulai takut kalau apa yang ditanyakan itu membuat Raka murka. Dia tidak mau ada pertengkaran di hari bulan madunya, berharap kalau Raka bisa mengabulkan semua permintaannya. Termasuk pertanyaan yang diucapkan oleh Winda barusan. Sebab selama berhari-hari bulan madu dengan Raka, pria itu lebih banyak diam dan melamun. Ini membuat sang wanita merasa kalau bulan madunya ini hanya berjalan apa adanya. Tidak ada yang lebih baik kecuali mereka menghabiskan waktu bersama. Itupun Raka berkali-kali terus saja memikirkan Alia. Tetapi Winda hanya bisa mengerti dan bersabar, berharap kalau Raka punya inisiatif sendiri untuk memberikan kejutan di hari bulan madu.Namun, sampai detik ini pun tak ada yang lebih spesial kecuali pertanyaan ini dan berharap pria itu mau menjawab semuanya."Kamu diam artinya kamu tidak mau punya anak dariku," ucap Winda dengan nada kecewa. Raka tahu pasti, Winda menginginkan ha