Selama perjalanan menuju supermarket Winda, Maura terus saja mengerutuk dalam hati. Dia sudah menyiapkan berbagai cara agar bisa memeras Winda dan juga membuat wanita itu takluk kepadanya.Uang 100 juta untuk sementara akan disimpan sampai dia bisa benar-benar mendapatkan toko Mila. Maura harus bekerja terlebih dahulu. Bila perlu menjabat dengan posisi yang bergengsi. Dia harus mengendalikan kehidupannya dengan baik bagaimanapun caranya. Sementara itu Winda sedang mondar-mandir di depan meja kebesarannya. Dia ingin menelepon Raka dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi sampai Maura mengatakan hal seperti itu. Namun, sang wanita ingat kalau pria itu sudah menyuruh untuk tidak ikut campur apa pun yang terjadi antara Mila dan Raka. Tetapi tetap saja rasa penasaran ini lebih tinggi, lalu tiba-tiba saja terlintas di benaknya. Kenapa dia tidak memanfaatkan mertuanya? Kalau Bu Sinta yang bertanya langsung pada Raka, pasti pria itu akan memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi.Akhirnya
Sari dan Imel saling pandang. Dia kaget karena tiba-tiba saja dipanggil oleh Raka ke ruangan, apalagi pertanyaan yang dilontarkan oleh pria itu membuat Sari dan juga Imel tidak langsung menjawab. "Apa?" tanya Sari dan Imel bersamaan."Kalian tahu nggak, sih? Sari, kamu kan yang paling lama kerja di sini. Apa kamu tidak tahu siapa David?" tanya Raka dengan serius.Dia harus mencari informasi dari manapun itu, karena hanya keterangan dari orang-orang sekitar yang tahu tentang apa hubungan Mila dengan pria bernama David. "Maaf sebelumnya, Pak. Memang saya yang paling lama di sini, tapi saya juga tidak tahu kalau Bu Mila itu punya hubungan atau tidaknya dengan pria bernama David. Soalnya waktu saya ke sini Bu Mila sudah mendirikan butik ini dan selama itu saya belum pernah melihat Bu Mila dengan pria lain selain Bapak," ucap Sari dengan jujur, karena memang dia tidak pernah melihat Mila bertemu dengan pria lain selain Raka. Bahkan sebelum bersama Raka pun Mila tidak pernah keluar dengan
"Kamu mengancamku?" tanya Winda, pada akhirnya setelah cukup lama diam.Mendengar itu Maura kaget. Awalnya sang wanita berpikir kalau Winda pasti akan bergantung kepadanya dan menuruti semua keinginannya untuk memecat Kiara. Tetapi siapa sangka? Winda malah bertanya balik dan membuat Maura jadi was-was. Mungkinkah wanita itu tidak takut dengan ancamannya. "Kenapa diam saja? Dari tadi kamu mengancamku, kan? Kamu tidak akan memberitahu apa-apa jika aku tidak mau memecat Kiara." Winda terkekeh sejenak, lalu kembali melanjutkan ucapannya. "Dengar, ya, Maura. Sekarang, tanpa melaluimu juga aku bisa mencari informasi sendiri dan untuk masalah Kiara, aku tidak mau memecat karyawan terbaikku hanya untuk orang seperti kamu. Kamu itu sudah meminta macam-macam yang aneh-aneh, sementara pekerjaan saja belum dimulai. Oh satu lagi, kamu berencana untuk menggugurkan kandungan Mila, kan? Aku tidak setuju. Silakan saja kamu urus rencanamu sendiri. Mulai hari ini kamu aku pecat!" seru Winda, tiba-ti
Imel diam saja. Dia sama sekali tidak bisa berpikir, jadi untuk sekarang karena terlalu jumawa ditambah lagi Maura yang tiba-tiba saja memintanya seperti itu, tentu saja tak bisa berkata apa-apa. "Kenapa kamu diam saja? Ayo jawab pertanyaanku! Dari tadi lagi ditelepon juga."Imel terkesiap. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Untunglah Maura tidak melihat tingkah gadis itu, kalau tidak mungkin sudah dimaki-maki dan diejek."Begini, Mbak. Aku juga nggak tahu harus bilang apa, intinya aku belum siap kalau misalkan harus bantu Mbak Maura buat mengambil toko ini. Aku takut kalau terseret masalah besar, Mbak." "Kamu nggak akan terseret masalah besar. Lagian kan aku juga akan kasih kamu upah 200 juta, loh. Kamu bisa dapat 300 juta jika bisa bekerja sama denganku, 100 juta yang sekarang dan 200 juta dariku. Bagaimana?""Nanti aku pikirkan lagi ya, Mbak. Aku juga nggak bisa lama-lama telepon, nanti orang-orang di sini pada curiga dan kita akan kena masalah," ungkap Imel, setelah itu
"Kamu benar juga." Imel mengangguk-anggukkan kepala. Sepertinya Maura melupakan sesuatu yang paling penting di sini. "Aku nggak ngerti, ya, Mbak. Apa rencana Mbak untuk Mas Raka, tapi menurutku untuk sekarang jangan dulu menambah masalah." "Apa maksud kamu?" "Ya, kan sekarang sedang kacau, Mbak. Maksudku begini, toko ini kan sudah lumayan terkenal di berbagai aplikasi belanja. Jadi, kalau misalkan sampai ada huru-hara yang lainnya, aku yakin toko ini akan langsung bangkrut. Beberapa karyawan juga pasti akan mengundurkan diri, jadi sayang saja kalau sampai harus bangkrut hanya karena perebutan hak toko."Mendengar itu Maura merasa tersinggung, tetapi memang ada benarnya juga. Dia tidak boleh memaksakan kehendak terlebih dahulu. Sekarang bukan waktunya mengambil alih toko Mila, tetapi membuat Raka percaya untuk melepaskan semua yang dimiliki oleh Mila."Ya, kamu benar juga. Kalau begitu, apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" tanya Maura. Imel tersenyum kaku, perasaan bimbang dan
Melihat kepergian kakaknya dengan mobil, Maura baru keluar. Tetapi dia tidak berdiri untuk bertemu dengan Raka, memilih keluar butik itu.Beberapa customer yang melihatnya pun hanya berbisik-bisik, sementara Imel dan Sari masih saja berbincang. Raka memilih untuk ke kantor dan memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.Sari terdiam sejenak, memikirkan kalau semua ini mungkin adalah rencana mereka sebelumnya. Hanya saja sudah didahului oleh orang lain."Aku yakin, pria itu adalah orang yang memasang iklan di internet. Sial! Kita ke duluan sama dia," ucap Sari dengan kesal, tetapi Imel hanya terlihat diam.Lagi-lagi Imel memilih untuk aman, tidak mau sampai Sari tahu kalau dirinya juga terlibat dalam masalah ini."Jadi, kita nggak jadi buat kerja sama, Mbak?" Sari melihat Imel dengan tatapan sebal. "kamu itu polos atau bego, sih? Kalau Bu Mila sudah ketangkap, mau ngapain juga kita kerja sama?" cetus Sari dengan kesal.Imel hanya terdiam, pura-pura menunduk dan sedih. Lalu, Sari pun memil