Share

Bab 6

Setelah menitipkan Dani di rumah Sinta, aku menuju SMP Nusa, selama perjalanan ku sepatkan menelpon Sinta.

[Assalamualaikum, Hanin kamu dimana?] sapa Sinta dari seberang sana terdengar di sekiranya ribut sekali mungkin suara murid-muridnya.

[Walaikumusalam, aku udah di angkot Sin, gimana berkasku diterima nggak?] tanyaku penuh harap, terdengar ia terkekeh mendengar pertanyaanku.

[Ya diterima 'lah, Aku nelpon Bapakku minta tolong biar di bilangin sama kepala sekolah] jawabannya membuatku senang sekaligus kaget, ingin rasanya sekarang ke peluk Hana dan Dani berkat mereka aku semangat untuk melamar kerja.

[Serius kamu, Sin? Emang kepala sekolah siapanya, Om?] tanyaku lagi semakin penasaran.

[Temen kuliahnya, Bapak. Aku juga dulu masuk ke sini di bantu sam Bapak. Udah ah, sini cepat] lanjut Sinta mendesak, dia pikir aku yang nyupir angkot apa di suruh cepat-cepat segala.

Sekitar 10 menit perjalanan akhirnya aku sampai di sekolah tersebut dan langsung di suruh ngajar, aku merasa seperti guru biasa bukan guru baru.

PoV Arga

Malam itu, setelah Hanin menyindirku yang selingkuh dengan Mita, aku merasa heran darimana ia mengetahui itu semua dan anehnya bibirku tidak bisa menjawab perkataannya yang menurutku sudah menginjak-injak diriku.

Karena terlalu kesal akhirnya aku memilih meninggalkan rumah dan menginap di rumah teman dekatku, namanya Doni, dia masih bujang.

Pagi hari; aku memutuskan untuk pulang, tapi alangkah kagetnya aku melihat Hanin dan anak-anak sudah rapi, pikiranku kemana-mana, aku takut Hanin meninggalkan rumah dan membawa anak-anak.

Segera kudekati mereka, tapi yang membuatku bingung Dani seperti ketakutan melihatku dan yang paling membuat hatiku sakit saat aku menggendongnya, putra bungsuku itu malah memberontak dan menangis sejadi-jadinya. Itu membuatku merasa bersalah, ada apa dengan Dani?

Setelah mengantar Hana sekolah, ada niatan di hatiku untuk melarang Hanin melamar kerja, tapi semuanya gagal karena Hanin mulai keras kepala bahkan ia mau turun dari mobil sedangkan posisinya lagi menggendong Dani yang sudah tertidur.

Aku memilih mengalah dan mengantarkannya ke rumah temannya Sinta, setelah itu aku bergegas ke kantor. Sebenarnya aku dan Mita tidak satu kantor, tapi kantor tempat kami bekerja bersebelahan.

***

Saat sedang asik mengerjakan beberapa file, kulihat jam tanganku sudah menunjukkan pukul 11, aku langsung teringat dengan Hana, langsung kusambar kunci mobil menuju ke sekolah hana.

Sekitar 20 menit, akhirnya aku sampai itupun dengan kecepatan yang bisa di bilang ngebut, dari dalam mobil kulihat Hana sudah menungguku di depan pagar sekolah. Aku langsung turun dan mendekati putriku itu.

"Maaf sayang Ayah terlambat, udah lama nunggu, Nak?" tanyaku sambil mengelus kepalanya Hana, kulihat ia mendongak menahan panas, mukanya sekarang sudah memerah.

"Iya Ayah, temen Kakak udah pulang semua," jawabnya sambil menyipitkan matanya manahan sinar matahari.

"Ya udah yuk, sekarang Kakak ke kantor Ayah, ya," ajakku, tapi Hana malah menggeleng.

"Mau sama Bunda aja," jawabnya, aku tersenyum lalu menggendongnya ke mobilku. Setelah ku dudukkan Hana ke dalam mobil, ku rogoh saku celanaku mengambil ponsel untuk mengabari Hanin sebelum menjalankan mobil.

"Kakak mau makan apa? Biar Ayah beliin," tanyaku.

"Mau es krim Ayah," jawabnya dari kemaren-kemaren mereka selalu meminta ice cream.

"Iya Ayah beliin, tapi makan nasi dulu ya," bujukku yang dibalas anggukan oleh Hana, aku mulai menjalankan mobil menuju kantor, di tengah jalan aku melihat rumah makan di sampingnya ada grosir juga. 

Langsung ku tepikan mobil dan kuajak Hana membeli nasi terlebih dahulu, setelahnya baru kami membeli ice cream.

"Kakak mau ice cream yang mana, Nak?" tanyaku, kulihat ia matanya melihat-lihat semua ice cream.

"Yang itu, Ayah," tunjuknya ke arah ice cream rasa coklat, langsung kuambil ice cream tersebut lalu ku kasih ke tangannya.

"Kenapa satu, Ayah?" tanyanya membuatku bingung.

"Kakak mau dua?" tanyaku lagi.

"Bukan buat Kakak, tapi buat Adek," lanjutnya membuatku langsung bungkam, terlihat jelas sekali aku tidak pernah menemani mereka makan atau jajan, aku tidak paham mereka berdua seperti apa, ternyata Hanin mengajarkan untuk saling berbagi.

"Buat Adek nanti aja sayang, kita nanti ketemu Adek sore ya, soalnya Ayah kerja dulu, kalo kita beli sekarang bisa cair ice creamnya, Adek" bujukku, kulihat ia mengangguk. Tanpa membuang waktu langsung kuambil beberapa makanan lagi untuknya di kantor, kemudian aku membayarnya kami kembali ke kantor.

Setelah selesai makan, Kulihat Hana sibuk menjilati ice creamnya sambil memegangi beberapa makanannya.

"Ayah kerja di kursi itu ya Nak, Kakak di sini aja makan makanannya ya," ucapku sambil mengelus kepalanya.

"Iya, Ayah," jawabnya, aku kembali kerja di kursiku sedangkan Hana ia duduk di sofa. Satu jam telah berlalu, aku tidak mendengar suara Hana lagi, ku alihkan pandanganku ke sofa.

Bibirku tersenyum melihat Hana sudah tertidur sambil memegang snack di tangannya, aku langsung bangkit dari kursi lalu mendekati, segera kuambil tisu kerena mulut Hana belepotan ice cream.

Setelah selesai, aku termenung melihat Hana yang tertidur pulas, seperti inikah rasanya menjaga anak seharian. 

***

Disisi lain Hanin sudah pulang dari sekolah, aku langsung nebeng di mobil Sinta, ikut ke rumahnya untuk menjemput Dani. Di perjalanan ku buka ponselku, kulihat ada pesan dari Mas Arga.

[Aku bawa Hana ke kantor] tulisnya keningku menyergit.

"Seumur-umur ia tidak mau membawa anak-anak ke kantor," gumamku yang terdengar oleh Sinta yang sedang menyetir.

"Kenapa lagi suamimu?" tanyanya, Sinta memang tahu kalo Mas Arga selingkuh karena aku sudah menganggapnya saudara jadi tidak ada rahasia di antara kami, kecuali yang benar-benar privasi.

"Dia bawa Hana ke kantor," ucapku.

"Biarin aja, biar dia tahu rasanya ngurus anak itu kayak gimana, jangan taunya selingkuh aja," omel Sinta membuatku mangut-mangut, benar juga apa yang dia katakan.

Tidak lama kemudian akhirnya kami sampai, dari dalam mobil kulihat Dani dan Fandi sedang bermain kejar-kejaran di teras.

"Riangnya anakku ada teman," ucap Sinta membuatku ikut tersenyum.

"Kamu titip anakmu disini aja sih, biar Fandi ada teman juga nggak usah cari pembantu," tawar Sinta yang kubalas anggukan.

"Iya nanti aku ngasih uangnya ke kamu aja," ujarku.

"Nggak usah, kasih ke Mbok Ijah aja, dia yang jaga kok sebenarnya gajinya juga udah aku lebihin sih, tapi kalo kamu mau ngasih gak apa-apa," lanjutnya lalu kami keluar dari mobil.

"Bunda!" teriak Dani saat melihatku, aku langsung tersenyum menghampiri putraku itu, ia berlari ke arahku lalu memeluk pahaku, ku gendong dia lalu kuciumi pipinya.

"Udah makan, Nak?" tanyaku.

"Udah bunda makan sama, Fandi," jawabnya membuatku gemas lalu menciumnya.

"Yuk masuk dulu Hanin, kita makan dulu," ajaknya, Sinta adalah seorang janda, suaminya meninggal saat ia sedang hamil 7 bulan dan sampai sekarang ia tidak ada niatan untuk menikah lagi.

Kami berempat masuk, kulihat Mbok Ijah sedang sibuk menyiapkan makanan, Sinta langsung menghampiri mbok Ijah ke dapur.

"Fandi nakal nggak, Mbok?" tanyanya.

"Nggak Buk, hari ini dia nurut terus karena ada temannya, biasanya makan harus di suapi tadi mereka minta makan sendiri sambil nonton," terang Mbok Ijah, aku tersenyum mendengarnya berarti Dani nyaman disini.

"Suka main sama Dani, Nak?" tanya Sinta pada Fandi yang sedang main mobil-mobilan.

"Suka, Ma," jawab anak kecil tersebut, Fandi lebih tua setahun dari Dani.

"Bunda, Kakak mana?" tanya Dani ternyata ia kangen sama Kakaknya tersebut.

"Kakak sama Ayah di kantor," jawabku, kulihat Dani memanyunkan bibirnya lalu kembali berlari ke dekat Fandi.

***

Hari menunjukkan pukul 4 sore, aku sengaja menunggu adzan asar biar bisa sholat baru pulang. 

Setalah sholat, kudengar ponselku berbunyi, segera ku buka ternyata pesan tersebut di w******p Mas Arga, dengan segera tanganku membukanya.

[Sayang kita ke mall, ya] pesan singkat itu membuat darahku kembali mendidih, makin menjadi ternyata. Jangan bilang dia ketemuan dengan wanita murahan ini membawa Hana, tidak sudi aku kalo sampe Hana di pegang-pegang oleh pelakor ini.

Langsung ku masukkan kembali ponsel ke tasku lalu kudekati Sinta yang sedang melipat kain.

"Kamu kenapa Hanin?" tanya Sinta mingin ia bingung dengan ekspresiku sekarang.

"Mas Arga mau ketemuan sama pelakor itu di mall, akan kuikuti itu," jawabku dengann nada kesal.

"Pakai mobilku aja," tawarnya membuatku bingung.

"Masa nanti aku datang lagi balikinnya," ucapku membuat Sinta tertawa.

"Ya nggak lah, bawa pulang aja besok pagi kamu datang kesini pake mobil itu sekalian anterin Dani kesini," ujarnya membuatku mengangguk.

"Makasih ya Sin, kalo gitu aku sama Dani ke mall dulu," lanjutku yang dibalas anggukan oleh Sinta.

"Iya, hati-hati, ingat main cantik," nasehatnya membuat bibirku langsung tersenyum miring.

"Ayo sayang kita pulang, besok lagi mainan ya," ajakku pada Dani, lalu aku menggendongnya ke mobil.

'Tunggu Mas di mall, aku pengen lihat seberapa tanggung jawab kamu,' batinku meronta-ronta.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status