Share

Hati yang Menangis

"Mir, tenang, Mir," ujar Tiara mengelus pundakku. Dia menyuruhku tenang, padahal matanya juga dihiasi butiran kristal bening yang tak kalah banyak dibanding diriku.

"Ra, hiks, hiks." Aku peluk sahabatku sangat erat. Meluapkan kesedihan yang sangat mendalam. Sebelumnya, sambungan telepon telah dimatikan. Aku tak mau ibu dan bapak terangsang semakin bersedih, mendengar isak tangis yang keluar dari bibirku.

"Nyebut, Mir. Istigfar. Lu harus tenang. Luapkan saja harus kesedihannya. Setelah lu kuat, pulang, dan kuatkan orang tua lu." Aku mengangguk dalam dekapan Tiara.

Semua rasa sedih, aku tuangkan di dalam kantor. Suasana di sini, seperti hujan badai. Tubuhku rasanya terbang di atas udara. Tak bisa berpijak. Masih belum membayangkan kenyataan buruk ini.

Penyakit ginjal, bukanlah penyakit biasa. Sangat mengancam nyawa. Orang-orang yang mengidapnya harus bergantung dengan cuci darah agar bisa menyambung nafas setiap harinya. Kenapa keluargaku sama sekali tak ada yang curiga? seharusnya,
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status