Share

Bab 6

Author: Mami ice bear
last update Last Updated: 2025-04-16 18:00:36

“Kalau Mas Niko tahu aku bisa habis dihajar sama dia, Kak.”

Suara Nino terdengar tegas namun gemetar. Wajahnya terlihat cemas. Tangannya mengepal di atas meja, sementara Andini hanya menatapnya dingin, tanpa sepatah kata.

“Kamu minta aku diam… setelah semua yang aku lihat?” Andini bersandar, suaranya nyaris berbisik, tapi penuh tekanan. “Kamu tahu aku sudah hampir gila karena menahan rasa marah diri sendiri, Nino.”

“Kami membiayai sekolahmu, agar kamu bisa sukses di masa depan. Tapi justru kamu sendiri yang menghancurkan masa depanmu!” ucap Andini yang mulai menaikkan nada suara.

“Aku tahu,” Nino membalas cepat. “Tapi aku juga bingung, Kak. Kakak pikir aku nyaman nutupin semua ini? Aku sudah janji, aku bakal jujur ke keluarga. Tapi untuk sekarang… tolong, jangan bilang apa-apa ke Mas Niko dan Ibu dulu.”

Andini mengerjapkan mata, nafasnya pendek-pendek menahan amarah yang hampir meledak. Kepalanya dipalingkan, matanya menatap kaca besar yang memantulkan siluet mereka bertiga.

“Dia suami aku dan aku nggak mungkin menyembunyikan sesuatu dari dia.”

“Dan dia kakak aku,” sahut Nino. “Aku mohon Kak. Sekali ini saja.”

Hening menyergap selama beberapa detik. Nino menunduk, menggigit bibir bawahnya keras-keras. Sementara gadis di sampingnya hanya terdiam dan mengamati seisi rumah Andini.

“Kamu tahu, selama ini aku percaya sama kamu lebih dari siapapun. Aku kira kamu adalah pemuda yang jujur dan baik,” Andini berkata pelan, nada getir mengiris setiap katanya. “Tapi setelah semua ini… kepercayaanku padamu, lenyap sudah.”

Nino memejamkan mata. “Aku akan bicara pada Ibu dan Mas Niko. Aku janji. Tapi bukan hari ini.”

“Baiklah. Terserah kalian saja!”

Sore harinya…

Bunyi langkah kaki terdengar dari arah pintu. Andini langsung menoleh dari dapur, melihat sosok suaminya yang baru saja pulang.

Raut wajah Niko tampak letih. Kancing bajunya sudah terbuka dua, dasi tergantung longgar di leher. Di tangannya, sebuah kotak dengan pembungkus khas jasa ekspedisi ia bawa dengan hati-hati.

“Ini paket yang aku bicarakan tadi pagi,” katanya seraya tersenyum kecil. “Semoga kamu suka.”

Andini diam sejenak, lalu berjalan mendekat. Tangannya menerima kotak itu, mata wanita itu masih menatap Niko yang kini mencoba tersenyum lebih lebar.

“Bukalah, sayang,” ucap Niko, mendorong pelan kotak di tangan Andini. “Aku tahu kamu pasti suka.”

Dengan perlahan, Andini membuka bungkus paket yang diberikan sang suami. Di dalamnya, sebuah tas bermerk yang sudah lama ia incar terpampang elegan di atas lapisan kain pelindung. Warna hitamnya mengkilap, elegan, sesuai dengan seleranya.

“Makasih, Mas…” ucapnya lirih, tapi cukup terdengar.

“Sama-sama, sayang.” Niko mendekat, mengecup kening Andini. “Aku yakin kamu pasti suka. Warnanya sangat cocok sama kamu.”

Andini tersenyum tipis. Tapi matanya… tidak memancarkan kebahagiaan seperti biasanya.

“Mas… belakangan ini capek banget, ya?” tanyanya pelan, mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

Niko tertawa kecil, lalu duduk di sofa. “Iya, kerjaan numpuk. Tapi ya… ngeliat kamu bahagia, capeknya langsung hilang.”

Kalimat itu terasa manis, terlalu manis bagi Andini. Wanita berambut panjang tersebut menunduk, menatap tas di pangkuannya. Hadiah itu seperti perban yang menutupi luka yang belum dijahit.

Namun, Andini tak bisa lagi menahan semuanya.

“Mas… tadi siang aku sempat liat kamu… sama seorang perempuan…” Andini akhirnya berucap, pelan, nyaris seperti angin yang berlalu begitu saja.

Niko menegang. Matanya langsung menatap Andini, alisnya naik sedikit. Tapi cepat-cepat ia menyamarkan ekspresi itu dengan senyum canggung. “Perempuan mana maksud kamu?”

“Yang kamu ajak makan. Di kafe dekat supermarket tadi siang,” jawab Andini.

Ya! Sepulang berbelanja, Andini tidak sengaja melihat sang suami tengah duduk berdua di sebuah cafe bersama seorang wanita. Hal itu pulalah yang mengganggu pikiran Andini sejak tadi siang.

Beberapa detik hening. Lalu Niko mengangguk, dan berusaha menjawab dengan santai. “Oh, itu… klien dari kantor. Lagi bantuin kita urus izin. Makanya aku ajak ngobrol, biar lebih akrab.”

Andini menatap wajah suaminya. Wajah itu masih sama. Tampan. Tenang. Tapi tak lagi seterang dulu di matanya.

“Kamu nggak lagi bohong kan Mas?” selidik Andini.

“Masalah beginian kenapa harus bohong?” Niko terkekeh pelan. “Kamu bisa tanya ke siapa aja di kantor. Proyek apa yang sedang aku tangani.”

Andini mengangguk. “Baiklah, aku percaya padamu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 58

    Andini mendekat. Langkahnya ringan, nyaris tanpa suara, tapi penuh tekanan tak kasatmata yang menggulung seperti badai kecil dalam kamar mereka. Begitu jarak cukup dekat, ia berdiri tegak di depan Niko. Kepalanya sedikit mendongak, sedangkan sorot matanya menusuk lurus ke arah mata pria itu, seperti sedang menilai seekor serigala yang menyamar jadi manusia.“Denger ya, Mas,” ucapnya datar, nyaris tanpa nada. Tapi justru itu yang membuat ucapannya menggigit.“Mbok Nah itu memang pembantu, tapi dia tahu tempatnya di mana. Dia nggak sok pamer status mentang-mentang aku baikin, dia juga nggak ngelunjak. Nggak datang tanpa diundang kayak jaelangkung, apalagi bawa koper segede gaban kayak mau ngungsi.”Andini berhenti sejenak, nafasnya naik-turun perlahan, menahan emosi yang mengendap di dada. Lalu suaranya kembali terdengar, lebih tajam.“Sementara istri barumu itu—baru juga lima menit masuk rumah ini, udah ngajak ribut hawanya. Mau minta privilege karena lagi hamil? Emang dia siapa? Karn

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 57

    “Ya sudah, suruh saja dia tidur di kamar pembantu.”Suara Andini terdengar datar, tanpa jeda sedikit pun untuk sekedar setitik empati. Keputusan telah dibuat, dan nada bicaranya menutup semua peluang kompromi yang coba diusik oleh Niko. Laki-laki itu pun hanya bisa menatap punggung istrinya yang kini mulai melangkah naik ke lantai dua, meninggalkan ruang tamu dengan Lisa dan Ibu Rukmini yang masih mematung. Suasana di bawah nyaris membeku, hanya suara detik jam dinding yang terdengar samar.Namun rupanya, Niko belum siap menyerah.Langkahnya tegas mengayun cepat ke lantai atas, menyusul Andini yang baru saja masuk ke kamar. Ia menutup pintu perlahan, mencoba agar percakapan selanjutnya tidak terdengar orang rumah. Tapi siapa pun tahu, itu percuma saja.“Jangan gitu dong, Sayang,” bujuk Niko sambil mendekat, mencoba menyentuh bahu istrinya.Andini hanya menepis tangan itu pelan, lalu menghempaskan tubuh ke kursi rias. Ia mengambil kapas dan mulai menghapus sisa make up di wajahnya, ge

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 56

    “Tolong kasih tahu kalau kamu tahu dimana Nino, Ndin.” Suara Niko terdengar pelan namun terdesak. Ada kecemasan samar di balik nada bicara laki-laki itu, tapi Andini tak menggubrisnya. Ia menyandarkan punggung ke tembok dengan santai. Alis kirinya terangkat. “Kenapa tanya aku? Aku kan cuma kakak iparnya,” jawab Andini datar. Bibirnya menyeringai kecil dan kembali melanjutkan. “Coba tanya mantan pacar, alias mantan calon istrinya, yang sekarang jadi ... kakak iparnya juga. Kali aja dia tahu.” Kata-kata Andini tak hanya tajam, tapi juga menusuk tepat ke titik malu seseorang yang masih punya harga diri. Sayangnya, wanita yang ia tuding hanya berdiri tegak, tenang, nyaris tanpa ekspresi. Tak ada gerakan menunduk, apalagi rasa bersalah. Andini mendesis pelan. Matanya menatap tajam ke arah Lisa, menilai gerak-gerik yang tak berubah. ‘Benar-benar tak punya malu rupanya, cih!’ batinnya menggeram. Ia memiringkan kepala sedikit, seolah memperjelas arah serangannya berikutnya. “Lagia

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 55

    “Lha kok tanya saya? Kan anak situ, bukan anak saya.”Suara Andini terdengar tenang, namun tajam. Ucapannya seperti pisau yang menusuk ke dasar harga diri sang mertua.“Jangan kurang ajar kamu, Andini!” bentak Rukmini lantang, nadanya melengking menusuk gendang telinga.Andini memejamkan mata sejenak, mengatur napas. Perlahan ia membuka kelopak mata dan melangkah maju, tubuhnya tegak. Suasana mendadak menegang. Tiap ketukan hak sandalnya di lantai membuat jantung Rukmini berdegup lebih cepat.Ia kini berdiri tak sampai dua langkah dari sang mertua.“Coba ulangi kata-kata Ibu,” ucap Andini, pelan namun penuh tekanan. “Aku nggak terlalu denger tadi.”Rukmini spontan menelan ludah. Glek! Tangan tuanya gemetar kecil, dan sorot matanya berusaha menghindar dari tatapan menantunya yang tajam. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.“Ma—mau apa kamu, Andini?” suaranya bergetar, hampir tak terdengar, patah-patah, bahkan nyaris tertelan rasa gugupnya sendiri.Andini menaikkan satu alis, l

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 54

    “Tolong jangan bertele-tele, Andin.”Nada suara Niko terdengar mulai kehilangan kesabaran. Ia berdiri tegak, dengan dada membusung, namun wajahnya menyimpan gelisah yang tak bisa ditutupi. Di sampingnya, Lisa berdiri kaku. Tangannya saling menggenggam erat di depan perut yang masih belum terlihat membuncit, mencoba terlihat tenang meski jelas matanya menyapu seisi ruangan dengan angkuh.Andini mengangkat wajah, menatap lurus ke arah sang suami. Tatapannya menusuk, tanpa senyum, tanpa basa-basi.“Siapa yang sebenarnya bertele-tele, Mas?” balas Andini dengan suara datar namun tegas.Ia melangkah pelan, dan mendekat. Pandangannya berpindah dari Niko ke Lisa. Tatapan tajamnya membuat Lisa menunduk tanpa sadar, seolah tengah diperiksa oleh seorang hakim.Tak ada keramahan di wajah Andini. Tak ada raut lembut yang dulu sempat menghiasi setiap interaksi mereka. Yang terlihat hanya ketegasan dan dingin yang mencekam.“Aku bawa Lisa kemari untuk tinggal bersama kita,” ucap Niko pada akhirnya

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 53

    “Sayang … ini Lisa. Aku sama Lisa udah nikah tadi pagi.” Suara Niko terdengar tenang, bahkan sedikit santai, seolah yang ia ucapkan bukanlah sebuah pengkhianatan besar terhadap pernikahannya sendiri. Sementara Andini duduk di kurai teras, mengenakan daster bermotif bunga dan menyilangkan kakinya dengan santai. Di pangkuannya, sebuah ponsel menyala dengan suara film romcom dari negeri seberang yang ia tonton sambil menyeruput teh hijau. Aroma pandan dan jahe dari kue yang baru saja ia makan amat menenangkan, kontras dengan situasi yang baru saja dilemparkan ke wajahnya. Sekilas, Andini melirik ke arah dua sosok yang berdiri di sisi kirinya. Tak ada keraguan di mata Niko, dan Lisa tampak berdiri dengan percaya diri tepat di samping suami barunya, bahkan keduanya sama sekali tidak menunjukkan sedikitpun rasa bersalah. Andini hanya menatap mereka sepersekian detik sebelum akhirnya kembali memfokuskan perhatian

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status