Share

3. Malam Pertama

Author: Pineaple
last update Last Updated: 2024-09-09 11:54:45

"Masih belum?" tanyanya sambil mengernyit heran.

"Sudah Mas!" aku menjawab sekenanya. Walau aku masih ragu sebenarnya pria itu mau menanyakan tentang apa.

"Kalau sudah mandi, kenapa masih pakai baju itu?" tanyanya memindai sekujur penampilanku.

Akupun tersenyum palsu, untuk menutupi rasa canggung bercampur rasa takut pada komentarnya lagi.

"Elva belum punya baju ganti, mas!" akupun memberitahu dengan ragu-ragu.

Dalam diam, Mas Azka menganggukkan kepalanya mengerti.

"Ok, mau saya pinjamkan baju sama Sonia, Lena, atau Damai?" tanyanya memberi pilihan.

"Ti-tidak usah mas!" selaku cepat.

Luar biasa, mas Azka bahkan bisa hafal betul urutan nama istri-istrinya.

Tapi bukankah itu memang harus, tidak mungkin juga mas Azka hanya mengingat satu nama istri saja, dan bukankah itu bentuk jika dirinya memang mampu memiliki istri empat?

"Lalu kamu mau pakai apa?" tanyanya menyadarkan aku dari rasa tidak karuan yang tiba-tiba saja bersarang didada.

"Ini aja gak apa-apa mas!" sahutku berupaya terlihat senyaman mungkin mengenakan kebaya pernikahan, walau sebenarnya sangatlah menyiksa.

Meninggalkanku yang masih menunduk canggung, Mas Azka tiba-tiba kembali dengan selembar kemeja putih lengan panjang dan celana pendek rumahan miliknya yang sama-sama berwarna putih.

"Untuk sementara, pakai ini dulu!" titahnya dengan singkat seolah tak ingin mendapat menolakan.

Karena tidak ingin berlama-lama dan membuat perkara, akupun menyambut pakaian ganti itu lalu kembali ke kamar mandi untuk segera digunakan.

Dengan takut-takut, aku membuka pintu setelah lima menit yang lalu aku masuk menerima pakaian milik suamiku.

Kulangkahkan sebelah kaki tanpa alas keluar dari pintu. Dan, aku lagi-lagi tersentak karena ternyata Mas Azka masih berdiri tegak disana tanpa beranjak kemanapun.

"Ok Good!" ucapnya singkat setelah memerhatikan aku dari ujung kepala turun kebawah.

Mas Azka kemudian berlalu tanpa banyak bicara padaku, dan akupun gegas mengekorinya, mengingat mas Azka yang sengaja menunggu kami untuk melaksanakan ibadah.

Kupikir pria itu akan bergerak ke luar kamar menuju musholla yang ada di salah satu sudut rumah, lalu memanggil istri-istrinya yang lain untuk menjalankan sholat isya berjamaah.

Akan tetapi, tubuhku hampir menabrak mas Azka ketika ia malah menggelar sajadah di tengah-tengah ruangan kamar, lalu menoleh kebelakang mengisyaratkan padaku untuk mengambil posisi.

"M-mas, kenapa sholatnya disini?" tanyaku pelan.

"Memangnya saya harus sholat dimana?" jawabnya ketus.

Mulutku masih terbuka saat pertanyaanku dijawabnya cepat dengan singkat, padat, dan menohok.

"Masih mau berdiri disitu, atau ikut saya sholat?" tanyanya lagi mendesak.

"Ikut Mas, ikut!" jawabku tergagap akupun bergegas menggelar sajadah dibelakang tubuhnya, karena biar bagaimanapun sholat berjamaah lebih banyak nilainya dibanding sholat sendirian. Apalagi dengan statusku yang baru saja menyempurnakan separuh agama dengan menjadi seorang istri, maka jumlah pahalanya tentu berkali-kali lipat.

Namun, hal yang membuatku bingung adalah mengapa mas Azka hanya mengajakku sholat berjamaah berdua saja didalam kamar, bukankah ia punya tiga makmum lagi yang harus diimami?

Berbekal prasangka baik jika istri-istri mas Azka yang lain sudah sholat lebih dahulu diawal waktu, akupun ikut saja sholat berjamaah dengan khusyuk tanpa banyak protes, lagipula momen ini cukup membuatku merasa menjadi wanita sempurna dan satu-satunya.

Tak apalah, mungkin juga di malam pertama ini mas Azka memang dipersembahkan diri hanya untukku.

"Bismillah!"

Kurebahkan batang tubuh yang lelah ini menikmati empuknya tempat tidur yang lembut dan wangi setelah sholat Isya berjamaah dengan suamiku.

Napasku mulai tenang dan nyaman, sebab akhirnya aku bisa beristirahat setelah hampir seharian penuh berkutat dengan kesibukan menjadi seorang mempelai. Seluruh tubuhku rasanya pegal sekali seperti dipukul dan dililit seutas tali, untung saja berbaring menjadi solusi menghilangkan rasa penatku itu.

Kusadari mas Azka sudah keluar dari kamar setelah sholat, entah pergi kemana akupun tidak berani bertanya karena segan.

Dengan posisi telentang, kubiarkan mata ini perlahan terpejam sambil merentang kedua tangan guna mengencangkan otot-otot, selagi mas Azka belum kembali, maka akulah yang jadi penguasa tempat tidur.

Walau ini malam pertama kami, namun sejujurnya aku tidak menginginkan pria itu berada dikamarku, sebab keberadaannya disini hanya membuatku merasa risih.

Setidaknya aku lebih leluasa bermalasan sesuka hati sampai besok hari jika tanpa mas Azka.

Tak butuh waktu lama untukku sampai ke alam mimpi, karena setelah lima menit menjatuhkan tubuh diatas tempat tidur akupun terlena dan tenang.

"Elva!"

Suara bariton sayup-sayup terdengar memanggil namaku, lalu kemudian menyelimuti setengah badanku, saking ngantuknya aku tak bisa lagi membuka mata.

Entah sudah berapa lama aku tertidur, tiba tiba saja kurasakan sebuah tubuh kekar dan hangat memeluk diatasku, disematkannya kelima jari kami hingga menyatu, lalu sebuah daging kenyal seketika menempel dibibirku.

Degh.

"Mas belum tidur?" lirihku serak seraya membuka mata.

"Saya tidak bisa tidur, tugasku masih banyak!" ujarnya memandangku dengan sayu.

Tubuhnya yang kuat mendadak segera mengunci tubuh ini, akupun hanya bisa melenting tanpa elakan ketika Mas Azka menyingkap selimut yang baru saja diletakkannya.

Mas Azka mulai hilang kendali terhadap pesonaku, ia yang sudah menguasaiku tiba-tiba memacu hingga lenguhan itu terjadi, dan dengan rasa yang tak karuan kubalas pesonanya dengan dekapan erat pada tubuhnya yang sedang bergejolak.

Bukan, bukan aku yang sengaja melakukannya ...

Tapi anggota tubuh yang terlibat itulah yang bekerja sendiri secara otomatis, dan akupun juga merasakan energiku tiba-tiba habis terkuras.

Cup

Sekali lagi, tubuhku yang terasa koyak ini dimesrai olehnya, setelah menenggelamkan wajah dan memberi tanda kepemilikan di ceruk leher, pria polos itu berguling disampingku, ia terkulai lemas sebelum akhirnya terpejam tenang.

Aku menggelengkan kepala pelan merasakan sesuatu yang lumayan perih, bahkan hatikupun juga ikut perih sesudahnya, seolah tak percaya dengan apa yang terjadi.

Aku mulai mengatur napas, entah bagaimana, kami bisa saling melengkapi dan mengisi peran dalam hal yang masih tabu bagiku. Aku tahu Mas Azka sudah pro, jadi hal ini biasa untuknya, berbeda denganku yang pasti akan mengalami banyak perubahan setelah ini.

Lelah dengan keadaan, akupun memilih mengistirahatkan jiwa raga disisinya.

"Elva!"

Suara bariton yang tegas itu terdengar memanggil namaku, akupun diguncang olehnya sebab tak juga menjawab panggilannya.

"Elva!"

Panggil mas Azka lagi, ia menepis tanganku yang tak sengaja melingkar ditubuhnya, dan dapat kurasakan dia mulai bangkit seraya menyelimutiku yang kedinginan, dan masih mengharap pelukan hangatnya.

Meski sadar dengan semua yang ia lakukan, tapi aku sama sekali belum dapat membuka mata, bukan tidak mau tapi rasanya kedua kelopak ini sangatlah berat dipaksa terangkat.

"Elva bangun!" hardik mas Azka padaku.

"Iya-iya mas!" karena terkejut, akupun kelabakan menegakkan tubuh.

"Apa kamu minum obat ini tadi malam?" tanyanya menunjuk sesuatu diatas nakas yang luput dari perhatianku.

"Memangnya itu obat apa mas?" tanyaku kebingungan, seraya membenarkan penutup tubuh.

"Gak usah banyak tanya, kamu meminumnya atau tidak?" kembali mas Azka menegaskan.

Akupun mengucek kedua mata yang masih buram, kutegakkan tubuh menjadi duduk dengan rambut panjang terurai berantakan sambil memegang erat selimut sebatas dada.

"Elva bahkan gak tau kalau ada obat disitu!" cicitku yang langsung membuat mas Azka mendengkus.

Pria itu berpaling seraya mengusap wajahnya kasar lalu mengetik sesuatu di ponselnya.

Aku yang masih belum mengerti apa-apa hanya bisa menatapnya heran.

Setelah itu, ia berlalu keluar kamar meninggalkanku yang terpaksa mengejar waktu sholat subuh sendirian.

"Mas Azka sudah berangkat ya mbak?" tanyaku sambil celingukan setibanya dimeja makan, kepada tiga wanita yang sudah senior menjadi istri suamiku. Sebab mas Azka tak terlihat disana untuk sarapan bersama.

"Mas Azka nggak bisa malas-malasan kayak kamu, pagi ini dia sudah harus keluar kota!" sahut mbak Damai seadanya seraya mengambil sesendok nasi untuk ia makan sendiri.

Sementara mbak Lena dan mbak Sonia hanya duduk tenang sambil menyantap makanan masing-masing.

"Oh begitu ya!" gumamku pelan menundukkan kepala.

Rasa kecewaku mulai muncul entah kenapa, seolah tak terima kenyataan keberangkatan suamiku tanpa pamit dihari pertama kami sebagai pasutri, apalagi dihari pertama yang harusnya ceria dan bahagia aku malah harus merasa canggung karena berhadapan dengan wanita-wanita ini.

Sebenarnya rumah tangga macam apa yang sedang kujalani?

Hatiku dengan cepat mengomentari suasana pagi pertamaku dirumah ini, setelah menikah dan bermalam pengantin.

Aneh saja rasanya tinggal satu atap bersama semua madu dan harus saling ... ya begitulah, Apa aku bisa?

Terlihat istri ketiga suamiku itu memindai sinis pada pakaian yang kukenakan.

"Sudah, malam pertamanya?

Uhukkk

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
ya elah malam pertama j harus ditanyain ya udah lah iya kl nunggu mp besok rugi dong jangan ya dek ya.........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   58. Hamil

    "Kamu kalau tidak tahu apa-apa, gausah ikut campur!" tegas mas Azka dengan angkuh."Kalau aku tidak tahu tentang kalian, tidak kubiarkan Elva menangisi bajingan sepertimu!" balas kak Abi menyindir.Suasana semakin memanas ketika mas Azka beralih menatapku, entah apa yang ada didalam benaknya."Jadi si tukang bengkel ini tahu semua tentang kita?" lirihnya menanyaiku seperti tak terima."Elva, kamu membeberkan keadaan rumah tangga kita pada orang lain?" tanya mas Azka lagi, sebab tak kunjung mendapat jawaban dariku.Karena bingung harus menjawab apa, akupun hanya diam mematung sambil melirik pada kak Abizar seolah meminta dukungan darinya.Jujur saja, aku masih sangat kesal pada sikap suamiku."Jawab Elva!" kesabaran mas Azka sudah berada pada puncaknya, karena itulah dia makin menuntut dengan nada suara lebih tinggi."Setidaknya, kak Abi bisa memberikan bahunya untuk dijadikan sandaran disaat suamiku sendiri memilih menyingkirkan aku!" sahutku reflek, didasari kekecewaan akhirnya aku

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   57. Ingin Berpaling Tapi Tak Bisa

    "Please Elva, jujur sama saya!" desak kak Abi saat kami berjalan keluar dari kantor polisi menuju parkiran."Jujur apa lagi sih kak?" tegasku sembari terus menghindari tatapan matanya yang penuh tanda tanya."Kamu jangan bohongin saya, mana mungkin kamu mau menikah dengan pria yang sudah beristri lebih dari satu!" Rupanya kak Abi masih belum memercayai keteranganku dan bapak saat didalam tadi."Untuk apa El sama bapak bohongin kakak, untungnya apa?" terangku lagi."El!"Langkahku terhenti saat kak Abi mencekal lenganku, ia muak dan malas bermain kejarmungkin-kejaran denganku."Jadi selama ini, kamu menjalani rumah tangga secara poligami? dan dua wanita yang mau kamu temui kemarin adalah istri-istri tua suamimu?" tuntutnya lagi, ia sangat tidak berharap aku mengiyakan dugaan itu. Tapi, mau bagaimana lagi, yang dia katakan adalah kenyataan sebenarnya."Iya kak!" jawabku pasrah dan lemah.Kak Abi langsung menjatuhkan kedua bahunya lelah, seperti menolak percaya, kecewa, dan prihatin ter

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   56. Sebuah Dugaan

    Salahkan jika aku merindukan suamiku, salahkah jika aku menginginkan kehangatan pelukannya.Rasanya kacau sekali setelah mengetahui mereka telah serumah tanpa memberitahuku."Sadar Elva, sadar!""Yang mbak Sonia lakukan sama halnya seperti yang kau lakukan sendiri bersama Azka di Australia kemarin!" batinku terus memperingati kegundahan hati yang terus mengaduk perasaanku."Aku sendiri juga pernah berduaan dengan suaminya, kan?" kembali, aku berusaha menguatkan diri ini dan terus menyeka air mata yang tak telah menjebol bendungannya."Astagfirullah, apa yang terjadi padaku?"Hampir semalaman aku malah menangisi mas Azka, bukankah harusnya aku lebih memikirkan ayahku yang tengah kedinginan didalam jeruji besi daripada si pembohong itu.Meskipun tubuhku sangat lemas, namun aku berusaha untuk bangkit, selain bangkit dari keterpakuan diatas sofa hampir semalaman, aku juga harus bangkit dari keterpurukan dan rasa cemburu, jangan sampai perasaanku pada mas Azka berhasil menumbangkan pertaha

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   55. Mencintai Suamiku

    "Kamu kenapa sih El, emang suami kamu gak bisa ditelpon?" Kak Abi langsung menodongku dengan pertanyaan saat aku baru saja membuka mata dan tersadar, Meskipun nadanya ketus tapi aku tahu dia peduli."Minta minum kak!" ucapku lebih dulu menjeda dengan suara serak yang hampir tak terdengar.Sambil bersabar menunggu jawabanku, kang bengkel itu segera membangunkan tubuhku yang masih lemas untuk bersandar di sandaran sofa lalu diberikan segelas air.Tercium bau menyengat khas minyak kayu putih dari sekeliling tempatku berbaring setelah aku mengembalikan gelas kosong itu padanya."Ukkhh, kalau bisa dihubungi, untuk apa aku menunggu semalaman, El sampai gak bisa tidur kak!" keluhku pada akhirnya penuh kepasrahan.Aku bersandar dikursi dengan kaki yang diluruskan, jujur saja kepala ini masih pusing dan terasa berputar-putar. Hingga kemudian kak Abi menunjukkan keningku yang agak merah dan benjol.Aku baru sadar jika kepalaku juga sakit dan berdenyut, entah apa yang terjadi tadi pagi setelah

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   54. Rumah Baru

    "Sudahlah Elva, ayo kita pulang!" tak henti-henti kak Abi dan bapak mengatakan kalimat memuakkan itu.Bukankah sudah kukatakan, aku ingin bermalam disini menemaninya."El, kamu gak bisa disini, ini bukan tempatmu!" kak Abizar kembali membujukku, begitu pula dengan beberapa petugas disana."Aku tahu ini bukan tempatku, dan seharusnya ini juga bukan tempat yang pantas untuk bapak!" Kutepis semua nasihat itu, karena yang kukatakan adalah kebenaran, aku harus berjuang untuk itu."Kita selesaikan ini besok, El!" Astaga, kak Abizar tak bosan-bosan mengajakku untuk pulang.Tentu saja, itu membuatku mengeratkan pelukan pada bapak, sekalipun sudah terbatas oleh besi."Kamu istirahat dirumah ya nak, datanglah besok, bapak gak mau kamu tinggal disini." sejak tadi setelah makan dengan lauk tumis kangkung buatannya, dengan penuh kelembutan dan kesabaran bapak memang terus mengatakan hal yang sama, yaitu menyuruhku segera pulang. Tapi bukankah itu sangat kejam? Sebagai anak, aku tidak mungkin be

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   53. Tempat Bermalam Yang Dingin

    "Pak, tolong jangan bawa orangtua saya, dia tidak bersalah!" mohonku segera berlutut menarik kaki seorang Polisi yang sudah memegang kedua tangan orang yang aku sayangi."Ini perintah, mbak tidak boleh menghalang-halangi kami!" dengan tegas, pak polisi berkumis tebal itu menjawabku. Ia juga memperlihatkan surat itu lagi, surat yang tadi kuabaikan karena merasa ketentuannya tidaklah adil dan mendasar."Mana mungkin bapak saya mencelakai orang, dia sudah berhenti bekerja sebagai supir truck sejak empat bulan yang lalu." Sebagai bukti, akupun menunjukkan kebun sayuran organik yang dikelola bapak dibelakang rumah, pun dengan menunjukkan tidak adanya mobil truck yang terparkir didepan rumah. Hanya saja, untuk sementara ini aku memang tidak bisa memperlihatkan surat pemberhentian kontrak atas pekerjaan bapak, karena ia memang hanya sebagai sopir lepas. Entahlah... setahuku bapak memang tidak menerima jaminan apa-apa di perusahaan tempatnya bekerja, sekalipun pekerjaan itu cukup beresiko.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status