Share

BAB 3 — AUNTY CANTIK

last update Last Updated: 2024-06-18 01:06:32

“Kenapa kalian membuat permainan tanpa peduli dengan perasaan orang lain?” lirih Gemintang, pedih. “Kamu juga seorang wanita, Rosaline! Seharusnya–”

“Tidak terbalik? Seharusnya aku yang berkata seperti itu,” potong Rosaline, “Tidak ada istri yang sanggup diduakan seumur hidup. Aku justru membiarkan kalian selama ini.”

“Jika kau tidak ingin masalah ini berbuntut panjang, kau hanya perlu tinggalkan Janu dan serahkan Maura padaku,” ucapnya lagi.

Mendengar itu, kepala Gemintang rasanya ingin meledak.

Bahkan setelah pulang dari kafe wanita itu tak bisa berhenti memikirkan pertemuannya dengan Rosaline.

Kalimat demi kalimatnya terus saja terngiang di kepala. Ia tak memiliki daya untuk melakukan apa pun. 

Bahkan saat Maura mengacak-acak mainannya, Gemintang hanya bisa memandangi tanpa mengeluarkan komentar satu pun.

Bagaimana bisa ia menyerahkan putrinya begitu saja?

Mungkin dia bisa terima jika Janu meninggalkannya, tetapi ia tak akan sanggup hidup tanpa Maura.

Memikirkan itu membuat Gemintang merasa mual. Ia harus berlari ke kamar mandi beberapa kali untuk menumpahkan isi perutnya.

“Ibu?” Maura mendekat ke arah Gemintang yang berdiri di wastafel. Gadis kecil itu membawa satu botol air minum yang diambil dari tas sekolahnya lalu memberikannya kepada Gemintang. “Ibu sakit, ya?”

Sebisa mungkin, Gemintang menerbitkan senyum. Wanita itu kemudian berjongkok mensejajarkan diri dengan putrinya. Tak lupa mengambil air minum yang diberikan Maura. “Ah, tidak, Sayang. Ibu hanya sedikit pusing dan mual, saja. Terima kasih, ya, anak cantik!”

Maura menganggukkan kepala. “Kenapa ibu bisa pusing dan mual?”

“Ehm …. Mungkin karena terlambat makan. Sekarang Maura main lagi, ya, ibu mau membereskan dapur dulu.”

Hanya saja, belum sempat Maura mengiyakan permintaan sang ibu, suara pintu terbuka dan langkah kaki yang mendekat membuat ibu dan anak itu menoleh ke arah sumber suara.

Sosok pria bertubuh kekar muncul di hadapan mereka dan bertanya dengan suara berat.

“Siapa yang terlambat makan dan sakit?” 

Itu Janu.

Entah sejak kapan pria itu kembali, Gemintang tak menyadarinya. Ini bahkan masih jam makan siang, tidak seharusnya Janu berada di rumah. 

Gemintang lantas segera bangkit berdiri menyambut sang suami. Sedangkan Maura segera berlari ke arah sang ayah. 

“Ayah!” teriak gadis itu seraya memeluk tubuh kekar Janu.

 “Hai, Cantik. Bagaimana sekolahnya hari ini?” Janu memberikan kecupan di dahinya.

“Aku dapat lima stiker bintang! Lihat ini, Ayah!” Dengan raut wajah gembira, Maura menunjukkan gambar bintang yang menempel di pergelangan tangannya. 

“Wah? Anak pintar! Baiklah, kalau begitu sebagai hadiah, sore ini kita pergi jalan-jalan!”

Kelopak mata Maura terbuka lebar. Ada binar di kedua manik hitamnya. “Benar? Ayah tidak bohong?”

“Tentu. Kapan Ayah berbohong padamu, hm?”

“Oke! Kalau begitu, tunggu di sini ya, Ayah! Aku mau ambil sesuatu!”

Janu menganggukkan kepala, detik berikutnya melepas pelukan mereka. Gadis itu lantas berlari menuju kamar mengambil sesuatu.

“Kenapa kamu sudah pulang?” kini giliran Gemintang yang bertanya.

Janu meletakkan tas kerjanya pada kursi. Selanjutnya berjalan mendekat ke arah Gemintang. Satu tangannya terulur mengusap wajah yang terlihat lesu. “Tidak suka aku pulang cepat?”

“Bukan begitu. Aku … hanya tidak menyangka kamu bisa pulang saat makan siang.”

Janu tersenyum singkat. “Aku baru saja menyelesaikan proyek besar hari ini, jadi atasanku berbaik hati dan mengijinkan pulang lebih awal.”

Seketika pikiran Gemintang melayang pada percakapannya bersama Rosaline tadi. Ia tahu Janu sedang berbohong. Jelas, pria itu bisa pulang kapan saja, tak akan ada yang melarangnya. 

Seharusnya, ia senang. Namun, entah mengapa, rasanya Gemintang tidak bahagia dengan kenyataan bahwa Janu bukanlah pekerja kantoran biasa. 

Janu kembali menarik dagu Gemintang agar bertatap muka dengannya. “Hei? Kamu belum jawab pertanyaanku. Kamu sakit?” tanya Janu sekali lagi.

Sakit? Oh, astaga, jika Gemintang memberitahu jika hatinya perih karena kenyataan ini, akankah Janu membelanya? Akankah pria itu peduli padanya?

“Ah, tidak, Mas. Mungkin karena aku tidak sempat sarapan tadi, buru-buru menjemput Maura maag-ku jadi kambuh.”

Sebelah alis Janu terangkat. “Bukankah sebelumnya kamu tidak punya riwayat maag?” 

“Em, entahlah, mungkin karena imunitasku sedang menurun saja, tapi aku tidak apa-apa, kok. Sungguh.”

Bersamaan dengan itu Maura kembali datang ke hadapan mereka dengan membawa hasil karyanya dan satu bungkus coklat yang masih utuh. “Ayah, lihat! Ini topi kelinci yang Maura buat! Maura juga dapat coklat!”

Bar coklat dengan merk yang familiar itu tiba-tiba mengalihkan perhatian Janu. 

Ia curiga sebab makanan yang sedang dibawa putrinya bukan sembarang coklat yang dijual bebas di minimarket. Bahkan perlu ke negeri singa untuk membelinya. 

“Maura suka coklatnya! Ayah mau belikan, kan?” imbuh Maura lagi

Janu yang penasaran meraih tubuh mungil Maura dan menggendongnya seraya melayangkan pertanyaan, “Dari mana kau dapatkan cokelat ini, Sayang?”

“Um …, dapat dari Aunty Cantik. Teman ibu, ya kan, Bu?” Maura menoleh kepada ibunya dan Gemintang mengangguk ragu. 

Sementara Janu, agaknya belum puas dengan jawaban putrinya. Kelopak mata pria itu menyipit dan melirik ke arah sang istri. Ia tahu benar, Gemintang tak memiliki teman yang sering bepergian ke luar negeri.  

“Aunty Cantik? Siapa namanya?”selidiknya lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 151 — TAMAT

    Beberapa bulan setelah itu, Baskara sedang menyimak berita yang sedang trending di media. Soal Janu dan Gemintang yang sedang naik bisnisnya. Juga hubungan mereka yang diperdebatkan banyak orang. Entah bagaimana ia harus merasa. Dia tak rela, tetapi itulah menjadi pilihan Gemintang. Aruna yang tahu perasaan lelaki itu menyandarkan tubuhnya di kursi sebelah Baskara yang sedang menatap layar ponselnya, memperhatikan berita tentang Janu dan Gemintang. Semburat senyum tipis terlihat di wajahnya, tetapi matanya menunjukkan kesedihan yang tak tersembunyikan.“Kenapa Bapak masih melihat berita mereka?” Aruna bertanya lembut, mengambil alih perhatian Baskara yang sepertinya larut dalam pikirannya sendiri.Baskara menghela napas, mengunci layar ponselnya dan meletakkannya di meja. “Entahlah, mungkin aku hanya ingin memastikan bahwa dia bahagia di sana.”Aruna tersenyum lembut, mencoba mengusir suasana muram di wajah Baskara. “Gemintang memang sudah memilih jalannya sendiri, Pak. Terkadang, m

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 150 — KATA YANG TAK PERNAH TERUCAP

    “Kalian memang manusia tidak tahu diuntung! Awas saja! Awas saja kalian!”Usai mengatakan demikian, Bu Dewi gegas pergi dari ruangan itu, meninggalkan Janu dan Rosaline yang kini berdiri pada posisinya masing-masing. “Bibirmu berdarah.” Janu menunjuk setitik darah yang tampak di sudut bibir Rosaline.Janu lalu menghubungi sekretaris untuk meminta kotak obat lewat sambungan pararel.“Duduklah, sekretaris akan datang bawakan obat.”Rosaline kemudian duduk di sofa, sementara Janu mengambilkan satu botol air mineral dan membukakan tutupnya untuk Rosaline, bersamaan dengan itu pula, sekretaris Rosaline mengantar obat. Saat sekretarisnya memberikan kotak obat, Rosaline menunduk sambil mengambilnya dari tangan sang sekretaris. "Terima kasih, tapi saya bisa obati sendiri," ucapnya pelan yang kemudian dijawab dengan anggukan oleh sang sekretaris.Janu menyerahkan botol air mineral yang baru saja ia buka untuk Rosaline. “Ini, minumlah dulu,” ujarnya dengan nada lembut. Rosaline mengucapkan te

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 149 — SETITIK DARAH

    “Kau yakin aku ingin membahas hal itu?” Rosaline memelankan suaranya. Dia sedikit terkejut dengan permintaan Janu. “Lakukan saja, pancing hingga dia mengatakan semuanya.”Rosaline mengangguk.Janu lantas beringsut mundur, mencari tempat strategis, tak lupa membawa pena perekam yang diberikan oleh Rosaline dan memastikan dirinya tak meninggalkan jejak apapun. “Rosaline!”Seruan Bu Dewi semakin jelas dan keras, hampir memekakan telinganya. Rosaline lalu membawa dirinya duduk di kursi direktur, membuka laptopnya dan bersikap seolah ia sedang bekerja. Hingga akhirnya ….Brakk! Pitu ruangannya dibuka dengan kasar, Rosaline menghentikan gerakan jarinya di atas papan ketik. Dia mendongak menatap Bu Dewi yang memberikan ekpsresi marahnya. “Bisa-bisanya meminta sekretarismu untuk berbohong dan mengatakan kau sedang menemui tamu, padahal kau sedang tidak bertemu dengan siapa-siapa?” Wanita paruh baya itu berjalan mendekat ke arah Rosaline dengan wajah penuh amarah, kedua tangan juga mengep

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 148 — WELLCOME BACK!

    Pagi-pagi sekali, Janu segera pergi ke kantor Ferinco.Empat tahun tidak pernah mengunjunginya, gedung pencakar langit itu masih sama, tidak banyak hal yang berubah, hanya mengalami renovasi di beberapa titik denah. Janu mengikuti arah langkah Manggala yang berjalan lebih dulu di depannya, mengantarnya menuju tempat tujuan. Setelah beberapa saat menyusuri lorong, dan menaiki lift, mereka bedua akhirnya tiba di depan ruang milik Rosaline.Sementara Manggala menghela napas panjang sebelum menepuk pundak Janu. Pria yang berusia lebih muda darinya itu merentangkan tangan. “Akhirnya, kau kembali. Welcome back to work!”“Thanks, Brother! Kau harus menemaniku memulai semuanya dari awal,” ucap Janu membalas pelukan Manggala. “Itu pasti! Oh iya, Kau langsung masuk saja, biasanya Rosaline akan datang sebentar lagi.” Manggala melepas peluknya, lalu melirik arloji perak pada tangan kirinya. Pria berjas itu lalu mengambil sebuah kartu dari dalam saku jasnya.“ID card milikmu, mulai hari ini kau

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 147 — BERITA BAIK

    Selepas bertemu dengan Manggala di kafe, menjelang makan siang Janu kembali ke rumah. Kedatangan pria itu disambut oleh si kembar yang berlari ke arahnya seraya memanggil, “Ayah!”“Yeeeay! Ayah pulang!”Janu pun menggendong mereka berdua. “Kamu sudah selesai, Mas?” tanya Gemintang ketika melihat Janu menggendong putra dan putrinya. Dia melihat sekilas ke arah Janu, sebelum mengembalikan pandangan pada untaian daun bawang di hadapannya.“Sudah,” jawab Janu ketika menurunkan Keenan dan Kinara di ruang tengah. Kedua bocah itu segera menghampiri mainan mereka lagi. Sementara Janu mendekat ke arah Gemintang yang sedang sibuk di dapur. “Apa yang kalian bahas? Sepertinya kamu ceria sekali setelah bertemu dengan mantan istri?” mendengar itu Janu terkekeh. Selanjutnya melingkarkan lengannya di tubuh Gemintang. Dagunya bersandar di pundak kanan wanita itu. “Kamu cemburu, hm?”“Tidak. Hanya penasaran, apa yang dibahas suamiku ketika bertemu mantan sehingga ketika pulang wajahnya bisa sumring

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 146 — RENCANA JANU

    Janu memandangi surat itu dalam diam. Hatinya berkecamuk antara kaget dan heran. Satu sisi, ia merasa diberi kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Namun di sisi lain, ada keraguan yang masih muncul dalam hatinya. Apakah ini semua bisa dipercaya? Atau hanya akal-akalan Rosaline saja?"Aku mengerti keraguanmu. Awalnya, aku tidak ingin percaya dengan Rosaline, tetapi, jika dipikirkan ulang, untuk apa dia rela untuk melepas ini semua, kalau bukan karena dia memang ingin berubah?"Janu masih membisu, mencoba mempertimbangkan kata-kata sang sepupu. Hingga akhirnya, pria itu membuka suara. “Jika aku menerima kembali ini semua, lantas bagaimana dengan Rosaline?”“Dia sudah punya tujuannya sendiri. Kau tidak perlu cemaskan itu, yang penting sekarang dia sudah berada di pihakku, dia juga sudah bersedia bersaksi atas semua kesalahan Bu Dewi.”“Dia bersedia?” ulang Janu, tak percaya. “Iya, yang aku tahu hubungannya dengan Bu Dewi memburuk. Anak buahku melapor jika Rosaline tinggal di aparteme

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 145 — APAPUN ALASANNYA

    “Aku tidak tahu, tetapi Manggala bilang Rosaline ingin bertemu denganku.”Janu memperhatikan wajah istrinya yang berubah. Begitu nama Rosaline disebut, senyum di wajah Gemintang pudar perlahan. Janu paham, hati wanita itu begitu sensitif, terlebih jika mendengar nama mantan atau orang yang pernah menjadi masa lalu pasangannya.Dia bahkan tahu, Rosaline adalah sumber masalah mereka selama ini. Seharusnya nama itu tak pernah ia sebutkan.“Rosaline?” ulang Gemintang, “Kamu… masih berhubungan dengan dia?”Janu cepat-cepat menggeleng. “Tidak. Jangan salah paham dulu. Aku sudah lama putus kontak dengannya. Kalau kamu tidak percaya, kamu boleh tanya ke Manggala. Aku juga tidak tahu apa yang akan Rosaline bicarakan; tiba-tiba saja dia meminta bertemu.”Gemintang tetap diam, membuat Janu khawatir dia akan marah.“Begini saja, kita pergi bersama, supaya kamu tahu apa yang akan Rosaline bicarakan,” tawar Janu, berharap bisa menenangkan hati istrinya.Namun, jawaban Gemintang tak sesuai harapannya

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 144 — ANAK KE EMPAT?

    “Mengembalikan apa yang seharusnya menjadi milik Janu.”Manggala menatap map berwarna biru yang baru saja disodorkan Rosaline. Sepasang matanya menyipit kala melihat barisan tinta yang tertulis di atas kertas itu. Apakah semudah itu Rosaline menyerahkan kembali semua aset yang telah dia dapatkan ini?“Kalau kau berpikir aku punya rencana buruk, kau salah. Aku serius, Manggala. Aku ingin mengakhiri semua ini. Aku bersedia menjadi saksi. Bahkan jika aku dinyatakan bersalah, aku siap menerima konsekuensinya.” Rosaline mengatakan kalimat itu dengan suara yang agak parau. Sebenarnya Manggala iba dengan wanita itu, tetapi mengingat semua perbuatannya di masa lalu, ia tetap harus waspada, bukan? Bisa saja ini hanya permainan liciknya?“Apa yang membuatmu berubah pikiran seperti ini, Rosaline? Apa yang akan terjadi ketika kau mengembalikan semua ini pada Janu?” Manggala bertanya setelah menyeruput kopinya. Helaan napas panjang meluncur dari bibir Rosaline. “Sudah kukatakan sebelumnya karena

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 143 — MENGEMBALIKAN HAK MILIK

    “Maksudmu… Janu?” Manggala mengulang, keningnya berkerut, mencoba mencerna maksud ucapan Rosaline. Tidak ada angin, tidak ada hujan tiba-tiba membicarakan pria itu.Mengingat sudah bertahun-tahun lamanya wanita itu tak mengungkit nama Janu. Hingga sekarang ketika Janu sudah bersama lagi dengan Gemintang, mengapa tiba-tiba dia membahas soal pria itu?Apa dia sudah tahu tentang mereka?[“Ya, aku tidak bisa menjelaskan di sini. Aku ingin bertemu denganmu sekarang. Akan aku jelaskan semuanya.”] Rosaline menjawab dari seberang sana. Suaranya terdengar parau. Entah apa yang terjadj dengan wanita itu tetapi Manggala hanya bisa menebak-nebak. Manggala menghela napas panjang, bergulat dengan keengganan, tetapi rasa penasaran yang begitu besar memaksanya setuju. “Oke, sebaiknya kita bertemu di luar kantor saja. Takutnya ada banyak orang yang mendengar,” usulnya yang kemudian disetujui oleh Rosaline. Setelah sepakat, mereka meluncur ke sebuah kafe di pusat kota. Meski ramai, mereka menemukan s

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status