Share

BAB 4 — KHAWATIR

last update Huling Na-update: 2024-06-18 01:06:37

Untuk sesaat Maura terdiam. Seolah sedang mengingat nama seseorang yang memberinya coklat itu tadi siang. “Maura tidak tahu namanya. Tapi tadi ibu ber—”

“Itu coklat dari wali murid, Mas. Mungkin Maura mengira kami berteman.” Gemintang menyahut sebelum Maura melanjutkan jawabannya. “Katanya baru pulang liburan ke luar negeri. Kebetulan Maura dapat dua, yang satu sudah dimakan tadi.”

Gemintang sudah mencari tahu merk coklat itu, sehingga bisa memberikan jawaban masuk akal kepada suaminya dan ia berharap alasan itu tak membuat Janu curiga. Untungnya, Maura tidak menginterupsi. Gadis kecil itu hanya meminta lagi agar Janu membelikan cokelat serupa.

Janu lantas mengambil cokelat yang dipegang Maura dan mengamatinya sebentar. “Nanti kalau Ayah sudah gajian, pasti belikan. Tapi, cokelat ini tidak dijual di negara kita.”

“Memangnya  yang dijual di mana, Ayah?” Gadis itu tampak kecewa.

“Di Singapura. Apa kamu tahu? Maura sering belajar nama negara bersama ibu, kan?”

Maura mengangguk cepat. “Yang ada patung singanya!”

“Nah, pintar! Karena pergi ke negara itu harus pakai pesawat, jadi Maura harus sabar dulu ya, kita harus menabung dulu supaya bisa beli coklatnya. Kalau uangnya sudah banyak, kita sekalian jalan-jalan ke sana. Mengerti, Sayang?”

“Ayah janji?” ujar Maura seraya mengulur tangan, menyodorkan jari kelingking. Janu  pun membalasnya, lalu meminta putrinya untuk pergi ke beristirahat.

Sementara Janu, masih dengan membawa coklat itu menyerongkan tubuhnya ke arah Gemintang. Seperti hendak bertanya banyak hal, tetapi urung karena sebuah dering panggilan terdengar dari saku celananya. Lelaki itu hanya berkata sebelum pergi mengangkat panggilan, “Lain kali jika diberi sesuatu periksa dulu. Coklat itu menggunakan susu skim dan tinggi gula. Ganti coklatnya dengan yang lain!” 

Seperginya sang suami, Gemintang menyandarkan tubuhnya pada dinding seraya membuang napas panjang.  Syukurlah, tidak ada hal buruk yang terjadi.

Hingga tiba sore hari, tidak ada kecurigaan dari Janu. Bahkan laki-laki itu benar-benar menepati janjinya untuk membawa Gemintang dan Maura jalan-jalan ke salah satu pusat perbelanjaan yang cukup besar di kota.

Dulu, itu menjadi rutinitas yang paling menyenangkan bagi Gemintang meski jarang mereka lakukan. 

Namun, hari ini … rasanya sangat berbeda.

“Kenapa kamu tidak begitu ceria hari ini? Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” tanya Janu ketika mereka sedang menikmati makan malam di salah satu restoran mewah dalam pusat perbelanjaan itu. 

Sementara Maura sedang asik bermain di playground dengan teman sebayanya`

Gemintang mendongak lalu menjawab, “Tidak. Aku baik-baik saja.”

“Jika baik-baik saja kau tidak akan diam sepanjang perjalanan sampai detik ini, Gemintang. Coba ceritakan, apa yang terjadi denganmu?”

Wanita berambut sebahu itu menarik napas dalam lalu melemparkan pandangan ke arah Maura. Andai lelaki itu tahu jika saat ini hati Gemintang porak-poranda.

Namun, jika ia menceritakan kejadian tadi siang, apa yang akan terjadi? 

Ia penasaran, tetapi juga tak siap dengan kemungkinan yang akan dihadapi. 

Bagaimana jika nanti Janu berubah? Ia tidak ingin menghancurkan kebersamaan ini. 

“Gemintang?” tegur Janu saat Gemintang tak kunjung bicara. “Kamu tidak suka dengan tempatnya?”

Gemintang lalu menggeleng cepat. “Bukan! Hanya … apa hari ini kita tidak berlebihan, Mas? Kamu belikan Maura banyak baju dan mainan, lalu kita makan di restoran mahal seperti ini? Harga satu steak tiga ratus ribu?” ujarnya kemudian mengamati berbagai macam paper bag pada kursi kosong di sebelahnya. 

Mendengar itu, Janu segera meletakkan sendoknya dan tersenyum. “ Apa salahnya kalau aku menyenangkan istri dan anakku?”

“Tetapi lebih baik ditabung, kan? Sebentar lagi Maura masuk jenjang TK, biayanya juga bertambah, Mas. Untuk beli seragam saja hampir satu juta, belum dengan uang gedung dan bulanannya,” kata Gemintang lagi.

Alih-alih tertegun, Janu justru menarik kembali sudut bibirnya. Seolah tak masalah dengan jumlah uang yang baru saja ia habiskan. “Jika itu yang kamu pikirkan, jangan khawatir. Aku masih punya tabungan kok. Lagipula, bonus yang aku dapat hari ini cukup besar, aku sudah sisakan untuk keperluan Maura. Semua sudah aku perhitungkan, mengerti?”

Gemintang hanya bisa mengangguk menanggapi sang suami. “Kalau begitu, kita selesaikan makan dan pulang, Mas. Sudah semakin malam, besuk Maura harus sekolah.” 

Mendengar itu Janu segera meraih tangan Gemintang yang hendak mengiris daging pada piringnya. Detik berikutnya melayangkan tatapan serius padanya. “Tunggu sebentar. Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu.”

Sorot mata lelaki itu berhasil membuat Gemintang menelan ludahnya kasar. Meski tak tahu apa yang akan ditanyakan, jantung Gemintang tiba-tiba saja berdegup kencang. Firasatnya mendadak buruk.

Janu tak pernah menatapnya dengan intens seperti ini. Biasanya tatapan itu muncul saat dia marah atau ingin membicarakan hal penting.

“A-ada apa, Mas?”

Tanpa sadar, Gemintang bertanya dengan suara bergetar.

Ia khawatir jika Janu tahu pertemuannya dengan Rosaline tadi pagi!

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 151 — TAMAT

    Beberapa bulan setelah itu, Baskara sedang menyimak berita yang sedang trending di media. Soal Janu dan Gemintang yang sedang naik bisnisnya. Juga hubungan mereka yang diperdebatkan banyak orang. Entah bagaimana ia harus merasa. Dia tak rela, tetapi itulah menjadi pilihan Gemintang. Aruna yang tahu perasaan lelaki itu menyandarkan tubuhnya di kursi sebelah Baskara yang sedang menatap layar ponselnya, memperhatikan berita tentang Janu dan Gemintang. Semburat senyum tipis terlihat di wajahnya, tetapi matanya menunjukkan kesedihan yang tak tersembunyikan.“Kenapa Bapak masih melihat berita mereka?” Aruna bertanya lembut, mengambil alih perhatian Baskara yang sepertinya larut dalam pikirannya sendiri.Baskara menghela napas, mengunci layar ponselnya dan meletakkannya di meja. “Entahlah, mungkin aku hanya ingin memastikan bahwa dia bahagia di sana.”Aruna tersenyum lembut, mencoba mengusir suasana muram di wajah Baskara. “Gemintang memang sudah memilih jalannya sendiri, Pak. Terkadang, m

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 150 — KATA YANG TAK PERNAH TERUCAP

    “Kalian memang manusia tidak tahu diuntung! Awas saja! Awas saja kalian!”Usai mengatakan demikian, Bu Dewi gegas pergi dari ruangan itu, meninggalkan Janu dan Rosaline yang kini berdiri pada posisinya masing-masing. “Bibirmu berdarah.” Janu menunjuk setitik darah yang tampak di sudut bibir Rosaline.Janu lalu menghubungi sekretaris untuk meminta kotak obat lewat sambungan pararel.“Duduklah, sekretaris akan datang bawakan obat.”Rosaline kemudian duduk di sofa, sementara Janu mengambilkan satu botol air mineral dan membukakan tutupnya untuk Rosaline, bersamaan dengan itu pula, sekretaris Rosaline mengantar obat. Saat sekretarisnya memberikan kotak obat, Rosaline menunduk sambil mengambilnya dari tangan sang sekretaris. "Terima kasih, tapi saya bisa obati sendiri," ucapnya pelan yang kemudian dijawab dengan anggukan oleh sang sekretaris.Janu menyerahkan botol air mineral yang baru saja ia buka untuk Rosaline. “Ini, minumlah dulu,” ujarnya dengan nada lembut. Rosaline mengucapkan te

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 149 — SETITIK DARAH

    “Kau yakin aku ingin membahas hal itu?” Rosaline memelankan suaranya. Dia sedikit terkejut dengan permintaan Janu. “Lakukan saja, pancing hingga dia mengatakan semuanya.”Rosaline mengangguk.Janu lantas beringsut mundur, mencari tempat strategis, tak lupa membawa pena perekam yang diberikan oleh Rosaline dan memastikan dirinya tak meninggalkan jejak apapun. “Rosaline!”Seruan Bu Dewi semakin jelas dan keras, hampir memekakan telinganya. Rosaline lalu membawa dirinya duduk di kursi direktur, membuka laptopnya dan bersikap seolah ia sedang bekerja. Hingga akhirnya ….Brakk! Pitu ruangannya dibuka dengan kasar, Rosaline menghentikan gerakan jarinya di atas papan ketik. Dia mendongak menatap Bu Dewi yang memberikan ekpsresi marahnya. “Bisa-bisanya meminta sekretarismu untuk berbohong dan mengatakan kau sedang menemui tamu, padahal kau sedang tidak bertemu dengan siapa-siapa?” Wanita paruh baya itu berjalan mendekat ke arah Rosaline dengan wajah penuh amarah, kedua tangan juga mengep

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 148 — WELLCOME BACK!

    Pagi-pagi sekali, Janu segera pergi ke kantor Ferinco.Empat tahun tidak pernah mengunjunginya, gedung pencakar langit itu masih sama, tidak banyak hal yang berubah, hanya mengalami renovasi di beberapa titik denah. Janu mengikuti arah langkah Manggala yang berjalan lebih dulu di depannya, mengantarnya menuju tempat tujuan. Setelah beberapa saat menyusuri lorong, dan menaiki lift, mereka bedua akhirnya tiba di depan ruang milik Rosaline.Sementara Manggala menghela napas panjang sebelum menepuk pundak Janu. Pria yang berusia lebih muda darinya itu merentangkan tangan. “Akhirnya, kau kembali. Welcome back to work!”“Thanks, Brother! Kau harus menemaniku memulai semuanya dari awal,” ucap Janu membalas pelukan Manggala. “Itu pasti! Oh iya, Kau langsung masuk saja, biasanya Rosaline akan datang sebentar lagi.” Manggala melepas peluknya, lalu melirik arloji perak pada tangan kirinya. Pria berjas itu lalu mengambil sebuah kartu dari dalam saku jasnya.“ID card milikmu, mulai hari ini kau

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 147 — BERITA BAIK

    Selepas bertemu dengan Manggala di kafe, menjelang makan siang Janu kembali ke rumah. Kedatangan pria itu disambut oleh si kembar yang berlari ke arahnya seraya memanggil, “Ayah!”“Yeeeay! Ayah pulang!”Janu pun menggendong mereka berdua. “Kamu sudah selesai, Mas?” tanya Gemintang ketika melihat Janu menggendong putra dan putrinya. Dia melihat sekilas ke arah Janu, sebelum mengembalikan pandangan pada untaian daun bawang di hadapannya.“Sudah,” jawab Janu ketika menurunkan Keenan dan Kinara di ruang tengah. Kedua bocah itu segera menghampiri mainan mereka lagi. Sementara Janu mendekat ke arah Gemintang yang sedang sibuk di dapur. “Apa yang kalian bahas? Sepertinya kamu ceria sekali setelah bertemu dengan mantan istri?” mendengar itu Janu terkekeh. Selanjutnya melingkarkan lengannya di tubuh Gemintang. Dagunya bersandar di pundak kanan wanita itu. “Kamu cemburu, hm?”“Tidak. Hanya penasaran, apa yang dibahas suamiku ketika bertemu mantan sehingga ketika pulang wajahnya bisa sumring

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 146 — RENCANA JANU

    Janu memandangi surat itu dalam diam. Hatinya berkecamuk antara kaget dan heran. Satu sisi, ia merasa diberi kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Namun di sisi lain, ada keraguan yang masih muncul dalam hatinya. Apakah ini semua bisa dipercaya? Atau hanya akal-akalan Rosaline saja?"Aku mengerti keraguanmu. Awalnya, aku tidak ingin percaya dengan Rosaline, tetapi, jika dipikirkan ulang, untuk apa dia rela untuk melepas ini semua, kalau bukan karena dia memang ingin berubah?"Janu masih membisu, mencoba mempertimbangkan kata-kata sang sepupu. Hingga akhirnya, pria itu membuka suara. “Jika aku menerima kembali ini semua, lantas bagaimana dengan Rosaline?”“Dia sudah punya tujuannya sendiri. Kau tidak perlu cemaskan itu, yang penting sekarang dia sudah berada di pihakku, dia juga sudah bersedia bersaksi atas semua kesalahan Bu Dewi.”“Dia bersedia?” ulang Janu, tak percaya. “Iya, yang aku tahu hubungannya dengan Bu Dewi memburuk. Anak buahku melapor jika Rosaline tinggal di aparteme

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 145 — APAPUN ALASANNYA

    “Aku tidak tahu, tetapi Manggala bilang Rosaline ingin bertemu denganku.”Janu memperhatikan wajah istrinya yang berubah. Begitu nama Rosaline disebut, senyum di wajah Gemintang pudar perlahan. Janu paham, hati wanita itu begitu sensitif, terlebih jika mendengar nama mantan atau orang yang pernah menjadi masa lalu pasangannya.Dia bahkan tahu, Rosaline adalah sumber masalah mereka selama ini. Seharusnya nama itu tak pernah ia sebutkan.“Rosaline?” ulang Gemintang, “Kamu… masih berhubungan dengan dia?”Janu cepat-cepat menggeleng. “Tidak. Jangan salah paham dulu. Aku sudah lama putus kontak dengannya. Kalau kamu tidak percaya, kamu boleh tanya ke Manggala. Aku juga tidak tahu apa yang akan Rosaline bicarakan; tiba-tiba saja dia meminta bertemu.”Gemintang tetap diam, membuat Janu khawatir dia akan marah.“Begini saja, kita pergi bersama, supaya kamu tahu apa yang akan Rosaline bicarakan,” tawar Janu, berharap bisa menenangkan hati istrinya.Namun, jawaban Gemintang tak sesuai harapannya

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 144 — ANAK KE EMPAT?

    “Mengembalikan apa yang seharusnya menjadi milik Janu.”Manggala menatap map berwarna biru yang baru saja disodorkan Rosaline. Sepasang matanya menyipit kala melihat barisan tinta yang tertulis di atas kertas itu. Apakah semudah itu Rosaline menyerahkan kembali semua aset yang telah dia dapatkan ini?“Kalau kau berpikir aku punya rencana buruk, kau salah. Aku serius, Manggala. Aku ingin mengakhiri semua ini. Aku bersedia menjadi saksi. Bahkan jika aku dinyatakan bersalah, aku siap menerima konsekuensinya.” Rosaline mengatakan kalimat itu dengan suara yang agak parau. Sebenarnya Manggala iba dengan wanita itu, tetapi mengingat semua perbuatannya di masa lalu, ia tetap harus waspada, bukan? Bisa saja ini hanya permainan liciknya?“Apa yang membuatmu berubah pikiran seperti ini, Rosaline? Apa yang akan terjadi ketika kau mengembalikan semua ini pada Janu?” Manggala bertanya setelah menyeruput kopinya. Helaan napas panjang meluncur dari bibir Rosaline. “Sudah kukatakan sebelumnya karena

  • Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua   BAB 143 — MENGEMBALIKAN HAK MILIK

    “Maksudmu… Janu?” Manggala mengulang, keningnya berkerut, mencoba mencerna maksud ucapan Rosaline. Tidak ada angin, tidak ada hujan tiba-tiba membicarakan pria itu.Mengingat sudah bertahun-tahun lamanya wanita itu tak mengungkit nama Janu. Hingga sekarang ketika Janu sudah bersama lagi dengan Gemintang, mengapa tiba-tiba dia membahas soal pria itu?Apa dia sudah tahu tentang mereka?[“Ya, aku tidak bisa menjelaskan di sini. Aku ingin bertemu denganmu sekarang. Akan aku jelaskan semuanya.”] Rosaline menjawab dari seberang sana. Suaranya terdengar parau. Entah apa yang terjadj dengan wanita itu tetapi Manggala hanya bisa menebak-nebak. Manggala menghela napas panjang, bergulat dengan keengganan, tetapi rasa penasaran yang begitu besar memaksanya setuju. “Oke, sebaiknya kita bertemu di luar kantor saja. Takutnya ada banyak orang yang mendengar,” usulnya yang kemudian disetujui oleh Rosaline. Setelah sepakat, mereka meluncur ke sebuah kafe di pusat kota. Meski ramai, mereka menemukan s

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status