เข้าสู่ระบบ"Abang, yakin kita pergi dengan motor ini," tunjuk Alesha ke arah motor yang berdiri gagah di depannya.
"Iya. Apa kamu keberatan naik motor ini. Atau kita pergi dengan mobil saja," usul Fatih. "Jangan! Jangan! Jangan. Kita naik ini saja. Biar lebih romantis dan so good." Tentu Alesha dengan senang hati naik motor yang ada di depan matanya. Motor yang ada di depannya adalah salah satu jenis kesukaannya, Harley Davidson. Meskipun keluaran lama masih terlihat gagah. Motor ini adalah milik Pak Kyai yang sering digunakan oleh Fatih. Motor yang sudah digunakan sejak beliau muda. Lalu diwariskan untuk Fatih. Sudah tidak kuat lagi mengendarai motor gede. Lebih nyaman menggunakan mobil. Selain main sepak bola Alesha sangat menyukai berbagai jenis motor moge. Merek Harley Davidson adalah merek yang paling disukai. Cita-citanya ingin membeli salah satu merek motor tersebut. Namun harganya yang sangat mahal, dia mengurungkan niat. Tidak mungkin kedua orang tua dan Abangnya akan membeli motor tersebut. Palingan hanya dibelikan sepeda. Mereka pernah jantungan jamaah ketika Alesha masuk ke rumah sakit. Dia dengan nekat meminjam motor moge milik temannya untuk balapan liar. Masih untung motor dan dia masuk ke dalam sawah, bukan ke jurang. Sehingga Alesha tidak terluka parah. Sejak saat itu larangan membawa motor diberlakukan karena sikap ugal-ugalan. Mana hanya dia anak perempuan yang ikutan balap motor. "Ayo naik," ajak Fatih. Alesha dengan cepat duduk di bagian depan motor. Bukan di bagian belakang. "Kamu mau bawa motornya?" tanya Fatih menaikkan sebelah alis. Dimana dia harus duduk jika Alesha duduk di depan. Alesha ingin menjawab ya. Karena memang ingin mengendarainya. Tapi mengingat ulang yang akan membawa motor tersebut adalah suaminya, maka dengan segera bergeser ke belakang. "Nggak Abang Fatih kusayang. Alesha hanya ingin merasakan duduk di sini saja. Ayo kita jalan," sahut Alesha menepuk motor bagian depan. Fatih tidak memperpanjang masalah. Mereka harus segera berangkat mengurus berkas dan lainnya sebelum berangkat ke ibukota. Alesha segera mengalungkan kedua tangan di pinggang Fatih tanpa malu. Dengan kepala yang bersandar di punggung sang suami begitu mesra. Persis seperti orang pacaran. Bedanya mereka sudah halal. Fatih hanya melirik sekilas tangan Alesha yang melingkar di perut. Lalu menoleh ke arah belakang tanpa suara. Tanpa berkata lagi langsung menyalakan motor. Selama menikah mereka jarang berinteraksi atau bersentuhan. Hanya sebatas memeluk dan pegang tangan. Itupun Alesha yang melakukan duluan. Tanpa tersipu sedikitpun. Lebih kepada mangsa yang melihat korban. Hanya sebatas itu saja. Karena sayangnya, setelah akad Alesha malah kedatangan tamu sehingga membuat malam pertama mereka gagal. Harus menunggu seminggu lagi baru dia kembali dengan keadaan suci. Padahal Alesha sudah tidak sabar ingin menyentuh tubuh Fatih di manapun. Bukan hanya tangan dan pinggang saja. Membayangkan hal itu membuat dirinya terkekeh sendiri. Apakah dia terlalu mesum? Tapi nggak masalah kan mesum sama suami sendiri. *** "Kamu tunggu di sini. Aku mau bertemu Abi dan lainnya sebelum kita berangkat," ujar Fatih setelah turun dari motor. Alesha menganggukkan kepala dengan pelan. Hilang sudah kehangatan dari tubuh Fatih. "Aku juga mau menemui temanku." Alesha dengan tidak ikhlas berpisah dengan Bang Fatih. Sudah beberapa hari menikah, hubungan mereka masih biasa saja. Fatih juga lebih sering pergi dibandingkan bersama dengannya. Mau bagaimana lagi. Mereka terlalu sibuk mengurus pindahan. "Hei!" seru tiga orang santri setelah Fatih menghilang. Mereka sengaja menunggu Fatih pergi sebelum memanggil Alesha. Alesha balik badan dengan malas. Mendengar suara itu saja sudah jelas siapa yang memanggilnya. Panggilan yang tidak ada sopan santun. "Kenapa diam. Sini kamu!" "Siapa yang perlu. Kalau mau sini lah," sahut Alesha dengan kedua tangan di pinggang. Menghadapi mereka tidak perlu sopan. Mereka duluan yang cari masalah. "Sudah besar kepala ya kamu setelah kamu nikah dengan Gus Fatih." Mereka bertiga terpaksa mendekat. Alesha sama sekali tidak beranjak dari parkiran motor. "Apa mata kamu udah rabun? Kepalaku masih sama tuh kayak dulu." "Kamu!" "Salma, sabar, kamu jangan marah. Dia sudah sah menjadi istri Gus Fatih," tegur Laila menarik tangan Salma yang terarah ke wajah Alesha. Alesha melirik mereka bertiga sekilas dengan ekor mata. Mulai dari rambut sampai ujung kaki. Mereka bertiga lah yang menyatakan dia kandidat terakhir sebagai istri Bang Fatih alias Gus di Pesantren ini. Sekarang Alesha bisa menaikan dagu dengan tinggi. Dialah yang akhirnya berhasil mendapatkan Bang Fatih. "Aku masih tidak terima kamu nikah dengan Gus Fatih," desis Salma ditahan Laila dan Salwa. Santri satu lagi. "Omo, ada yang cemburu. Adududu, kacian. Aku loh yang dipilih langsung sama Pak Kyai," ejek Alesha puas. Sekarang dia bisa membalas kesombongan mereka. "Kamu jangan sombong dulu Alesha!" "Siapa yang sombong. Itu kan memang kenyataannya. Masih mau protes? Protes lah sama Pak Kyai.” "Pak Kyai milih kamu pasti karena Safa masih kuliah di luar negeri. Jika dia ada di sini, kamu ngak akan dipilih." Luntur sudah kesombongan Alesha. Jika dibandingkan dengan Safa, dia hanya butiran amoeba, lebih kecil dari debu yang masih kasat mata. Tidak ada satu keunggulan sama sekali dibandingkan Safa. Safa lebih pintar, cantik, sopan, lemah lembut. Calon istri impian cowok dan menantu ibu-ibu. Sama seperti Fatih. Saat Safa dan Fatih masih berada di pesantren mereka disandang-sandangkan akan menjadi pasangan yang paling sempurna. Tidak ada cacatnya. Alesha yang menyadari semua itu hanya bisa pasrah dan mengagumi dari belakang. Sejak kepergian Safa keluar negeri lah dia berani curi-curi pandang ke Fatih saat bersama Bang Muzammil. Cari kesempatan mumpung saingan besar tidak ada. Sayangnya Fatih juga pergi ke ibukota sebelum rencananya dilaksanakan. Jadi ketika dilamar Pak Kyai tentu saja itu merupakan keajaiban baginya. Dia sudah menggunakan kupon voucher keberuntungan seumur hidup dan mati. Sudah termasuk diskon dan juga sales besar-besaran. "Kenapa diam? Sekarang kamu sudah nggak bisa sombong kan?" tanya Salma tersenyum menang. "Aku hanya mikir," ujar Alesha ala-ala detektif. Sok misterius. "Mikir apa? Mikir Gus Fatih lebih cocok dengan Safa dibandingkan kamu kan?" "Hemm, aku pikir kalian iri sampai segitunya. Makanya kalian ingin memancing aku kan. Ngaku deh," kata Alesha berusaha tidak terpengaruh. Sekarang dialah pemenang. Apalagi yang perlu diributkan. Mereka sudah menikah. Safa sudah tidak memiliki kesempatan lagi. Salah sendiri dia pergi keluar negeri. "Kalian sok bawa-bawa nama Safa untuk memancing aku. Sori ya, aku tidak akan kemakan omongan kalian. Bang Fatih itu sudah sah jadi suami aku." "Kamu masih belum sadar diri juga?" "Dah ya, aku mau menemui teman baik ku dulu. Aku tidak ada waktu mengurus kalian. Bye bye," ucap Alesha melengos pergi. Waktunya tidak banyak. "Awas saja kamu Alesha. Saat Safa kembali, hubungan kalian akan berakhir," desis Salma dendam. Jika dia tidak bisa memiliki Gus Hanif, maka Alesha lebih tidak berhak. "Kamu ingin rumah tangga mereka hancur Salma? Ingat, menghancurkan rumah tangga orang sama saja kamu telah merusak hidup kamu sendiri. Allah melaknat bagi siapapun yang berniat merusak rumah tangga orang lain. Kita bisa dimasukkan ke neraka penuh penderitaan," tegur Salwa. Sesukanya dia sama Gus Fatih dan sebencinya dia kepada Alesha, dia lebih takut kena karma dan dilaknat Allah. "Astagfirullah," nyebut Salma. Dia juga takut kalau sudah berhadapan dengan sang pencipta. "Aku nggak gitu juga." "Terus?" "Tau ah. Pokoknya aku nggak suka mereka menikah titik. Gus Fatih lebih pantas sama Safa." Bersambung …Fatih telah selesai dengan urusannya. Saat kembali ke parkiran motor, di tengah jalan dia melihat Alesha yang sedang tertawa bebas dengan dua santri yang tidak dikenal olehnya. Di bawah pohon rindang. Dimana Alesha duduk di atas meja dan sebelah kaki di atas kursi."Itu istrinya kamu Gus Fatih? Saya masih heran kenapa Pak Kyai malah memilih dia dari ribuan santri yang ada," komentar salah satu ustadz yang menemani Fatih.Mata mereka bertiga terfokus pada Alesha yang tertawa sampai terpingkal-pingkal. Tidak ada kalem sama sekali."Kamu jangan bicara begitu. Itu pilihan Pak Kyai. Gus Fatih jangan dengar perkataan tadi ya," kata Ustadz satu lagi dengan tidak enak."Saya duluan ya, Ustadz. Assalamualaikum," pamit Fatih tanpa memberi komentar."Waalaikumsalam.""Tuh, kamu lihat ekspresi Gus Fatih. Perempuan yang kamu hina tadi sudah menjadi istri Gus Fatih." "Bukan hanya aku saja yang masih belum menerima keputusan Kyai. Para santriwan dan santriwati juga," belanya."Itu bukan urusan kita
"Abang, yakin kita pergi dengan motor ini," tunjuk Alesha ke arah motor yang berdiri gagah di depannya."Iya. Apa kamu keberatan naik motor ini. Atau kita pergi dengan mobil saja," usul Fatih."Jangan! Jangan! Jangan. Kita naik ini saja. Biar lebih romantis dan so good."Tentu Alesha dengan senang hati naik motor yang ada di depan matanya. Motor yang ada di depannya adalah salah satu jenis kesukaannya, Harley Davidson. Meskipun keluaran lama masih terlihat gagah. Motor ini adalah milik Pak Kyai yang sering digunakan oleh Fatih. Motor yang sudah digunakan sejak beliau muda. Lalu diwariskan untuk Fatih. Sudah tidak kuat lagi mengendarai motor gede. Lebih nyaman menggunakan mobil.Selain main sepak bola Alesha sangat menyukai berbagai jenis motor moge. Merek Harley Davidson adalah merek yang paling disukai. Cita-citanya ingin membeli salah satu merek motor tersebut. Namun harganya yang sangat mahal, dia mengurungkan niat. Tidak mungkin kedua orang tua dan Abangnya akan membeli motor ter
"Aku masih nggak habis pikir. Kok bisa-bisanyaPak Kyai bisa menikahkan kamu dengan Fatih," ujar Arafah masih tidak rela seorang Gus Fatih incaran santri Nikah mendadak."Apa? Nggak rela?" ejek Alesha."Iya dong. Aku gini-gini juga suka sama Gus Fatih. Siapa sih yang nggak mau nikah sama Gus Fatih.""Betul, aku juga mau. Lumayan bisa terjamin makan seumur hidup," nimbrung Zainab membuat kedua sejoli yang sedang berdebat diam. Kenapa topiknya jadi berubah."Apa?""Kamu kira keluarga Pak Kyai warung makanan?" ujar Arafah menjitak jidat Zainab dengan pelan."Kan Pak Kyai memang orang kaya. Banyak duit. Artinya bisa beli banyak makanan kan?" sahutnya mengelus bekas jitakan Arafah."Dah lah Alesha, abaikan saja dia. Sekarang jawab pertanyaan aku dengan serius. Kenapa Pak Kyai milih kamu. Kamu kan banyak kekurangan," ujar Arafah serius sambil memegang kedua bahu Alesha."Nah itulah kelebihanku, banyak kekurangan."Arafah menepuk jidat. Percuma tanya ke Alesha. Alesha pasti akan menyembunyik
"Kalau Alesha nggak nikah dengan Bang Fatih, mending Alesha menjadi perempuan tua saja. Alesha mau melajang seumur hidup dan tinggal sendiri di dalam hutan," ancam Alesha. Muka dibuat-buat segalak mungkin. Mata di micingkan tajam sampai berdenyut. Rasanya sedikit perih. Namun masih ditahan demi anak sebelas."Alesha, sana kamu masuk dulu Nak. Apa kamu gak malu sama Pak Kyai dan Nyai," tegur Yasmin, ibu kandung Alesha. Pasrah dengan sikap anak gadis yang tak lebih seperti anak TK.Yasmin menghela nafas kecil dengan sikap kekanakan sang anak. Meskipun Alesha tomboy dan barbar, pikirannya masih kekanakan. Bertolak belakang dengan Fatih yang sangat dewasa."Bang Fatih nya, Bu?" tanya Alesha sendu. Ibunya orang yang paling tidak bisa dilawan. Senakal-nakalnya dia takut dikutuk jadi kutu. Sudah tidak jaman jadi batu."Kamu masuk dulu ya Nak. Kamu patuh sama Bapak dan Ibu," bujuk Yasmin dengan suara lembut. Suara lembut yang bisa mencairkan keras kepala Alesha."Iya deh," jawab Alesha pasrah
"Gimana Pak Ustadz? Apa Pak Ustadz setuju kami meminang Nak Alesha untuk anak kami, Fatih?"'Gila! Gila! Gila! Ini beneran Gila!' jerit seorang perempuan dari balik pintu rumah sambil gigit kain sarung.Perempuan itu mengerut kening ketika pulang bermain, ralat, lebih tepatnya baru selesai nyolong mangga orang dengan anak kampung sebelah. Kerudung hitam yang di atas kepala sudah kusut dan kotor. Blus selutut yang acak-acakan. Tidak lupa kain sarung yang sudah bertengger di sebelah bahu. Bawahannya hanya celana tidur. Bukan celana legging atau celana longgar.Perempuan itu lebih suka pakai celana tidur dibanding celana lain. Lebih praktis. Pulang bisa langsung tidur. Tidak perlu mandi. Mandi hanya saat tercium wangi tak enak dari tubuhnya. Baginya mandi adalah pemborosan. Boros artinya dosa. Dosa artinya masuk neraka.Kembali lagi saat ini, melihat mobil Pak Kyai pemilik Pesantren tempatnya belajar, sekaligus tempat Bapak dan Abangnya mengajar, kakinya otomatis berlari secepat kilat k







