LOGINFatih telah selesai dengan urusannya. Saat kembali ke parkiran motor, di tengah jalan dia melihat Alesha yang sedang tertawa bebas dengan dua santri yang tidak dikenal olehnya. Di bawah pohon rindang. Dimana Alesha duduk di atas meja dan sebelah kaki di atas kursi.
"Itu istrinya kamu Gus Fatih? Saya masih heran kenapa Pak Kyai malah memilih dia dari ribuan santri yang ada," komentar salah satu ustadz yang menemani Fatih. Mata mereka bertiga terfokus pada Alesha yang tertawa sampai terpingkal-pingkal. Tidak ada kalem sama sekali. "Kamu jangan bicara begitu. Itu pilihan Pak Kyai. Gus Fatih jangan dengar perkataan tadi ya," kata Ustadz satu lagi dengan tidak enak. "Saya duluan ya, Ustadz. Assalamualaikum," pamit Fatih tanpa memberi komentar. "Waalaikumsalam." "Tuh, kamu lihat ekspresi Gus Fatih. Perempuan yang kamu hina tadi sudah menjadi istri Gus Fatih." "Bukan hanya aku saja yang masih belum menerima keputusan Kyai. Para santriwan dan santriwati juga," belanya. "Itu bukan urusan kita. Itu pilihan Pak Kyai. Pak Kyai tahu mana yang baik untuk Gus Fatih. Apa kamu meragukan keputusan Kyai?" *** "Alesha!" panggil Fatih. Alesha sontak berhenti tertawa. Tubuhnya langsung berdiri dengan tegak. "Assalamualaikum Gus Fatih," sapa Arafah dan Zainab bersamaan. "Waalaikumsalam. Kalian teman Alesha?" "Iya Gus Fatih," jawab Arafah cepat. Arafah dan Zainab saling dorong. Baru kali ini mereka berbicara dan berdiri dekat dengan Gus Fatih. Semakin dilihat, Gus Fatih semakin tampan dari dekat. Membuat mereka berdua meleleh. "Kamu sudah selesai Alesha. Kita harus segera kembali." "Teman-teman. Aku duluan ya. Suami aku tersayang udah jemput," ujar Alesha menggandeng tangan Fatih mesra. "Alesha, kamu jangan melupakan kami ya," pesan mereka sebelum berpisah. Mereka tidak tau kapan bertemu lagi. Sekarang hidup mereka jadi lebih tenang tanpa Alesha. Sudah tidak ada orang yang cari masalah. *** "Apa semua barang yang ingin kalian bawa sudah lengkap?" tanya Yasmin memastikan jika tidak ada barang yang tertinggal. Barang milik Fatih hanya satu tas ransel kecil. Barangnya sudah banyak di kota. Beda dengan Alesha yang mengangkut banyak barang. Itu pun sudah dikurangi banyak oleh ibunya. Hampir saja Alesha membawa semua isi kamar. Termasuk bantal guling buluk nya yang sudah tidak terbentuk. "Sudah Bu," sahut Alesha sedih. Dia harus berpisah dengan kedua orang tua dan Abangnya untuk pertama kali dalam hidupnya. "Kalian baik-baik ya di sana. Jika tidak sesuatu langsung kabari Ibu." "Baik Bu." "Kalian berdua sering-sering main ke sini jika kalian nggak sibuk," tambah Yasmin yang cukup berat melepaskan Alesha. Alesha sudah hidup bersamanya selama 20 tahun lebih. Nanti sudah tidak ada orang yang akan mengganggunya. "Alesha, kamu jaga Fatih dengan baik ya," pesan Kyai dengan penuh makna tanpa diketahui satu pun keluarga Alesha. "Iya Abi.” "Tolong tetap berada di samping suami kamu apapun yang terjadi ya. Umi percayakan anak Umi sama menantu Umi," bisik Nyai. "Tentu Umi," jawab Alesha polos. "Umi dan Abi serahkan Fatih sepenuhnya sama kamu." Alesha sudah memanggil kedua orang tua Fatih dengan Abi dan Umi. Seperti panggilan Fatih. Bukan lagi Pak Kyai dan Nyai seperti dulu. Fatih hanya diam sambil memasukan barang bersama dengan Muzammil. Sekali-kali melirik ke arah Alesha bersama kedua orang tuanya. Ketika matanya bertemu dengan Kyai, otomatis matanya bergerak ke arah lain. "Sudah," ujar Muzammil selesai meletakkan barang terakhir. "Fatih, aku titip Alesha sama kamu ya." "Kamu sudah berulang kali ucapkan itu." "Aku hanya khawatir saja." "Oh ya Alesha, kamu jangan apa-apain suami kamu ya," tegur Muzammil. "Memangnya, Alesha mau apain Bang Fatih," sewot Alesha cemberut tidak terima. "Ingat, semarah apapun kamu jangan memukul suami kamu." "Ibu," rengek Alesha malu. Bisa-bisa Abangnya berkata seperti itu di depan ibu dan bapak mertua. "Muzammil, jangan ganggu adikmu lagi." "Sudah sana pergi. Nanti kalian terlambat." Akhirnya Alesha dan Fatih pergi meninggalkan kampung halaman mereka menuju ibu kota dan menjalani kehidupan yang baru. Inilah awal mulanya Alesha akan melihat semua sifat asli dari Fatih. Seperti kata pepatah, hanya istri yang bakal tahu sifat asli dari suami bukan kedua orang tua ataupun saudara kandungnya. 'Maafkan Abi, Alesha. Abi terpaksa menjodohkan kalian demi kebaikan Fatih. Abi tau jika kamu perempuan yang kuat. Abi percayakan Fatih sama kamu. Tolong kembalikan Fatih seperti semua. Hanya kamu satu-satunya harapan Abi sekarang.' *** Alesha terfokus pada rumah di depan matanya. Rumah tersebut semakin dekat. Mereka sudah masuk ke dalam pekarangan rumah. Rumah-rumah yang ada di kota ternyata lebih megah dibandingkan yang ada di kampung. "Ini beneran tempat tinggal kita Bang Fatih?" tanya Alesha berdecak kagum. "Hemmm," gumam Fatih sebagai jawaban. "Wah, ternyata rumahnya besar kali. Lebih besar dari rumah Abi di kampung." Alesha tidak bisa berhenti berdecak kagum. Tidak tau seberapa kaya Pak Kyai sampai bisa membeli rumah sebesar itu. "Ayo turun. Barangnya tinggal di mobil saja. Nanti biar pekerja yang menurunkan barang kita. Kamu ambil saja tas yang penting," suruh Fatih datar. "Iya Bang." Alesha menarik sebuah tas ransel kecil yang berada di jok belakang. Lalu menyusul Fatih keluar. "Fatih, kamu sudah sampai. Aku sudah lama menunggu kamu," ujar seorang perempuan yang keluar dari dalam rumah dan langsung memeluk Fatih. Alesha mengerutkan kening melihat perempuan yang kekurangan bahan keluar dari dalam rumah. Perempuan tersebut menggunakan kaos dan juga rok di atas lutut. Tidak lupa wajah yang dipenuhi make up. Belum sempat merespon, dia bertambah terkejut saat Fatih dipeluk erat. Dimana Fatih sendiri tidak risih dan mendorong perempuan tersebut. "Aku kangen tau," ujarnya manja. "Bang Fatih, di-di-dia si-siapa?" tanya Alesha gagap. Alesha masih meloading. Apa yang di depan ini adalah suaminya. Perempuan tersebut melepaskan pelukan. Wajahnya langsung datar ketika melihat Alesha. Lalu dengan sengaja menggandeng tangan Fatih sambil bersandar manja. "Sayang, apa ini istri kamu itu?" tanyanya dengan pandangan menghina. "Bang Fatih!" teriak Alesha menahan marah. Alesha ingin sekali menerjang perempuan yang berani menggandeng suaminya. Menghajar perempuan tersebut atau melemparnya jauh-jauh. Sekali lihat bisa menilai jika perempuan itu bukan perempuan yang benar. Tapi satu sisi dia dibuat heran oleh sang suami. Kenapa Fatih sama sekali tidak menolak. Malah berdiri dengan tegak di depannya. "Sayang, apa kamu tidak mau mengenalkan dia sama aku?" tanyanya dengan jari telunjuk berputar-putar di dada bidang Fatih. "Bang Fatih, dia siapa?" tunjuk Alesha kasar. "Alesha, kenalkan, ini pacar aku, Bella. Bella, kenalkan, ini istri aku, Alesha," ucap Fatih seperti memperkenalkan dua orang sahabat. "APA!" teriak Alesha menggema. Bersambung ….Fatih telah selesai dengan urusannya. Saat kembali ke parkiran motor, di tengah jalan dia melihat Alesha yang sedang tertawa bebas dengan dua santri yang tidak dikenal olehnya. Di bawah pohon rindang. Dimana Alesha duduk di atas meja dan sebelah kaki di atas kursi."Itu istrinya kamu Gus Fatih? Saya masih heran kenapa Pak Kyai malah memilih dia dari ribuan santri yang ada," komentar salah satu ustadz yang menemani Fatih.Mata mereka bertiga terfokus pada Alesha yang tertawa sampai terpingkal-pingkal. Tidak ada kalem sama sekali."Kamu jangan bicara begitu. Itu pilihan Pak Kyai. Gus Fatih jangan dengar perkataan tadi ya," kata Ustadz satu lagi dengan tidak enak."Saya duluan ya, Ustadz. Assalamualaikum," pamit Fatih tanpa memberi komentar."Waalaikumsalam.""Tuh, kamu lihat ekspresi Gus Fatih. Perempuan yang kamu hina tadi sudah menjadi istri Gus Fatih." "Bukan hanya aku saja yang masih belum menerima keputusan Kyai. Para santriwan dan santriwati juga," belanya."Itu bukan urusan kita
"Abang, yakin kita pergi dengan motor ini," tunjuk Alesha ke arah motor yang berdiri gagah di depannya."Iya. Apa kamu keberatan naik motor ini. Atau kita pergi dengan mobil saja," usul Fatih."Jangan! Jangan! Jangan. Kita naik ini saja. Biar lebih romantis dan so good."Tentu Alesha dengan senang hati naik motor yang ada di depan matanya. Motor yang ada di depannya adalah salah satu jenis kesukaannya, Harley Davidson. Meskipun keluaran lama masih terlihat gagah. Motor ini adalah milik Pak Kyai yang sering digunakan oleh Fatih. Motor yang sudah digunakan sejak beliau muda. Lalu diwariskan untuk Fatih. Sudah tidak kuat lagi mengendarai motor gede. Lebih nyaman menggunakan mobil.Selain main sepak bola Alesha sangat menyukai berbagai jenis motor moge. Merek Harley Davidson adalah merek yang paling disukai. Cita-citanya ingin membeli salah satu merek motor tersebut. Namun harganya yang sangat mahal, dia mengurungkan niat. Tidak mungkin kedua orang tua dan Abangnya akan membeli motor ter
"Aku masih nggak habis pikir. Kok bisa-bisanyaPak Kyai bisa menikahkan kamu dengan Fatih," ujar Arafah masih tidak rela seorang Gus Fatih incaran santri Nikah mendadak."Apa? Nggak rela?" ejek Alesha."Iya dong. Aku gini-gini juga suka sama Gus Fatih. Siapa sih yang nggak mau nikah sama Gus Fatih.""Betul, aku juga mau. Lumayan bisa terjamin makan seumur hidup," nimbrung Zainab membuat kedua sejoli yang sedang berdebat diam. Kenapa topiknya jadi berubah."Apa?""Kamu kira keluarga Pak Kyai warung makanan?" ujar Arafah menjitak jidat Zainab dengan pelan."Kan Pak Kyai memang orang kaya. Banyak duit. Artinya bisa beli banyak makanan kan?" sahutnya mengelus bekas jitakan Arafah."Dah lah Alesha, abaikan saja dia. Sekarang jawab pertanyaan aku dengan serius. Kenapa Pak Kyai milih kamu. Kamu kan banyak kekurangan," ujar Arafah serius sambil memegang kedua bahu Alesha."Nah itulah kelebihanku, banyak kekurangan."Arafah menepuk jidat. Percuma tanya ke Alesha. Alesha pasti akan menyembunyik
"Kalau Alesha nggak nikah dengan Bang Fatih, mending Alesha menjadi perempuan tua saja. Alesha mau melajang seumur hidup dan tinggal sendiri di dalam hutan," ancam Alesha. Muka dibuat-buat segalak mungkin. Mata di micingkan tajam sampai berdenyut. Rasanya sedikit perih. Namun masih ditahan demi anak sebelas."Alesha, sana kamu masuk dulu Nak. Apa kamu gak malu sama Pak Kyai dan Nyai," tegur Yasmin, ibu kandung Alesha. Pasrah dengan sikap anak gadis yang tak lebih seperti anak TK.Yasmin menghela nafas kecil dengan sikap kekanakan sang anak. Meskipun Alesha tomboy dan barbar, pikirannya masih kekanakan. Bertolak belakang dengan Fatih yang sangat dewasa."Bang Fatih nya, Bu?" tanya Alesha sendu. Ibunya orang yang paling tidak bisa dilawan. Senakal-nakalnya dia takut dikutuk jadi kutu. Sudah tidak jaman jadi batu."Kamu masuk dulu ya Nak. Kamu patuh sama Bapak dan Ibu," bujuk Yasmin dengan suara lembut. Suara lembut yang bisa mencairkan keras kepala Alesha."Iya deh," jawab Alesha pasrah
"Gimana Pak Ustadz? Apa Pak Ustadz setuju kami meminang Nak Alesha untuk anak kami, Fatih?"'Gila! Gila! Gila! Ini beneran Gila!' jerit seorang perempuan dari balik pintu rumah sambil gigit kain sarung.Perempuan itu mengerut kening ketika pulang bermain, ralat, lebih tepatnya baru selesai nyolong mangga orang dengan anak kampung sebelah. Kerudung hitam yang di atas kepala sudah kusut dan kotor. Blus selutut yang acak-acakan. Tidak lupa kain sarung yang sudah bertengger di sebelah bahu. Bawahannya hanya celana tidur. Bukan celana legging atau celana longgar.Perempuan itu lebih suka pakai celana tidur dibanding celana lain. Lebih praktis. Pulang bisa langsung tidur. Tidak perlu mandi. Mandi hanya saat tercium wangi tak enak dari tubuhnya. Baginya mandi adalah pemborosan. Boros artinya dosa. Dosa artinya masuk neraka.Kembali lagi saat ini, melihat mobil Pak Kyai pemilik Pesantren tempatnya belajar, sekaligus tempat Bapak dan Abangnya mengajar, kakinya otomatis berlari secepat kilat k







