Neo Jhinyu mencoba bangkit dengan membalas. Giginya bergemeletuk menahan emosi yang berbaur dengan rasa malu. “Sebenarnya siapa kamu? Aku tidak percaya kamu adalah anggota Villa Hati Seribu Bintang!” Xiao Tian mengangkat dagunya sedikit, mendengus dingin. Dalam sikapnya tidak ada tergesa. Suaranya tetap tenang, seolah ia adalah hakim yang akan memutuskan akhir hidup di hadapannya. “Siapa aku itu bukan urusanmu. Hal yang perlu kamu tahu adalah, tempat ini akan menjadi kuburanmu.” Mata Neo Jhinyu menajam. Ia tak bisa lagi berpura-pura tenang. Sorot matanya bergetar hebat, wajahnya memucat, tapi dari mulutnya meluncur teriakan terpaksa. “Sial, karena kamu menolak untuk mengampuni kami, maka walaupun kami mati, kami akan menyeretmu mati bersama!” Suara teriakannya menggema. Ia menatap Wong Hai dan Xi Wangmu, memberi aba-aba dengan pandangan yang sudah penuh keputusasaan. “Gabungkan teknik terkuat kita. Biarkan bajingan itu mati bersama kita!” Tanpa ragu, ketiganya langsung membaka
Xiao Tian menatap monster darah itu tanpa berkedip. Tatapannya dingin, namun dalam hatinya bergemuruh rasa ingin membantai. Ia sangat ingin mengeluarkan pedang karat misterius yang selama ini setia bersamanya. Energi pekat dari monster darah itu adalah santapan sempurna bagi artefak itu. Namun, ia menahan keinginannya. Karena dia tahu, sekali pedang itu keluar, maka penyamarannya akan berakhir. Semua orang akan langsung mengenalinya, sebab pedang karat misterius bukanlah artefak biasa. Ribuan pasang mata sudah mengenalnya sebagai tanda tangan Xiao Tian. Dalam hati, dia berkomunikasi cepat. “Roh tua, tenang saja. Walaupun kamu tidak aku keluarkan, aku akan memastikan monster darah itu menjadi makananmu!” Jawaban belum terdengar, namun dari dalam cincin dewa, aura pedang karat misterius mulai bergemuruh antusias, seolah-olah mengerti maksud tuannya. Cincin itu bergetar ringan, mengeluarkan denyut lembut yang tak terdengar oleh siapapun kecuali Xiao Tian. Di sisi lain, Neo Jhinyu, W
Di luar, tak satu pun tahu apa yang sedang terjadi. Mereka tidak memahami kekuatan itu, tidak mengenal kemampuan melahap selevel ini. Mereka hanya bisa menyaksikan monster darah sebesar gunung itu perlahan memudar—dari kokoh, menjadi transparan, lalu hancur menjadi aliran energi yang tersedot ke dalam cincin Xiao Tian. BAANG!!! Monster darah itu akhirnya meledak. Energinya terserap sepenuhnya ke dalam cincin Xiao Tian. Di saat yang sama— PLOF! PLOF! PLOF! Neo Jhinyu, Wong Hai, dan Xi Wangmu memuntahkan darah segar. Wajah mereka kini benar-benar seperti mayat hidup. Daging mereka menghilang. Hanya kulit keriput yang menempel pada tulang. Mata mereka nyaris keluar dari rongganya. Ketiganya menatap Xiao Tian dengan mata membelalak, tubuh mereka gemetar hebat. Rasa takut tak lagi bisa disembunyikan. Nafas mereka bergetar, dan langkah pun tak bisa lagi diambil. Teknik rahasia mereka—teknik yang telah mereka gunakan untuk membantai banyak kekuatan besar, bahkan menghancurkan beberap
Di sisi lain, di wilayah generasi tua, situasi jauh lebih tegang. Di sebuah dataran yang berbeda dari lahar sebelumnya, kekuatan yang saling berhadapan sudah terkumpul dalam formasi penuh. Pemimpin Paviliun Gerbang Kematian berdiri di garis depan, diapit oleh Pemimpin Rumah Suci Matahari Hitam dan Rumah Suci Langit Berdarah. Di belakang mereka, para tetua berdiri sejajar, auranya menggelegar. Mereka mengepung dua kelompok kecil: Pemilik Villa Hati Seribu Bintang dan Pemimpin Paviliun Bayangan Naga Abadi, bersama para tetua mereka yang terlihat jauh lebih sedikit. Gu Yang, Pemimpin Paviliun Gerbang Kematian, melangkah maju, senyum licik mengembang di wajahnya. “Gu Yang, apa maksudnya ini?” tanya Pemimpin Paviliun Bayangan Naga Abadi, suaranya tenang tapi tegas. Wajahnya tidak menunjukkan kepanikan, sebaliknya sangat tenang, seolah ia telah memperkirakan semua ini sejak awal. Gu Yang tertawa panjang. “Hahaha, orang tua... kalian telah hidup terlalu lama. Daripada menjadi makhluk tua
Di Kota Wuyu, sebuah kota besar dari Dinasti Ming, penguasanya adalah kerajaan Wang. Namun, raja saat ini tidak bermarga Wang, melainkan bermarga Xiao. Nama raja saat ini adalah Xiao Jian, menantu raja Wang sebelumnya. Istri Xiao Jian adalah putri sulung raja Wang sebelumnya. Kini, Xiao Jian bersama istri dan anaknya sedang dikelilingi oleh jenderal dari kerajaan Wang sendiri, yang dibantu oleh tokoh-tokoh kuat dari kekuatan lain.Xiao Jian berdiri bersama istrinya, Wangmei, sementara di belakang mereka ada anak laki-laki berusia 7 tahun, bernama Xiao Tian.“Xiao Jian, sekarang aku akan mengambil nyawamu dan juga anak, istrimu. Aku akan mengambil tahta yang semestinya milikku!”Orang yang berbicara adalah Wang Chong, dia adalah adik Wangmei. Namun saat ini, adik yang paling dia sayangi memberontak, bahkan dia berani membunuh semua orang yang setia pada Xiao Jian."Adik Wang Chong, mengapa kamu melakukan ini? Jika kamu menginginkan tahta, aku tidak akan sungkan untuk memberikan semuany
Wajah Wang Chong merah padam, amarahnya memuncak, matanya memancarkan aura pembunuh yang menakutkan. “Xiao Jian. Sekarang aku akan mengakhiri hidupmu terlebih dulu. Tidak perlu khawatir, kamu tidak akan kesepian. Sebentar lagi anak dan istrimu akan menyusulmu ke Neraka!”“Wang Chong. Kamu benar-benar biadab! Istri dan anakku adalah kakak dan keponakanmu sendiri. Kenapa kamu memperlakukannya seperti ini? Orang sepertimu tidak akan lama lagi akan bertemu dengan malapetaka yang lebih menyakitkan daripada ini!” Dalam hati Xiao Jian, ia berharap bahwa karma akan segera menghampiri Wang Chong dan memberinya hukuman yang setimpal. “Banyak bicara!”Baang—Sebuah pedang langsung membelah tubuh Xiao Jian menjadi dua bagian, dan pria itu mati dengan cara yang mengenaskan.Kakak ipar yang malang, aku tidak akan membiarkan siapapun mengancam posisiku. Bagiku, tidak ada kerabat ataupun teman, siapapun yang memiliki potensi merebut posisiku, mereka akan bertemu dengan kematian yang mengenaskan!" u
Xiao Tian tenggelam di dalam sungai besar, anak itu sudah tidak sadarkan diri.Berbagai binatang buas mendekat untuk memangsanya. Namun, ketika berbagai binatang buas sudah berada dalam jarak beberapa meter dari anak itu. Tubuh Xiao Tian tiba-tiba bersinar. Cahaya itu begitu kuat hingga membutakan mata para binatang buas yang mendekat. Mereka tampak bingung dan takut, segera menjauh dari Xiao Tian. Adegan itu mengejutkan, karena para binatang buas itu dikenal sangat kuat dan ganas. Binatang terlemah di antara mereka adalah binatang tingkat dua, setara dengan pendekar kelas tiga dalam ranah manusia. Sementara yang terkuat adalah binatang raja, setara dengan ranah manusia pendekar raja bumi. Binatang-binatang itu lari ketakutan menjauh dari tubuh Xiao Tian yang sangat lemah. Cahaya yang bersinar dari dalam tubuh anak kecil itu berhasil mengusir seluruh binatang buas. Bagaimana mungkin seorang anak mampu membuat para binatang buas itu ketakutan dan menjauh? Apa yang sebenarnya terjad
Ketika Fa Wa sedang menangkap ikan di sungai, dengan pandangan kosong, Xiao Tian menatap langit yang biru, tangannya terkepal erat menggenggam kenangan pilu. Tiba-tiba, air mata mulai mengalir dari sudut matanya, jatuh ke tanah dan membentuk genangan kecil. Namun, itu bukan air mata biasa yang jernih, melainkan air mata darah yang merah pekat, seolah menggambarkan betapa dalamnya rasa sakit yang dirasakannya. Xiao Tian mengingat kembali saat ayah dan ibunya tewas di tangan musuh dari Kerajaan Wang dan Dinasti Ming, yang telah menghancurkan keluarganya.Dalam hatinya, dia bersumpah untuk membalaskan dendam orangtuanya. ’Ibu, ayah. Tian’er bersumpah akan membalaskan dendam kalian! Tian’er tidak akan membiarkan kerajaan Wang dan Dinasti Ming yang membuat kalian mati pergi begitu saja. Aku akan membuat mereka membayar ratusan kali lipat, jika aku tidak mampu membalas dendam, aku bersumpah untuk tidak menjadi manusia!’Ziyan Rouxi melihat Xiao Tian yang meneteskan air mata darah. “Tian, k
Di sisi lain, di wilayah generasi tua, situasi jauh lebih tegang. Di sebuah dataran yang berbeda dari lahar sebelumnya, kekuatan yang saling berhadapan sudah terkumpul dalam formasi penuh. Pemimpin Paviliun Gerbang Kematian berdiri di garis depan, diapit oleh Pemimpin Rumah Suci Matahari Hitam dan Rumah Suci Langit Berdarah. Di belakang mereka, para tetua berdiri sejajar, auranya menggelegar. Mereka mengepung dua kelompok kecil: Pemilik Villa Hati Seribu Bintang dan Pemimpin Paviliun Bayangan Naga Abadi, bersama para tetua mereka yang terlihat jauh lebih sedikit. Gu Yang, Pemimpin Paviliun Gerbang Kematian, melangkah maju, senyum licik mengembang di wajahnya. “Gu Yang, apa maksudnya ini?” tanya Pemimpin Paviliun Bayangan Naga Abadi, suaranya tenang tapi tegas. Wajahnya tidak menunjukkan kepanikan, sebaliknya sangat tenang, seolah ia telah memperkirakan semua ini sejak awal. Gu Yang tertawa panjang. “Hahaha, orang tua... kalian telah hidup terlalu lama. Daripada menjadi makhluk tua
Di luar, tak satu pun tahu apa yang sedang terjadi. Mereka tidak memahami kekuatan itu, tidak mengenal kemampuan melahap selevel ini. Mereka hanya bisa menyaksikan monster darah sebesar gunung itu perlahan memudar—dari kokoh, menjadi transparan, lalu hancur menjadi aliran energi yang tersedot ke dalam cincin Xiao Tian. BAANG!!! Monster darah itu akhirnya meledak. Energinya terserap sepenuhnya ke dalam cincin Xiao Tian. Di saat yang sama— PLOF! PLOF! PLOF! Neo Jhinyu, Wong Hai, dan Xi Wangmu memuntahkan darah segar. Wajah mereka kini benar-benar seperti mayat hidup. Daging mereka menghilang. Hanya kulit keriput yang menempel pada tulang. Mata mereka nyaris keluar dari rongganya. Ketiganya menatap Xiao Tian dengan mata membelalak, tubuh mereka gemetar hebat. Rasa takut tak lagi bisa disembunyikan. Nafas mereka bergetar, dan langkah pun tak bisa lagi diambil. Teknik rahasia mereka—teknik yang telah mereka gunakan untuk membantai banyak kekuatan besar, bahkan menghancurkan beberap
Xiao Tian menatap monster darah itu tanpa berkedip. Tatapannya dingin, namun dalam hatinya bergemuruh rasa ingin membantai. Ia sangat ingin mengeluarkan pedang karat misterius yang selama ini setia bersamanya. Energi pekat dari monster darah itu adalah santapan sempurna bagi artefak itu. Namun, ia menahan keinginannya. Karena dia tahu, sekali pedang itu keluar, maka penyamarannya akan berakhir. Semua orang akan langsung mengenalinya, sebab pedang karat misterius bukanlah artefak biasa. Ribuan pasang mata sudah mengenalnya sebagai tanda tangan Xiao Tian. Dalam hati, dia berkomunikasi cepat. “Roh tua, tenang saja. Walaupun kamu tidak aku keluarkan, aku akan memastikan monster darah itu menjadi makananmu!” Jawaban belum terdengar, namun dari dalam cincin dewa, aura pedang karat misterius mulai bergemuruh antusias, seolah-olah mengerti maksud tuannya. Cincin itu bergetar ringan, mengeluarkan denyut lembut yang tak terdengar oleh siapapun kecuali Xiao Tian. Di sisi lain, Neo Jhinyu, W
Neo Jhinyu mencoba bangkit dengan membalas. Giginya bergemeletuk menahan emosi yang berbaur dengan rasa malu. “Sebenarnya siapa kamu? Aku tidak percaya kamu adalah anggota Villa Hati Seribu Bintang!” Xiao Tian mengangkat dagunya sedikit, mendengus dingin. Dalam sikapnya tidak ada tergesa. Suaranya tetap tenang, seolah ia adalah hakim yang akan memutuskan akhir hidup di hadapannya. “Siapa aku itu bukan urusanmu. Hal yang perlu kamu tahu adalah, tempat ini akan menjadi kuburanmu.” Mata Neo Jhinyu menajam. Ia tak bisa lagi berpura-pura tenang. Sorot matanya bergetar hebat, wajahnya memucat, tapi dari mulutnya meluncur teriakan terpaksa. “Sial, karena kamu menolak untuk mengampuni kami, maka walaupun kami mati, kami akan menyeretmu mati bersama!” Suara teriakannya menggema. Ia menatap Wong Hai dan Xi Wangmu, memberi aba-aba dengan pandangan yang sudah penuh keputusasaan. “Gabungkan teknik terkuat kita. Biarkan bajingan itu mati bersama kita!” Tanpa ragu, ketiganya langsung membaka
Dengan tenang, Xiao Tian mengangkat tangannya. Dari dalam tubuhnya, kilatan petir melingkar dan membentuk sebuah cambuk panjang yang mendesis ganas, memancarkan tekanan seperti binatang buas yang baru dibangkitkan dari tidur panjang. Cambuk itu tidak hanya bergerak, tapi mengaum—menggigilkan tulang-tulang siapa pun yang mendengarnya. Lalu, dia bergerak. Bagaikan singa kelaparan yang menerkam kawanan tikus. Slash! Slash! “EAAAAAAHHHHH!!” “EAAAAAAHHHHH!!!” “EAAAAAAHHHHH!!!” Jeritan demi jeritan mengoyak udara panas. Setiap kali cambuk petir menghantam tubuh lawan, bukan hanya luka yang tercipta—tetapi ledakan. Tubuh-tubuh meledak menjadi kabut darah, daging mencair, tulang hancur, dan jiwa terlempar sebelum lenyap. Tanah bergetar, udara terasa sesak karena aroma darah yang membumbung tinggi. Darah menyembur ke segala arah. Suara cambuk dan jeritan kematian membentuk orkestra kematian yang tidak bisa dilupakan oleh siapa pun yang mendengarnya. Bahkan para anggota Paviliun Bayang
Wajah Long Hotian menjadi sangat buruk. Ia tahu, kekuatan seperti ini bukan hal yang bisa mereka lawan. Ia mungkin bisa melarikan diri jika ingin, tapi anggotanya—termasuk Bai Ruochen—tidak akan selamat. Skenario ini adalah jebakan yang sempurna. Perangkap yang telah disusun dengan rapi, dan kini mulai dijalankan. Di tengah tekanan hebat itu, saat semua orang menahan nafas, dan sebagian mulai dilanda kepanikan— Xiao Tian melangkah maju. Langkahnya tenang, bahkan ringan. Wajahnya datar, tak menunjukkan rasa gentar sedikit pun. Setiap gerakannya tidak menciptakan gelombang energi besar, namun diam-diam menyalakan perubahan atmosfer. Seakan ruang mengenali bahwa sesuatu yang asing telah bergerak. “Akhirnya… kebetulan aku sudah pegal tidak bertarung. Kalian cukup untuk sedikit merentangkan otot-otot ku!” Semua pandangan tertuju padanya. Para anggota ketiga kekuatan besar mengalihkan fokus mereka. Namun alih-alih waspada, mereka justru tertawa keras—tawa mengejek, meremehkan, seolah k
Dataran tandus yang awalnya hening berguncang hebat, seperti ditarik dari inti bumi oleh kekuatan yang tak terlihat. Suara retakan menyebar di segala arah, angin berdesir memutar liar, menciptakan pusaran energi yang mencakar langit. Dua pusaran raksasa terbentuk dengan sempurna tepat di tengah-tengah dataran. Pusaran itu berputar perlahan, namun menyimpan kekuatan luar biasa yang seakan mampu menelan seluruh langit di atasnya. Salah satu pusaran memancarkan cahaya ungu keemasan, sinarnya berdenyut pelan seperti napas makhluk hidup. Sementara yang satu lagi menyala merah darah bercampur hitam pekat, menciptakan bayangan kelam yang menyebar hingga ke kaki para pengamat. Pemilik Villa langsung berseru lantang, suaranya bergema kuat di seluruh penjuru area. Nada bicaranya tidak terburu-buru, namun penuh otoritas. “Kalian generasi muda, memasuki pusaran sebelah kiri! Sedangkan yang berusia di atas empat puluh tahun, kalian memasuki pusaran sebelah kanan! Generasi muda dan generasi tua
“Kita harus bergegas. Paviliun Bayangan Naga Abadi sudah menunggu kita terlalu lama. Mereka akan ikut masuk ke area terlarang,” ucap Pemilik Villa dengan suara penuh wibawa. Salah satu Tetua bertanya pelan, nada suaranya hampir tenggelam di tengah gemuruh siaga kapal perang. “Tuan, apakah itu tidak menjadi pemborosan?” “Tidak. Paviliun Bayangan Naga Abadi ikut berkontribusi untuk merawat area terlarang ini. Lagipula lokasinya berada di perbatasan antara Villa Hati Seribu Bintang dan Paviliun Bayangan Naga Abadi. Jadi itu adalah hal wajar untuk berbagi kekayaan.” Jawaban itu membuat semua Tetua langsung diam. Tidak ada lagi pertanyaan. Semua langsung menaiki kapal perang. Satu per satu, formasi pelindung diaktifkan dan energi mengalir deras, menyelimuti seluruh badan kapal dengan lapisan perlindungan rapat. Kapal itu melesat menembus langit, meninggalkan jejak cahaya panjang di belakangnya. Sepanjang perjalanan, suasana dalam kapal dipenuhi bisik-bisik dan pandangan penuh rasa ingi
Xiao Tian mengikutinya dari belakang, langkahnya mantap namun tanpa suara, dan ketika burung raksasa itu terbang, pemandangan megah Villa Hati Seribu Bintang terbentang luas di bawah mereka. Gunung-gunung yang menembus awan jumlahnya tak terhitung. Ada air terjun spiritual yang jatuh dari puncak-puncak suci, padang rumput berbunga, hingga formasi-formasi terapung yang berkilauan di langit. Tiang-tiang cahaya spiritual menghubungkan langit dan bumi, dan setiap sudut wilayah itu menunjukkan kemegahan sebuah kekuatan yang telah mengakar selama ribuan tahun. Semua pemandangan ini tidak bisa dilihat oleh orang luar, hanya mereka yang berada di lingkaran inti Villa yang bisa menyaksikannya. Dari kejauhan, beberapa murid dan Tetua yang sedang beraktivitas di langit dan daratan melihat Bai Ruochen terbang bersama seseorang. Tatapan mereka langsung tertuju ke pemuda asing yang duduk di belakang Putri Suci. “Siapa pemuda itu? Beruntung sekali dia bisa duduk di belakang Putri Suci sambil menu