"Mas, bagaimana kalau Adek kerja lagi mas. Soalnya bosan hanya berdiam diri di rumah?"
"Memangnya adek kekurangan uang belanja? Mas pikir lima juta setiap bulan cukup untuk kebutuhan kita. Untuk apalagi kamu bekerja? Bisa-bisa nanti harga diri Mas jatuh, karena dianggap tidak bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga."
"Iya mas Aku juga tahu uang segitu cukup untuk kebutuhan kita. Ya sudah kalau tidak boleh. Aku tidak usah kerja lagi deh. Tapi kalau bisa tolong tambahin setoran ke Adek dong Mas"
"Apaaa? Nambah setoran ke kamu? Makanya kamu harus lebih pintar lagilah mengelolah uang. Lima juta itu gede lo Vin. Bisa bangrut perusahaan kalau kamu tidak pinter kelola keuangan."
Terpaksalah Aku mengalah, soalnya kalau tidak, akan panjang ayatnya. Ku akui uang segitu cukup buat kebutuhan kami. Tepatnya pas-pasan. Bukan tidak bersyukur, tapi pengeluaran kami memang lumayan besar. Cicilan rumah saja mencapai 1,5 jutaan perbulan. Cicilan mobil 1 jutaan, listrik kadang bisa naik hingga lima ratusan. setoran ke mertua juga harus ku keluarkan. Bahkan kadang Aku miris mendengar mertua bilang Aku menantu pelit, ngasih mertua cuma lima ratus ribu. Padahal anaknya direktur di sebuah perusaahan plastik terbesar di kota ini. belum lagi susu untuk Praska si kecil kami yang baru berusia 10 bulan. biaya sekolah Ciya dan Cika, si kembar kami. Maklum mereka di sekolahkan di SMP swasta terkenal, Alasannya gengsi. Dan di pastikan juga biayanya juga lumayan. Coba pikirkan saja uang segitu tidaklah mencukupi. Tapi selama ini Aku bantu tutupi dengan hasil jualan onlineku. Kebetulan Aku memiliki beberapa reseller aktif di beberapa daerah.
Sebenarnya Aku tidak tahu pasti berapa gaji Mas Gavin. Untuk mengirit keuangan, ku kerjakan semua urusan rumah tangga dengan tanganku sendiri. Sebenarnya bukan masalah sepele. Rumah yang kami tempati lumayan besar. Di tambah dengan mengasuh si kecil Praska. Sebenarnya Kadang aku merasa jenuh. Tapi apalah dayaku. Ini memang tugasku.
Tuuuuut.. tuuuuuut...! Tengah sibuk membalas chat dari langganan ku, Hp ku bergetar. Telpon dari Mas gavin ternyata.
"Ya Mas ada apa?"
"Hallo. Mas cuma memberitahu malam ini Mas lembur. Jadi tidak usah nunggu-nunggu Mas pulang. Kerjaan numpuk entah jam berapa akan selesai." Langsung dia menutup pembicaraan.
Ku lirik jam, astaga jam 08.30 ternyata. Praska terlelap di gendonganku. Ku letakkan Praska ke tempat tidurnya. Lalu makan malam bersama kedua putriku. Memang biasa seperti ini. Makan malam bertiga. Soalnya Mas Gavin memang sering lembur.
"Bu, tadi kita berdua liat Ayah makan sama wanita cantik." Cika berkata dengan anggukan Ciya.
"Bener Bu, cantik tuh temen Ayah. Sampe pegang-pegang tangan Ayah lagi. Ciya tadi berniat nyamperin Ayah. Tapi sayang udah di suruh pulang sama Ibu guru."
Aku terkejut mendengar cerita kedua putriku. Kulihat ada gurat kemarahan di kedua mata putriku.
"Memang kalian nemu Ayah di mana? Timpalku mencoba menyelidiki.
"Tadi kami ada kegiatan sekolah seputar lingkungan hidup. Jadi Bu Dea ngajak kami praktek ke lapangan. Nah tadi waktu kami pengen beli makanan. Kami melewati kafe yang kebetulan ada Ayah yang sedang makan bersama perempuan itu. Ketawa-ketawa kayak pacaran ajah. Pas kami ingin nyamperin eh Bu Dea pada nyuruh pulang. Nih tadi sempet kita vidioin Bu."
Disodorkan hp nya padaku lalu ku perhatikan baik-baik. Ah betapa bahagianya mereka. Perempuan itu menyandarkan diri di bahu suamiku. Suamiku pun membelai rambut perempuan itu. Sialan... Seketika jantungku berdegup kencang. Rupanya ini perbuatan Mas Gavin di belakangku. Ingin rasanya aku meluapkan semua amarahku. Tapi ada anak-anak disini. Ah iya seharusnya aku bisa meredam kekecewaan anak-anakku. Dan mencoba untuk menyembunyikan kenyataan. Toh Aku belum mengetahui yang sebenarnya.
"Oooh ini, dia bukan siapa-siapa Ayah kalian nak. Dia itu saudara jauh Ayahmu. Jadi kalian tidak usah khawatir. Ayah kalian orang baik-baik kok."
"Eh perasaan kami nggak pernah lihat tuh orang Bu. Kalau dia saudara Ayah, pasti kita sering lihat donk. Atau jangan-jangan Ibu bohong. Ingat Bu kami sudah gede. Nggak bisa di bohongin kayak anak kecil."
Aduuuh Aku gelagapan menghadapi ocehan Ciya dan Cika. Tapi bagaimanapun ku coba meyakini keduanya. Karena Aku tidak mau anak-anakku bertindak ceroboh.
"Benar Ciya, dia itu saudara Ayahmu. Kalian tidak boleh berpikir negatif tentang Ayah kalian sendiri. Jangan pernah menyinggung hal ini pada Ayah kalian. Kalian ingatkan, bagaimana sifat Ayah?. Jangan pernah menanyakan soal perempuan itu padanya."
Setelah meyakinkan mereka. Kusuruh mereka segera meninggalkan Aku sendiri. Ku kirim vidio tadi ke hp ku. Lalu ku hapus vidio yang ada di hp mereka. Kucoba melapangkan dada melihat kemesraan mereka. Tentu saja wanita itu bukan saudaranya Mas Gavin. Itu hanya alasanku saja. semata-mata untuk menutup kenyataan. Lihat saja Mas endingnya. Rupanya kau main bermain-main denganku. Mari kita lanjutkan permainanmu. Kau pikir kau terlalu piawai dalam hal ini. Lihat saja nanti. Sementara ini Aku akan berlagak tidak tahu menahu soal perbuatannya di belakangku. Aku ingin melihat seberapa jauh sepak terjang seorang laki-laki yang bernama Gavin Algunawan tersebut.
Kulihat jam telah menunjukkan angka 01.20, tetapi Mas Gavin belum juga pulang. Ku coba menghubungi nomornya. Selama ini Aku tidak pernah menghubunginya ketika dia sedang bekerja. Karena takut mengganggu kinerjanya. Tidak di angkat. Kucoba dan kucoba lagi. Setelah ke sekian kalinya barulah ada sahutan di seberang sana.
"Ada apa Dek? Ini Mas lagi sibuk. Tolong ngerti dikit lah Dek, oh ya maaf Mas belum bisa pulang. Nanti kalau udah kelar pasti pulang deh. Jangan kebiasaan nelpon suami yang lagi ngurus kerjaan. Ntar jadi kebiasaan."
Tuut....tuuut.. Eh langsung di matikan. Keterlaluan memang nih orang. Kuyakin kamu tidak benar-benar sedang kerja Mas. Atau jangan-jangan kamu lagi berduaan dengan perempuan lain. Eii kenapa kok pikiran ku jadi negatif terus tentang kaki-laki itu. Ini pasti gara-gara habis lihat vidio tadi. Laki -laki seperti ini tidak pantas untuk ku hormati.
Aku tidak tahu jam berapa Mas Gavin pulang semalam. Tiba-tiba saja pas bangun dia ada di sebelah ku. Ku coba mengambil handpone disisinya. Pas ku cek, ya elah, di kunci rupa ya. Nanti sajalah kupikirkan masalah hp, yang penting ke dapur dulu. Menyiapkan sarapan buat seisi rumah. Kubuat seolah-olah tidak ada apa-apa.
Ketika Mas Gavin pamit kerja. Dengan takzim ku cium punggung tangannya. Dalam hati, tak apalah sekarang tanganmu kucium dulu. Nanti tiba saatnya akan kubuat dirimu menderita.
Aku bergegas menggendong Praska dan bersiap membuntuti mereka. Sengaja ku pakai pakaian seperti jubah agar Mas Gavin tak mengenaliku. Di perempatan jalan kulihat Mas Gavin berbelok ke kanan. Bukan kearah kantornya. Ku buntuti saja mobilnya dengan jarak aman. Bepergian dengan roda dua, sambil menggendong Praska memang sedikit membuatku kerepotan. Syukur Praska tidak begitu rewel. Kulihat mobil Mas Gavin berhenti di sebuah rumah mewah bercat biru laut. Kulihat dia seperti menunggu seseorang. Tak lama kemudian keluarlah seorang perempuan modis dengan dress yang sedikit terbuka. Kuakui cantik memang perempuan itu. Badannya tinggi sampai dengan rambut ikal coklat tergerai. Ku ikuti terus perjalanan mereka. Ternyata bukan ke kantor.
Ku putuskan untuk berhenti membuntuti mereka. Kasihan Praska, akhirnya aku memilih mendatangi kantornya.
"Ibu siapanya Pak Gavin?" Tegur petugas kantor. Eh iya mereka pasti tak mengenaliku karena aku pakai baju seperti ini. Heheee baguslah. Artinya tidak ada kecurigaan nantinya.
"Ini saya sepupunya, ada perlu sedikit sama beliau"
"Bapak Galvin mengambil cuti selama tiga hari Buk. Katanya mau menghubungi saudaranya yang sedang sakit keras di Bali.
"Oh ya makasih. Mari pak"....
Ke Bali?? Menjenguk saudara sakit?? Memangnya siapa yang sakit Mas?? Pintar kali kau ini Mas Mas. Berbohonglah untuk sementara ini ..Wkwkwk.. Aku tersenyum-senyum. Aku punya rencana buatmu Gavin.
Bab 44 Akhir Cerita Aku dan Ferdi teramat khawatir dengan keadaan Papaku. Ibu tega merencanakan sesuatu yang buruk padanya. Kuharap pihak yang berwajib segera mengambil tindakan tegas, karena bukti rekaman suara Ibu sambungku sangat kuat. Keselamatan ayahku berada dalam ancaman sekarang. Oh ya kami belum menyampaikan kabar kepulanganku pada Ayah. Tapi sebelum kami berniat menghubungi Ayah, Derrrttttt..... Drrrrttt.... Ponsel Ferdi bergetar, dengan cepat dia mengecek siapa yang menelpon. "Nah ini Papa yang nelpon." Baru saja mau di hubungi malah beliau nelpon duluan. Panggilan langsung di jawab dan di loudspeaker.
Part 43 POV Tante Ara "Pa, Mama kasihan sekali melihat cucu-cucu kita tadi. Tidak tega, mereka sangat sedih karena kepergian Ibu mereka." Berusaha Aku menarik perhatian suamiku. Berusaha untuk seolah-olah bersimpati dengan bencana yang menimpa mereka. Padahal dalam hatiku berkata "rasain". "Iya benar, Ma. Kasihan melihat keadaan mereka yang selalu murung. Apa lebih baik kita saja yang merawat mereka, Ma?" Pendapatnya sungguh membuatku tertawa. Siapa juga yang mau mengasuh anak yang masih kecil seperti Praska. Tapi demi mencapai tujuan terpsksa Aku berpura-pura untuk menerima pendapatnya. "Itulah yang mama pikirkan tadi, Pa. Kemarin sebelum kita pulang, tanpa sepengetahuan Papa, Mama telah berusaha membujuk anak-a
Bab 42 Gagal Hingga pada suatu hari kami kedatangan 2 orang tamu yang ngaku-ngaku sahabatnya Vina. Satu diantaranya menggunakan masker, tapi maklum sekarang kan masih masa pandemi.. Tidak perlu menaruh kecurigaan sedikitpun dengan kedua wanita tersebut. "Saya turut merasa kehilangan. Kalau boleh tahu, apakah Mbak menyaksikan mobil Vina terbakar waktu itu?" Salah seorang dari mereka bertanya padaku .Aku tetap dengan pendirian berusaha untuk meyakinkan orang-orang bahwa Vina memang telah mati. Semua orang telah mempercayai semua keterangan yang kuberikan. "Ya,,, saya jelas-jelas melihat keberadaannya yang sedang memegang setir mobil dan terjepit tidak bisa keluar, karena mobilnya menabrak pohon. Dan pohon itu juga ikut terbakar karena ledakan mobil Vina." Dengan lantan
Bab 41 Perjuangan Untuk Mendapatkannya Kembali Hatiku lega akhirnya niatku untuk menghabisi Wanita itu telah tercapai. Tinggal sekarang Aku berusaha bagaimana cara agar Ferdi mau kembali padaku. Berbagai cara akan kulakukan untuk mendapatkannya kembali. Bukankah dulu dia sangat mencintai ku kan? Aku yakin dia masih menyimpan perasaan itu. Setiap hari aku menyempatkan untuk datang kepadanya untuk menemani masa masa berkabung. Semua orang telah menganggap Vina telah mati. Dalam hati aku bersyukur. Sekarang Tante Ara masih berpikir bagaimana cara menyingkirkan suaminya. Ambisi perempuan paruh baya itu begitu besar. Kalau dia pandai mengatur strategi perencanaan, maka bisa dipastikan dia akanb mm menguasai semua aset suaminya. "Ba
Bab 40 Step Pertama Berhasil Sore ini aku berniat untuk menjalankan rencana kami. Beberapa orang suruhan Tante Ara telah siap. salah seorang yang ku suruh untuk mengamati keadaan Vina, mengatakan wanita itu masih ada di kantor. sebelum terlambat aku mengambil ponsel sebisa mungkin ku buat suara yang berbeda. "Buuu Aku kecelakaan di jalan Seruni Bu tolooooong. Ini Aku ciyaa." Aku buat seolah-olah aku sedang menangis dan sedang dalam keadaan bahaya. Aku harap suaraku bisa mengecoh nya. Dugaanku benar Vina terdengar sangat khawatir. Dalam hati Aku bersyukur, mudah-mudahan niat ini bisa terwujud. Sengaja Aku mengaku sebagai Ciya, yang sedang dalam bahaya di jalan seruni. Karena aku berencana menjalankan rencana di sana. Lokas
Part 39 Aku Ingin Suamiku Kembali Hari itu aku terbaring di rumah sakit. Aku menahan sakit yang teramat sangat. aku sangat sial mengapa penyakit ini menggerogotiku. Penyakit kelamin yang baunya sangat menyengat. Ini pasti gara-gara pelangganku yang berasal dari India dulu. Percuma bayaran mahal, tahu-tahunya penyakitan. Gara-gara diatidak ada yang mau menjengukku. Bahkan Ibu saja terkadang malas untuk sekedar dekat-dekat. Ketika aku sedang meringis sering menahan kesakitan, aku kedatangan seorang pembezuk yang aku tidak tahu namanya. Setelah dia menjelaskan, alangkah terkejutnya aku ketika dia mengatakan bahwa dia adalah mantan istrinya Gavin. Kuperhatikan tampangnya dari kepala sampai ujung kaki. Wanita ini elegan, tidak seperti yang Gavin katakan. Selama ini Gavin mengata