Share

Bab 3 Proses Penyelidikan

Haaaaaaaaa.......mataku melotot tidak percaya. Beginikah tingkahmu Gavin? Geramku. Dadaku naik turun dibuat olehnya. Awass kau... Ku kepalkan tangan dan berusaha mengatur pernafasan.

Rasa jijik menyeruak menyaksikan adegan demi adegan dalam durasi yang pemerannya adalah si Gavin dan wanita tak punya harga diri itu. Tau nggak apa yang kulihat? Tiada lain vidio b*ue film yang pemerannya adalah suamiku sendiri. Terlihat mereka ber ah-uh ria tanpa rasa malu. Entah mereka sengaja merekamnya atau wanita itu yang di manfaatkan oleh Mas Gavin aku tidak tahu. Sebenarnya aku malas melihat adegan panas mereka. Tapi tak apalah. Ku coba mencari informasi lain. Maka terlihatlah chat-chat mereka yang semakin membuatku ingin tergelak.
     
"Apa Vina nggak curiga sama kamu Mas?"
     
"Apanya yang curiga. Bukankah sudah kubilang ke kamu sayang, Vina itu jiwanya jiwa pembantu. Kamu nggak usah khawatir deh sama sialan itu. Habis sudah Mas suruh dia itu cukup di rumah saja, mengurus rumah dan anak-anak. Kalau keluar paling-paling cuma ke pasar. Jadi kamu tidak usah khawatir dengan asisten Mas itu ya."
     
"Tapi Mas harus tetap waspada. Nanti ketahuan, bisa bahaya saya Mas. Mas tahu kan mental pembantu, sedikit-sedikit pasti mau adu fisik. Alwa nggak mau lho babak belur gara-gara wanita kampungan itu. Lagian Mas kenapa sih peliharain wanita kampungan macam Vina."
     
Hahahaaaa... Aku tertawa dalam hati. Alwa Alwa. Kamu pikir Aku adalah tipe perempuan seperti itu. No, itu bukan karakter ku Alwa.
     
"Alwa sayaang, my honey..kalau Mas nggak peliharain dia, siapa yang bakalan ngurusi rumah Mas, kamu tahu kan rumah Mas ini gede. Kalau harus bayar pembantu udah berapa coba. Bisa-bisa jatahmu berkurang. Kalau ada Vina kan nggak perlu bayar. Kalau dia buru-buru Mas lepasin, emang Alwa mau gantiin tugas dia di rumah Mas?"
     
"Enak ajah males ah."
     
"Sebaiknya  kamu sayang, yang harus hati-hati. Jangan sampai hubungan kita tercium oleh suamimu itu."
     
"Nggaklah. Si Ferdi kan jarang pulang. Nggak usah di pikirin. Biarin ajah dia nggak pulang-pulang sekalian mati di jalan."
     
Ooooh ternyata mereka sama-sama jahatnya. Terbuat dari apakah hati dua manusia ini. Sungguh jiwa-jiwa pengkhianat.
     
Rupa-rupanya perempuan dengan nama Alwa Lala, yang menjadi kata sandi ponsel Mas Gavin itu sudah punya suami. Benar-benar luar biasa buaya darat jantan, ketemu sama buaya darat betina. Benar-benar pasangan yang pas sekali.
     
 Yang lebih sakit, ternyata selama ini Mas Gavin hanya menganggapku seorang pembantu yang dia pelihara. Emang saya ini binatang ternak apa. Aku yang mati-matian mengolah keuangan yang minim, mengurus semua urusan rumah tangga dengan tanganku sendiri. Malah dia anggap Aku hanya seorang babu. Sungguh licik kau Gavin. 
     
"Oh ya Mas jadikan mau beliin Alwa tas yang Mas janjikan itu lho. Kan hari ini Mas gajian. Jangan ingkar janji lho mas. Ingat jatah buat Alwa di naikin dong masa cuma delapan juta terus. Naikin lima belas juta dong. 
     
 Wooooow delapan juta? Oh My God..! Jatahku saja cuma lima juta. Memangnya berapa sebenarnya gaji Mas Gavin sampai-sampai jatah selingkuhannya bisa lebih besar dari jatahku sebagai istri. 
    
"Yang sabar Alwaku, Kalau kamu ingin jatahmu di gedein, gimana dong rencana kita buat beli mobil baru. Kan malu Mas kalau terus make mobil jelek murahan itu. Nggak selevel sama jabatan." 
        
"Gimana sih Mas. Terus jatah Vina mas tambah gitu. Jatah Alwa tetep segitu-segitu ajah?"
        
"Jatah Vina? Nggak usah bahas wanita kampung itu deh. Bikin mood semakin buruk saja. Jatahnya itu ya nggak mungkin di naikin sama Mas. Jatahnya itu ajah udah kegedean buat ukuran gaji seorang asisten rumah tangga. Ya udah  nanti sore Mas samperin ke rumahmu deh. Suamimu kan belum pulang. Sekalian mandi dan ganti di rumahmu saja. Baju Mas kan ada di rumah kamu."
        
"Siaap Mas. Jangan bohong ya. Alwa tunggu lho."
        
Ooooh ternyata ini yang Mas Gavin lakukan. Pantasan sering pulang kemalaman ternyata menghabiskan waktu bersama gundik cantiknya tersebut.
        
Menjelang sore ku bersiap-siap untuk melaksanakan penyelidikan. Hehehe kayak detektif saja. Ku telpon Riska teman setiaku yang telah ku kabari sebelumnya untuk membantuku. Praska ku titipkan sama Bibi Lastri yang biasa menjaga anak-anak di TPA. Meski Aku tidak pernah menitipkan anak-anakku di sana. Tapi kali Aku minta tolong. Dan pastinya Aku bayar. Kepada si kembar, Ciya dan Cika Aku beralasan untuk pergi belanja bulanan . Kebetulan tadi Mas Gavin telah mengirimkan jatahku lewat rekening. 
         
Menjelang sore Aku dan Riska meluncur ke arah rumahnya Alwa, madu gelapku. Heheeee. Kok bisa? Terlihat dari cara Mas Gavin memperlakukan antara Aku dan Alwa. Bisa di bilang dia adalah madu gelapku. Meski Alwa lebih unggul di mata Mas Gavin. 
         
Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya dari kejauhan kami perhatikan mobil mereka mulai berjalan. Kami ikuti perjalanan mereka. Mereka berhenti pas di depan sebuah Kafe elit di kawasan tersebut. Ku lakukan sebuah penyamaran. Kupakaikan wig ke kepalaku dan kaca mata hitam menutupi kedua mataku. Dengan cara seperti ini dipastikan Mas Gavin tak akan mengenaliku. Karena Aku biasa memakai jilbab jika keluar rumah. Sedangkan Riska, Mas Gavin tidak mengenalinya. Jadi mudah-mudahan misi kami berjalan mulus.
         
 Kami mengambil posisi duduk berdekatan dengan mereka. Riska memesan kopi latte untuk kami nikmati. Dengan posisi dudukku tepat membelakangi punggung kursi Mas Gavin maka dengan jelas kami bisa mendengar percakapan mereka.
         
"Kamu nggak usah ngambek hanya gara-gara Mas belum bisa nambah jatah bulananmu Alwaku."
         
"Huuuuh Mas mau beli mobil, terus Alwa di beliin apa dong. Gaji udah dua puluh lima juta kok ngasih Alwa cuma delapan juta. Kan nggak adil Mas"
         
Mas Gavin terdiam sejenak. Rupanya bingung mau menjawab apa ke kesayangannya itu.
         
"Gini aja sayang, Mas kan mau beli mobil. Nah mobilnya itu atas nama kamu. Biar cicilan mas yang bayar setiap bulan. Oke?. 
         
"Beneran Mas? Janji ya mas."
         
Senyum sumringah sudah pasti menghiasi bibir seksinya.
          
Sebenarnya panas juga hatiku mendengar pembicaraan beliau. Tapi sabaar. Ini baru proses penyelidikan Vina. Tahan amarahmu. Riska berulang kali memberi semangat padaku agar jangan merusak keadaan di langkah awal. Sampai di sini aku mengajak Riska untuk pulang. Bukan hanya mereka yang aku pikirkan. Tapi anak-anakku. Tidak lupa Aku meminta Riska untuk menemaniku belanja kebutuhan rumah tangga terlebih dahulu. Agar anak-anak tidak curiga.
         
Aku tetap berlagak seperti biasanya. Seolah semua baik-baik saja. Kupikir semua yang kudapat sebagai bukti keburukan Mas Gavin sudah lebih dari cukup. Eiit kalau Mas Gavin mau membeli mobil baru, lalu mau dia kemanakan mobil kami yang sekarang. Walaupun mobil itu sederhana. Tapi bagiku itu berharga  apalagi dia mau membeli mobil baru atas nama Wanita busuk itu. Aku harus mencari cara untuk menyelamatkan mobil kami.  

Baiklah. Sepertinya Aku harus memulai aksiku. Sebelum mereka melangkah lebih jauh. Eh tepatnya sebelum uang Mas Gavin mengalir terlalu deras ke wanita tak punya malu tersebut.  Melalui ponsel Mas Gavin, ku berhasil mendapatkan nomor perempuan itu. 
         
Sengaja Aku membeli kartu baru untuk, untuk melancarkan Aksiku. Dengan santai ku hubungi nomor perempuan itu. 
         
"Hallooooo..!"

         
         
         
         
         
        
     

    
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
suami kurang ajar
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status