Bab 4 Si Pelakor Kena Tipu
Baiklah. Sepertinya Aku harus memulai aksiku. Sebelum mereka melangkah lebih jauh. Eh tepatnya sebelum uang Mas Gavin mengalir terlalu deras ke wanita tak punya malu tersebut. Melalui ponsel Mas Gavin, ku berhasil mendapatkan nomor perempuan itu.
Sengaja Aku membeli kartu baru untuk, untuk melancarkan aksiku. Dengan santai ku hubungi nomor perempuan itu.
"Hallooooo..!"
"Ya halloo. Dari siapa ya?"
"Baik ini dengan mbak Alwa Lala bukan?"
"Iya benar ini saya Alwa Lala. ini dari siapa yaa?"
"Ini saya dari kliennya Pak Gavin. Katanya mbak ini istrinya kan?.
"Eeeh iya, iya ini saya istrinya Pak Gavin. Memangnya ada apa ya?"
Uhuk....uhukkkk... Aku terbatuk-batuk mendengar jawaban wanita itu...
"Bisa kita bertemu sebentar nanti mbak, ada sedikit hal yang perlu saya sampaikan secara pribadi terkait investasi sesama istri para pegawai utama perusahaan tempat Pak Gavin bekerjab.siapa tahu nanti ada keberuntungan buat Mbak. Oh ya saya ingatkan agar tidak memberi tahu Pak Gavin soal pertemuan kita. Soalnya ini surprise banget deh."
"Oh ya kenapa nggak boleh kasih tahu Mas Gavin ya?"
"Aduh mbak mbak, ini kita mau memulai bisnis yang mudah-mudahan menghasilkan. Mbak nggak mau kasih surprise ke suami kalau kita sebagai istri juga bisa menghasilkan uang yang banyak??. Pokoknya jangan kasih tahu dulu lah. Anggota kita juga banyak lo.. dan kita juga punya misi yang sama."
"Oh ya baiklah kalau begitu. Kapan kita adakan pertemuannya?. Dan lokasi pertemuannya juga di mana?"
"Oke, nanti saya share lokasinya. Jangan lupa tepat waktu ya."
"Oke"
Dalam hati Aku tak habis pikir. Bisa-bisanya perempuan ini mengakui kalau dia adalah istrinya Mas Gavin. Halaaaah pede kali kau ini. Tapi tak apalah kau ngaku-ngaku istrinya lelaki itu. Memang sudah sepantasnya kalian berjodoh. Sama-sama culas. Sama-sama pengkhianat.
Tapi sabar dulu ya, belum saatnya kalian hidup bersama secara resmi. Nanti pasti ku sodorkan Mas Gavin untukmu secara Cuma-cuma deh.. heheee
***
Pagi ini Aku begitu semangat mengawali hari-hariku. Sengaja Aku menyelesaikan pekerjaanku lebih cepat. Sambil bernyanyi.
Na..na...na..na..na.naa. Aku mengikuti lirik lagu Havana milik Camella Cabello dan Daddy Yankee tersebut. Tak lupa speaker aktif kunyalakan. Rasanya lebih semangat mengawali hari-hari dengan iringan musik seperti ini.
Mas Gavin bangun. Anak-anak telah rapi dengan seragam sekolah mereka. Dengan sigap ku menyiapkan sarapan untuk mereka. Walaupun bekerja sambil menggendong si Praska, pekerjaan ini tidaklah begitu sulit. Karena sudah terbiasa tentunya. Mungkin wajar saja kalau Mas Gavin menyebut jiwaku ini jiwa seorang pembantu. Yaaa apalah dayaku. Kalau tidak siap mengerjakan pekerjaan rumah ini sendiri, dan memaksakan diri menyewa pembantu, maka bisa-bisa kami kelaparan.
"Kamu ngapain sih Dek, kayak kerasukan setan ajah. Nyanyi-nyanyi kayak nggak ada kerjaan."
"Aduuh Mas. Adek kan lagi seneng. habis kemaren Mas Gajian. Gimana sih. Adek pikir mau coba beli skincare gitu. Biar muka Adek kinclong kayak wanita idaman Mas..Hehe yang murahan ajah. Tapi ternyata uangnya nggak cukup."
"Halah Dek. Muka kamu itu udah dari sononya ya seperti itu. Cantik sih. Walaupun nggak pakai skincare pun kamu tetep cantik."
"Kalau seumpama ada yang lebih cantik gimana dong?. Adek nggak mau lho kalau Mas kesengsem sama yang laen."
"Vina sayang. Mas itu udah cinta mati sama istri Mas yang cantik ini. Ya nggak mungkinlah Mas tergoda sama wanita di luar sana. Bagi Mas, apapun yang terjadi, Adek tetap menjadi nomor satu."
"Kalau Adek jadi nomor satu, artinya bakalan ada yang jadi nomor dua dan tiga ya?.
"Eh maksud Mas, Adek itu satu-satunya. Sekarang sampai selamanya."
"Terimakasih ya Mas.. Adek percaya sama Mas."
Hmmmm pria ini asli buaya berlidah manusia. Dia pikir Aku percaya dengan kata-kata yang ia lontarkan. Memang tabiatnya si pembohong ulung. Berbohong tanpa ada beban. Tidak memikirkan anak-anak yang membutuhkan biaya yang semakin banyak dari hari ke hari. Ia malah kasih uang ke simpanannya itu. Istri orang lagi... Iiiiih.
Akhirnya yang kutunggu-tunggu pun tiba. Mas Gavin pamit ke kantor. Dengan senyum manis ku antar pria itu sampai daun pintu. Ia membalas dengan melambaikan tangan.
Yessss. Akhirnya pergi juga si tukang bohong itu. Si munafik. Bergegas Aku bersiap-siap. Anak-anak sudah berangkat ke sekolah. Ini artinya situasi telah aman. Perlahan ku keluarkan motor matic andalanku. Kutitipkan Praska ke Bik Lastri. Sedangkan Aku melaju ke rumah Riska terlebih dahulu.
Perjalanan mulai di mulai. Tak lupa tadi telah ku kirim lokasi pertemuan dengan madu gelapku. Sebelum pergi tak lupa ku pakai pakaianku yang modis. Walaupun Aku jarang ke luar rumah, Aku masih punya lho beberapa potong pakaian yang bagus. Walaupun uangnya kadang minta ke Ibu buat bisa beli, hehee. Lagian Aku juga bisa menyesuaikan pakaian dengan postur tubuhku agar terlihat Fashionable. Tak lupa pula Tas branded riska ku pinjam buat meyakinkan kalu Aku orang kaya. Wig cantik telah bertengger di kepala. Sepatunya juga sekaligus ku pakai, eh ku pinjam. Hihiii
"Bagaimana Riska, penampilan Vina Alfani kali ini?"
"Wah cantik juga Vin. Benar ya kata orang, rupa jelek kalau di dandani bisa keliatan cantik. Heheee."
"Memangnya aslinya rupaku buruk apa?
"Eh enggak..kamu ini Aslinya memang cantik. Sejak jadi istrinya Gavin ajah rupamu makin jelek. Soalnya bau dapur. Nggak punya waktu dan modal buat perawatan. Heee."
"Ah bisa aja kamu Ris. Aku pinjam mobil kamu ya Ris. Ntar keburu telat menemui perenpuan itu. Sudak nggak sabar nih mau kasih kejutan buat Madu gelapku itu."
*****
Mobilku meluncur menuju lokasi yang sudah ku janjikan. Kulihat perempuan itu duduk di kursi dengan wajah sumringah. Perlahan Aku mendekat.
"Haiiii. Mbak Alwa kan? Udah lama nunggu ya. Wah sori ya mbak, saya kelamaan. Oh ya kenalkan nama saya, Karin. Sala-satu kliennya perusahaan tempat Mas Gavin bekerja."
"Nggak apa-apa mbak. Lagian saya juga belum terlalu lama."
Setelah puas berbasa-basi dan berbincang-bincang dengannya, kukira Aku harus menyampaikan misiku sebenarnya. Sebelum aku memulai tiba-tiba muncul ide untuk menanyakan statusnya sama Mas Gavin.
"Ngomong-ngomong sudah berapa lama Mbak nikah sama Pak Gavin. Kok nggak kasih undangan ke kita ya. Baru sekarang Saya tahu kalau Pak Gavin memiliki Istri secantik Mbak Alwa."
Kulihat mukanya sedikit kebingungan untuk memanggapi pertanyaan ku. Sudah pastilah bingung. Sendiri belum apa-apa, sudah pede sekali ngaku-ngaku istri. Makanya sebelum bicara pikirkan dulu konsekuensinya. Apa salahnya sih mengaku kalau belum sah suami istri. Masih status selingkuhan.
"Hhhhmm itu Mbak. Dulu kita memang nggak mau resepsi secara besar-besaran. Cuma acata keluarga saja. Dari pada buang-buang modal buat acara resepsi, mending kita jadikan modal buat investasi."
"Oooh jadi begitu. Baiklah. Sebenarnya ada hal penting yang ingin saya katakan padamu Mbak Alwa yang terhormat."
Kulihat dahinya sedikit berjerut. Mungkin dia termangu melihat Aku benar-benar serius.
"Aku mau bertanya. Benar-benar bertanya. Apakah alasanmu sebenarnya mengaku-ngaku istrinya Gavin. Sedangkan Aku benar-benar tahu bahwa kalian belum pernah menikah. Lebih jauh lagi Aku tahu bahwa statusmu masih istrinya Ferdi kan?"
"Aaapaa maksudmu sebenarnya? Siapa kau? Jangan cari gara-gara denganku." Rona kemarahan membuat rupa wajahnya menjadi sedikit lebih lucu menurutku. Entah apa kini yang ada dalam benaknya. Sedangkan Aku, ku rasa tak perlu membuang-buang emosi untuk menghadapi makhluk seperti perempuan ini. Dengan santai dan tetap tersenyum, ku tatap matanya lekat-lekat. "Siapa yang mencari gara-gara denganmu. Aku hanya heran mendengar kau ngaku-ngaku istrinya si Gavin. Kepedean sekali kau." "Terus apa hubungannya denganmu? Jangan terlalu ikut campur masalah pribadi kami Karin." "Sebenarnya, Aku tidak berniat untuk mencampuri urusan asmara kalian. Tapi Aku hanya ingin sedikit menawarkan kerja sama denganmu. Kuharap kau tak menolak tawaranku." "Kerja sama? Kalau mau menawarka
Huuuuuh kenapa ya tiba-tiba Mas Gavin jadi sangat sensitif siang ini. Oooh Aku belum mengecek ponsel. Siapa Tahu ada problem dengan si Alwa kesayanganbya, Terkait kerja samaku dengannya tadi siang. Ya aku harus cepat bertindak, siapa tahu menyangkut diriku. Kubuka aplikasi chat mereka. Setelah kubuka, ternyata benar dugaanku. Perempuan itu ternyata merengek-rengek minta tambahan jatah pada suamiku. Hehe tapi tak apalah. Yang penting Aku dapat menikmati uangnya. "Pokoknya Aku tidak mau tahu Mas. Aku mau tambahan dua juta lagi. Uang kemaren sudah habis terpakai buat pengobatan ibuku. 
Bersyukur sekali rasanya bisa bertemu dengan Mas Gavin ini. Lelaki yang sangat royal kepadaku dan tidak segan-segan menuruti keinginanku. Posisinya bisa mengganti Mas Ferdi di sisi hidupku. Bagaimana tidak Mas Ferdi tahunya kerja, kerja dan kerja saja. Pulang paling-paling sebulan sekali. Itupun paling-paling hanya tiga hari. Untuk ikut dengannya Aku ogah . Siapa sih yang mau deket-deket sama keluarganya yang super duper usil itu. Mentang-mentang orang kaya. Ih jijik. Memang sih, setiap bulan kirimannya selalu datang untukku. Sebenarnya lebih dari cukup. Nominalnya bahkan lebih dari yang kuterima dari Mas Gavin. Memangnya hidup hanya cukup dengan materi?. Tapi bagaimanapun kebutuhanku juga banyak. Rencananya Aku mau membeli rumah lain atas namaku sendiri. Tanpa sepengetahuan Mas Ferdi. Sebetulnya kalau tidak karen
Rasanya sesak sekali ketika Mas Gavin mengataiku hanya menumpang di rumah ini. Terlebih lagi dia mengatakannya kepada wanita selingkuhannya. Menganggapku hanya makan minum saja di rumah ini. Tidak sadarkah ia, rumah ini di dapatkan dari perjuangan bersama-sama. Bahkan terkadang aku tak segan-segan membantu dengan uangku sendiri. Memang dia tidak tahu, bagaimana susahnya Aku mengatur keuangan yang minim itu. Seandainya dia mau jujur dengan pendapatannya, seandainya dia mengetahui bahwa uang yang dia berikan tidak mencukupi, seandainya saja dia mau meringankan bebanku, dengan membayar cicilan rumah misalnya, mungkin Aku tidak sepusing ini. Tapi sepertinya memang dianya yang tidak mau tahu. Buktinya setiap Aku mencoba membicarakan hal ini, pasti Akulah yang ia salahkan. Aku istri boroslah, tidak pandai mengatur keuanganlah. Lagi-lagi Aku yang salah. Boro-boro mau menambah keuangan. Malah uangnya lebih senang ia berikan kepada seling
Aku memutar otak agar rencanaku tidak bisa tercium oleh Mas Gavin. Karena jika tidak, bisa-bisa Aku yang akan terjebak. Aku memang harus memutar otak. Tidak terasa sudah dua bulan Aku menikmati setoran Alwa. Artinya Aku harus segera bertindak lebih. Besok adalah hari di mulainya liburan sekolah anak-anak. Aku berencana untuk mengajak mereka untuk liburan di rumah neneknya. "Mas besok anak-anak mulai memasuki hari libur semester lho mas!" "Mmmm iya Dek, kalau mereka libur emangnya kenapa?" "Kira-kira kita bawa mereka liburan kemana ya, Mas?" "Liburan? Dek, Dek. Kamu kira hidup ini mudah? Cari uang mudah? Terus kamu kira liburan itu harus? Sadar Dek! Sudah dua bulan ini, Mas ini lagi kena masalah soal keuangan Kamu seharusnya mengerti
Di rumah Ibuku bisnis online ku terus berlanjut. Walaupun pikiran kalut, tetapi uang harus tetap mengalir. Aku tidak boleh kalah dari si Gavin congkak tersebut. Dia tidak tahu kalau uang yang Aku hasilkan terkadang melebihi uang yang dia kasih ke Aku. Sedangkan uangnya sendiri sebagian besar ia habiskan untuk dirinya sendiri. Biarlah dia menganggapku bodoh tidak tahu apa-apa. Memangnya itu penting buat di pikirkan? Tentu saja tidak. Dari rumah Ibuku Aku terus memantau gerak gerik mereka. Pertama ku coba mengecek penyadap suara di kamar kami. Lalu terdengarlah pembicaraan-pembicaraan mereka. "Wah itu foto anak-anak ya, Mas. Mereka ganteng dan cantik-cantik. Mereka mirip sama Ayahnya. Beda jauh sama Ibu mereka." "Iya dong sayang, siapa dulu ayahnya. Apalagi kalau Mas punya anak dari kamu, pasti wajah mereka tambah
Di rumah orang tuaku, Aku menyusun strategi. Aku ingin menghubungi seseorang untuk mendukung keinginanku. Orang itu adalah Ferdi suaminya Alwa. Aku memang belum mengenal pria itu. Berbekal nomor ponselnya. Aku mengajaknya bertemu di suatu tempat. Awalnya dia menolak. Tapi setelah aku berhasil meyakinkannya, dia setuju. Untuk menemuinya, memang sedikit memakan waktu sih. Tapi tak apalah. "Bu hari ini Vina mau antar orderan. Agak jauh Bu." "Lhoo kamu mau antar sendiri, kenapa nggak dikirim saja, nak?" "Kebetulan yang pesen teman lama Bu. Jadi ya Vina mau antar sendirilah, sekalian mau silaturahmi. Vina titip anak-anak ya Bu. Oh ya Vina pake mobil Ayah ya, Bu!" "Yang penting kamu ha
"Jadi apa yang kira-kira harus kita lakukan , Fer?" "Baiklah pertama kali sebaiknya kau amankan aset yang kalian miliki. Rumah, mobil atau apa yang menurutmu penting. Kamu tidak boleh jatuh sebelum terlambat, Vina. Pikirkan masa depan anak-anakmu." "Ya soal itu Aku mengerti. Aku berusaha semampuku. Aku tahu dalam beberapa waktu ke depan Mas Gavin akan menceraikan Aku." "Oleh sebab itu kamu harus mengambil langkah yang cepat, Vina. Kalau tidak kau akan kalah dengan mereka. Kalau kau butuh bantuan jangan sungkan untuk menghubungiku." Sepulangnya dari sana Aku berpikir memang benar apa yang Ferdi katakan. Aku harus sedikit mempercepat langkahku. Sekarang Aku harus memutar otak bagaimana caranya agar mobil