Keluarga Arum, terdiri dari seorang Ayah, Ibu, dirinya dan seorang adik laki-laki yang tinggal di kampung halaman. Sejak kecil mereka semua hidup berbahagia hingga suatu kejadian membuat Ayahnya berubah sikap. Itu terjadi tepat setelah ia di pecat dari pekerjaan karena tertuduh telah menyebarkan informasi perusahaan.Setiap kali pulang entah dari mana, bau tak sedap tercium dari tubuh sang Ayah. Minuman-minuman keras yang tak berkhasiat lah asal dari bau tak sedap itu.Namun hal itu tak berlangsung cukup lama, Ayahnya mendadak kembali bangkit dan kembali menghidupi keluarga entah dari ia mendapatkan sejumlah uang yang bernilai besar. “Ayah pulang!”Ekspresi bahagia terpancar jelas di raut wajah sang Ayah, hal tersebut membuat Arum sangat senang. Tapi tidak dengan Ibunya. Ia menaruh rasa curiga terhadap suaminya sendiri karena hasil uang yang tidak diketahuinya itu.“Dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak itu?”“Ini dari pekerjaan baruku. Ayo terima uang ini, dan jajankan itu pada p
“Hati-hati!” Bruk! Saat ia melangkah tanpa melihat, dan tersandung, beruntung ia diselamatkan oleh sosok pria yang murah senyum. Entah itu keajaiban atau mungkin takdir yang indah, begitulah yang wanita itu pikirkan saat berjumpa dengannya.Sekilas mengingat kenangan lama semasa kuliah, Arum lantas menggelengkan kepala dan berharap dalam batin agar dapat pergi jauh dari pria mengerikan ini. “Aku sudah lama mengincarmu. Tidak, bukan kamu melainkan hartamu!” seru Arum yang terus menangis. Sekujur tubuhnya bergetar, kedua tangan Arum pun terus mendorong tubuh Julvri agar menjauhkan diri dirinya. “Harta ... ku?” “Ya! Makanya itu aku ingin meminta cerai!”“Cerai ketika kamu berpikir bahwa aku akan melakukan sesuatu hal buruk kepadamu?”“Ya! Aku tidak benar-benar mencintaimu. Aku hanya mengincar harta dan segalanya yang kamu punya,” ungkap Arum setengah jujur. Arum Kusuma Pramesti dikenal oleh banyak orang sebagai wanita materialistis. Ia memandang pria dari ukuran harta dan seberapa
Julvri sempat mengatakan bahwa Arum harus mengetahuinya secara langsung begitu sampai ke lokasi, tempat di mana pasar malam terakhir diadakan. Itu berhubungan dengan dukun yang selama ini telah meramalkan nasib Arum. Meskipun begitu, entah mengapa kata-kata dari dukun kerap kali diingat olehnya dalam benak sampai membuat Arum tidak bisa fokus. Lalu keadaan keluarga ini masih belum cukup jelas, tak terlihat ada kedua orang tua Julvri dalam rumah, nampaknya mereka sudah lama pergi. “Neng, mau ke mana pergi sepagi ini?” tanya bibi pembantu.Arum mengenakan pakaian tergolong biasa, baju berlengan pendek dan berkancing serta rok panjang berwarna hitam. Tidak biasanya ia mengenakan pakaian serapi dan sesopan itu, namun kecantikannya sungguh tidak pernah luntur terkait apa pun pakaiannya.“Bibi, maafkan aku. Tempo hari aku melakukan hal memalukan. Tapi sekarang tidak akan lagi,” ucap Arum tulus seraya mengambil stopmap coklat dan rantang tiga tingkat di atas meja. “Sejak kapan Neng Arum m
Makanan yang dibuatkan untuk Julvri, ia menyukainya. Julvri menikmati makanan itu dengan sangat tenang dan elegan sampai-sampai Arum dibuat terpana walau hanya untuk sesaat. 'Padahal cuman makan,' batin Arum merasa aneh sendiri. “Julvri, ada hal yang ingin aku tanyakan kepadamu. Tidak, maksudku aku sedang meminta ijin darimu.” Tinggal sesuap terakhir, Julvri menghentikannya. Lalu bertanya, “Ijin untuk apa? Jika kamu ingin pergi maka aku akan mengantarmu ke tempat itu.”Arum menggelengkan kepala setelah itu baru menjawab, “Tidak. Bukan itu. Aku meminta ijin agar dapat bertemu dengan Eka, temanku. Kamu ingat pria yang ada di restoran itu 'kan? Itu dia.”Satu suapan memenuhi sendok. Julvri mendadak berhenti makan, lantas ia menaruh kembali sisa makanannya itu di tempat bekal. Ekpresinya jauh lebih tenang namun entah mengapa terasa menakutkan.“Julvri, sudah pasti kamu akan marah ya? Tapi aku hanya akan meminta maaf dengannya. Karena sudah mengikuti rencananya sewaktu itu.”“Minta maaf
“Lari! Aku harus lari!” seru Arum pada dirinya sendiri. Wanita berambut hitam panjang itu terus berlari tanpa henti dan tanpa menoleh ke belakang sedikit pun. Raut wajahnya terlihat begitu cemas, ada rasa takut serta panik yang membuat Arum terburu-buru. Langkah cepat dengan bertelanjang kaki, keringat bercucuran deras dan jantung berdegup lebih kencang dari biasanya. “Tidak! Kumohon! Tolong!” teriak Arum. Tak peduli seberapa cepat ia berlari, lelaki yang mengejarnya jauh lebih cepat darinya. Dalam sekejap lelaki itu sudah berada tepat di belakangnya dengan pisau di tangan sambil menyeringai lebar seakan sedang bersenang-senang.“Hehe ...”Sekujur tubuhnya bergidik dan terasa dingin. Wanita yang sudah susah payah berlari itu berakhir tersandung lalu terjatuh. Ia pun membeku di tempat dengan menatap takut pada sosok lelaki di hadapannya. “Aku akan mati,” ucap Arum tak berdaya. Brak!Begitu membuka kedua mata, Arum berada di ranjang luas itu sendirian. Suara bantingan keras itu be
Diletakkannya tanaman lavender beserta dengan pot itu di sudut kamar, senja datang bermandikan langit jingga yang terang. Tanda hari akan gelap, sosok Julvri yang sehabis membersihkan diri pun terpampang jelas di depan mata. Bertelanjang dada, Julvri keluar dari kamar mandi kamar hanya dengan handuk putih menutupi bagian bawahnya. Ia tersenyum pada Arum saat mereka saling bertukar tatap, namun dalam sekejap Arum memalingkan wajahnya yang bersemburat merah. "Astaga, padahal aku sudah melewati malam pertama dengannya tapi entah kenapa aku masih belum terbiasa dengan perut kotak-kotak itu," batin Arum merasa aneh sendiri. “Padahal dia sibuk di kantor, tapi dia masih punya waktu untuk fitnes ya. Berbeda denganku yang sekarang terlihat kurus,” gumam Arum sembari menggigit jari. “Istriku kok berpaling dari suaminya? Ada ada? Jangan bilang masih malu ya?” sindir Julvri, yang secara tiba-tiba berasa dekat dengan wajahnya.“Wah! Mengagetkan saja!” seru Arum terkejut, ia menarik tubuhnya be
Perusahaan Game yang dibangun oleh inisiatif Julvri sendiri, mengadakan acara perilisan game pertamanya ke publik. Bagian demo dalam permainan tersebut sudah banyak yang memainkannya, jadi untuk merayakan kesuksesan saat awal game itu liris pun diadakanlah acara pembukaan pada malam hari.“Seharusnya kamu pergi sendiri saja, sayang.” Agaknya istri Julvri tidak senang dalam acara seperti ini. Pakaian formal namun elegan, berwarna putih yang berbanding terbalik dengan jas suaminya, Arum sedikit canggung. Ia bahkan tak melepas rangkulannya ke lengan Julvri. “Apakah ini pertama kalinya kamu datang ke acara formal?” tanya Julvri lantas meraih pundak sang istri, merasa gemas.“Iya. Acara yang selalu aku hadiri hanyalah acara pesta ulang tahun temanku. Aku tidak pernah ke acara formal ini.” “Pakaianmu hari ini tertutup rapat, kamu bahkan menggunakan syal berbulu untuk menutupi dada dan pundakmu. Ataukah kamu sedang kedinginan?”“Dibilang dingin, tidak juga sih.”Setelah turun dari kendara
Arum hendak menerima telepon dari nomor yang tertera nama kontaknya, tiba-tiba dikejutkan dengan lampu yang padam. Entah apa yang terjadi namun sebagian orang mulai berteriak panik terutama para wanita. Arum berdiri diam kebingungan sembari mencari jalan. “Ya ampun. Lampunya padam? Di saat sendirian seperti ini lagi? Duh, ini gawat. Aku takut jika tersesat. Bagaimana kalau aku tiba-tiba hilang arah nanti,” gerutu Arum tak berdaya, seraya berjalan ke depan.Saat menekan tombol senter di ponsel, tanpa sengaja ia menekan tombol menerima telepon itu juga. Meski cahaya bulan tetap menerangi namun tetap saja terasa gelap di mata Arum. “Julvri! Julvri!” panggil Arum berulang kali, sedang mencari keberadaan suaminya itu. Tapi mungkin karena kekacauan dan kebisingan di sekitar, membuat Julvri tidak dapat mendengar teriakan istrinya itu. Duk!Seseorang menyenggol bahu Arum dan terjatuh di tempat kemudian. Terkejut akan hal itu, Arum lekas berdiri namun karena banyak orang berlari ke arah bel