로그인Tatapan Tamara menyala-nyala terang. Tanpa membuang-buang waktu, ia bergegas mandi dan luluran. Tamara membersihkan tubuhnya dan memakai wangi-wangian. Ia berdandan, memoleh riasan tipis. Tetapi, Tamara memberikan sentuhan ekstra pada kelopak mata dan bibirnya. Eyeshadow Tamara gelap dan berbentuk seperti sayap. Warna bibirnya merah gelap, segelap minuman anggur. Ia ingin menonjolkan gaya sensual dan penuh misteri untuk malam pertama mereka. Buat Dmitri merasa di atas angin ketika 'membuka' Tamara. Seolah-olah pria itu akan mengetahui semua rahasia Tamara, walaupun kenyatannya hanya tipu muslihat. Tamara memakai lingerie yang tersedia di ruang ganti bajunya. Pilihannya jatuh pada tipe lingerie yang tak sepenuhnya menerawang, cukup memunjukkan siluet nakal bagian tubuhnya. Namun pastinya cukup merangsang pria sekelas Dmitri sekalipun. Tamara yang sedang siap-siap belum mengetahui kalau Dmitri sudah pulang. Dmitri langsung memanggil Hendra melalui tatapan dinginnya yang sepintas le
Tamara mengelap darah segar yang bercucuran dari hidungnya dengan buru-buru. Ia turun dari kasur dan berlari mengambil tisu demi mencegah darah itu menetes ke sprei, sebab ia tidak akan bisa menjelaskan kenapa ada darah di sprei bila Hendra bertanya. Tamara sangat sadar diri. Ia membawa kotak tisu itu, lalu menaruhnya di nakas meja sebelah tempat tidur. Tamara membulatkan tekad untuk terus menonton video yang masih berlangsung itu sampai habis, meski harus berdarah-darah!Mata Tamara melotot—menancap tepat pada layar ponsel tanpa beralih sedetikpun. Waktu berjalan cepat. Pagi berganti siang. Memasuki jam makan siang, pikiran Tamara baru muncul ke permukaan dunia nyata. Ekspresinya kosong melompong. Bibirnya terbuka sedikit. Tak ada cahaya di sepasang mata itu. Tamara cuma bisa bengong untuk sementara ini. Terlalu banyak adegan kotor yang berputar-putar di benaknya. Adegan itu acap kali terulang bagai kaset rusak. Tamara merasa dia harus menghirup udara segar sebelum pikirannya ru
Bangun-bangun, Tamara berada di kamarnya. Tamara terbangun begitu merasakan panas menyengat sinar matahari di kulit putihnya. Sinar itu masuk melalui celah-celah tirai jendela balkon, menerobos dan menusuk tidur lelap Tamara. Kelopak matanya bergetar sejenak sebelum perlahan-lahan terbuka. Tamara mengerjap pelan. Matanya masih berkunang-kunang, menatap langit-langit kamar. Saat kesadarannya mulai terkumpul, hal pertama yang paling mengganggunya ialah rasa sakit di mulut dan tenggorokan. Tamara memegang lemah lehernya, lalu mencoba berbicara. "Uggh ...."Suara yang keluar terdengar sangat serak dan lirih. la seperti habis menelan seribu jarum pentul. Rasa sakitnya menikam seluruh bagian mulut dan tenggorokan Tamara. Ia pun merasa haus dan kering. Otaknya berpikir keras untuk mencari tahu penyebab tenggorokannya tidak enak. Di detik berikutnya, Tamara membatu. Telapak tangannya di leher gemetar samar. Kontan, Tamara bangun terduduk dengan gerakan mendadak. Ia menjambak dan mengacak-
Pen*s Dmitri yang terbebas berdiri tegak dan gagah. Di ujung kepalanya, cairan ejakulasi dini sudah menetes dan mengalir ke bawah batang. Batangnya berdiametar cukup besar dengan ukuran panjang. Nampak urat-uratnya terlihat berkedut di sekeliling batang. Turun ke bawah, Tamara menemukan dua kantong besar yang terlihat nikmat untuk dikulum.Tanpa sadar, Tamara menelan ludah.Kejantanan ini menawan Tamara, membuat insting dan gairah tersembunyi Tamara bangkit dan bergejolak. Mata Tamara tak bisa lepas dari penis Dmitri.Dmitri menyeringai tipis, merasa puas akan reaksi Tamara, "Hisap!"Ia kembali mendorong Tamara ke arah penisnya. Hentakan Dmitri membangunkan Tamara dari lamunannya. Ia merasa malu bukan main disuruh menghisap. Namun, semakin ia merasa malu semakin panas dan terangsang dirinya. Di tahap ini, Tamara tidak tahu lagi ada apa dengan tubuhnya. Dmitri benar-benar seperti iblis yang bisa menarik jiwa Tamara hanya sekedar melalui tubuhnya. Menggoda dan melempar umpan menggunaka
**Catatan: yang ada tanda "H" di sebelah judul, artinya bab novel itu mengandung adegan 18++---Dmitri berjalan menghampiri Tamara sembari menjaga kontak mata. Ketika jarak diantara mereka sudah menipis hingga tersisa satu langkah kaki, Dmitri sengaja berhenti. Aura pria itu kini semakin menekan dan menyesakkan. Ditambah dengan ekspresi kosongnya, Dmitri mulai membuat Tamara gentar. Sebuah suara rendah yang dalam menyusup ke pendengaran Anna. "Ingat. Kau perlu melayaniku."Bagai bisikan iblis, kengerian tersalurkan begitu saja ke dalam lubuk hati Tamara. Rasa keengganan membanjiri dirinya, disisipi setetes rasa takut tentang apa yang akan terjadi. Disaat ia mendongak dan bertukar pandang dengan kegelapan tanpa ujung di kedua bola mata Dmitri. "Kau mau apa?" desis Tamara serak. Dmitri memajukan badannya, mensejajarkan bibirnya dengan telinga Tamara."Temui aku di ruang kerja," ia berbisik. Setelah itu, Dmitri berjalan melewati Tamara yang membatu di tempat. Kaki panjangnya menyebr
Hawa ruangan terasa berat dan menyesakkan. Interior gelapnya meningkatkan suasana kelam Dmitri. Dmitri duduk di kursi mejanya menghadap kaca besar, memunggungi Asisten Ren. Tetapi ketika dia bertanya, tubuhnya berbalik miring dan menunjukkan garis wajahnya yang tegas dan tajam dari samping. Asisten Ren melihat ke lantai demi menghindari tatapan menusuk Dmitri. "Nona tinggal di Yogyakarta sampai umur 12 tahun, lalu pindah dan menetap di Jakarta," jelas Asisten Ren berdasarakan investigasi yang mereka lakukan. Mata Dmitri berpendar sepintas saat mendengar nama kota itu. Suasana tajam yang mengelilingi Dmitri berkurang. Auranya melembut sedikit. "Lalu?" Suara dingin Dmitri bergema memantul di ruangan. Asisten Ren membuka dan menutup mulutnya beberapa kali, seakan tampak tak yakin bagaimana melaporkannya supaya Dmitri tidak terlalu marah. Sebab, hasil yang mereka temukan berbanding terbalik dengan harapan Dmitri. Asisten Ren menarik napas dan memberanikan diri berujar, "... Nona ti







