Share

Bab 4

Penulis: Blade Armore
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-09 10:03:30

Ah! Aku baru ingat. Tadi banyak pesan dan panggilan tidak terjawab dari orang, dan belum sempat aku melihatnya. Terlalu asik bermain dengan Aqilla. Apakah karena hal itu yang membuat Mas Attar memeriksa ponselku!

Mas Attar melihat ke arahku dan dengan cepat aku bersembunyi di balik dinding sekat. Berarti ada ketakutan darinya, jika aku memergokinya memegang ponselku.

'Siapa yang mengirimiku pesan, sampai-sampai membuat Mas Attar merasa terganggu dan harus pulang kantor jam segini! Atau, Mas Attar tidak berangkat kerja sejak tadi pagi?' batinku mulai berkecamuk.

Aku bergegas mandi, lalu menyiapkan diri, agar Mas Attar tidak terlalu lama menunggu, dan yang pasti aku ingin melihat reaksinya setelah memegang ponselku.

"Masih lama, Yumna?" tanyanya, tanpa memanggilku sayang, seperti biasanya.

"Udah, Mas. Tinggal pakai hijab saja!" balasku.

Setelah memantaskan diri di cermin. Aku baru sadar sesadar-sadarnya, jika tubuhku mulai tidak berbentuk lagi. Benar saran Mbak Naura, aku harus senam dan perawatan. Bagaimana pun, Mas Attar adalah laki-laki normal, yang akan tergoda oleh tubuh berbentuk gitar spanyol seperti Shanum.

"Ayo, Mas!" ajakku, ketika dia sedang fokus pada Aqilla.

"Eh, ayo!" Mulai kurasakan perubahan Mas Attar.

Mas Attar memberikan Aqilla padaku, untuk kugendong. Sedangkan dia, menghidupkan mesin motor dan mengunci pintu, sebelum kami pergi. Sepanjang perjalan, tidak ada yang kami bahas. Diam membisu, seperti ada tumpukan lem pada bibir kami.

Setelah tiga puluh menit perjalanan, Mas Attar sempat berhenti. Seperti sedang berpikir, dan tidak lama kemudian,

"Loh, kok ke showroom, Mas?" Cukup terkejut, saat motornya dia belokkan ke sebuah Showroom mobil.

"Kan, mas sudah bilang kalau mau beli mobil untuk kita!" ujarnya dengan nada agak tinggi.

Ingin membantahnya, tapi ini sedang berada di luar rumah. Tidak mungkin kami bertengkar di sini, lebih baik aku diam.

Mas Attar memilih mobil yang hendak di belinya, tanpa meminta pendapatku. Bukan seperti Mas Attar yang kukenal. Sepertinya tidak mungkin, jika aku meminta pembelian mobil tersebut atas namaku. Ah, iya. Aku hubungi Mbak Naura saja.

"Halo, Mbak. Mas Attar tiba-tiba mengajakku beli mobil, tapi sepertinya dia agak aneh dan aku sepertinya tidak akan berani meminta Mas Attar, mobil itu atas namaku," aduku pada Mbak Naura.

"Iya, kamu kasih aja teleponnya ke dia, biar mbak yang bicara," ujarnya dengan suara geram.

"Mbak saja yang telepon ke nomorku, pura-pura bertanya aku sedang di mana!" Ideku dan langsung disetujui oleh Mbak Naura.

Iparku itu terlalau the best, langsung mengerti tanpa harus aku menceritakan secara detail apa yang sedang terjadi.

Ponsel kumatikan dan berjalan mendekat ke Mas Attar, berpura-pura menimang Aqilla. Melihat mobil yang dipilihnya, ternyata berbeda jauh dari yang dia inginkan dulu.

"Mas, Mbak Naura telepon, aku angkat dulu, ya," tanpa menunggu jawabannya, aku langsung menggeser layar ponselku.

"Halo, Mbak. Aku enggak di rumah, lagi menemani Mas Attar. Eh, tahu enggak mbak, Mas Attar mau beli mobil, loh. Aku aja kaget," ujarku.

Aku melihat ke arah Mas Attar, terlihat dia mengusap wajahnya dengan kasar. Bukan sekali atau dua kali, tapi berkali-kali. Dia sepertinya kesal, saat aku menerima panggilan dari kakaknya.

"Oh, mau ngomong sama Mas Attar, bentar, ya mbak?" tuturku bohong.

Posel kuulurkan pada Mas Attar dan disambut dengan malas. Kulihat Mas Attar memutar bola matanya, dan kembali melihat mobil di hadapannya, sambil sesekali menimpali ucapan Mbak Naura di ujung telepon.

Aku sengaja menjauh darinya, agar memberi ruang Mas Attar untuk berkelit dan membiarkan Mbak Naura marah padanya.

"Nih!" Dia menyodorkan ponsel dengan suara kesal, dan gestur tubuhnya sangat kentara, jika dia tidak suka didikte oleh orang lain.

'Sepertinya, ini sudah menjurus!' gumamku.

Aku ingat beberapa novel yang kubaca, untuk mengisi waktu luang. Jangan biarkan pelakor menang dari istri sah, seorang istri harus mempertahankan rumah tangganya sekuat mungkin selama tidak ada KDRT. Perempuan yang tahu suaminya selingkuh, jangan asal ngelabrak, harus main cantik. Saat ini, itu yang sedang kulakukan, berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

Pengorbananku dan Mas Attar bukanlah singkat. Saat dia melamarku dulu, kedua orang tuaku menolaknya dengan halus, Dikarenakan ayah Mas Attar seorang lelaki yang suka selingkuh. Bapak bilang, penyakit seperti itu pasti menurun pada anak lelakinya. Namun, kami berdua berusaha membuktikan, jika itu tidak benar. Setelah menikah, kami diuji masalah anak yang tidak kunjung hadir selama enam tahun lamanya dan sekarang, kami bisa menimang Aqilla, buah hati kami. Belum lagi masalah ekonomi, yang pasang surut dan mengharuskan aku bekerja. Setelah doa yang panjang, kami berhasil melaluinya dengan baik dan saling bergandeng tangan. Aku masih berharap, Mas Attar tidak tergoda oleh gitar spanyol, dan melupakan wanita yang selalu menemaninya dari nol.

"KTP-mu, mana?" tanyanya, dengan mengulurkan tangan.

"Buat apa, Mas?" tanyaku.

"Sudahlah, aku mau selesaikan pembayaran dulu," Mas Attar membuang muka.

Baru seperti ini saja, rasanya sudah sakit. Apalagi saat aku harus mengetahui kenyataan, jika Mas Attar benar-benar berselingkuh dengan Shanum. 

Mengingat gadis itu, aku jadi teringat pesan beruntun dan panggilan yang belum sempat kulihat. Begitu aku membuka alikasi hijau, di sana tidak ada pesan baru yang belum terbaca atau panggilan yang tidak terjawab. Pasti Mas Attar telah menghapusnya, saat aku mau mandi tadi.

"Hilman, ya, Hilman!" ocehku.

Aku ingat Hilman pernah membantuku. Saat aku sedang dekat dengan seseorang dan dia mengirim pesan padaku, tapi tidak sengaja kuhapus. Kuhubungi dia untuk bertanya,

"Kita ketemuan!" ujarnya dengan nada serius, bahkan terdengar tidak ingin dibantah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 121

    Setelah satr tahun pertemuanku dengan Mas Attar, Aqila tidak lagi terlihat murung. Dia selalu memancarkan senyuman manis yang menenangkan, becanda dengan adik-adik dan sepupunya. Sungguh pemandangan yang selalu ingin kulihat sampai mataku tak mampu lagi terbuka.Radit dan istrinya benar-benar pindah, untuk menetap dan kembali memulai usahanya di sini. Kami bersama, mengurus semua hal yang ditinggalkan oleh suamiku tercinta. Si kembar pun sangat gembira, meski kehilangan sosok ayah, tapi mendapatkan banyak cinta yang tidak terduga. Ya, inilah buah kesabaran kami dan cinta yang datang terlambat. Rasanya, aku merindukan suamiku yang telah lama pergi meninggalkanku."Ma," Aqila memanggil dan langsung memelukku dari belakang.Gadis itu mengecup pundakku dan menangis, mengatakan kata maaf berulang kali dan makin mengeratkan pelukannya. Aku membelai kepalanya, dan memegang kedua tangannya. Merasakan kegelisahan yang dialaminya."Kenapa? Apa kamu enggak yakin dengan pernikahan ini?" tanyaku pa

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 120

    Aku mengerjapkan mata berkali-kali, takut jika yang kulihat hanya khayalanku saja. Akan tetapi, orang itu tidak berubah sedikitpun, dia tersenyum dengan matanya yang memerah. Bukan marah, tapi seperti menahan kesedihannya yang membuat matanya seperti itu. "Ada apa, Mas?" tanyaku lirih. Radit memilih duduk menjauh, memberi ruang padaku dan Mas Attar. Aku yakin, ini pasti ada hubungannya dengan Aqilla. Membuat Mas Attar memberanikan diri datang ke rumahku, karena tidak mungkin dia akan datang dengan suka rela tanpa ada sesuatu yang mendesak. "Maaf, aku melukai anakmu lagi," ujarnya, dengan suara bergetar. Tubuhku pun ikut lemas dengan apa yang dia ucapkan, apa yang sebenarnya terjadi, sampai mereka berdua seperti ini dan kenapa Mas Attar tidak mau belajar dengan kesalahannya yang telah lalu. Terus saja menyakiti hati putri semata wayangnya. "Ada apa?" tanyaku lembut, tidak ingin merusak mood yang sudah terbangun dengan baik. "Aku meminta Aqilla menjauhi lelaki yang sedang dekat den

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 119

    "Mbak?" Radit bertanya, tapi hanya menyebutku namaku saja. Sekarang semua mata menatapku, tatapan penuh tanya. Catra menuntunku untuk duduk dan memijat bahuku, mengecup ubun-ubunku penuh kasih sayang dan aku menggenggam tangannya yang masih berada di pundakku. "Ada apa, Ma?" tanya Candra lembut dan tangannya mengengam tangaku dan Catra. "Mama hanya mencicipi nasi goreng buatan Aqila, dan mama menggunakan sendok dan hanya sekali tanpa mengaduk-ngaduk," jawabku apa adanya. "Keterlaluan kakak!" Candra yang memang lebi emosian berjalan menuju kamar Aqila, mengetuk pintu itu dengan sangat kasar. Namun, Aqila tidak membukanya. Candra yang sedang terbalut emosi, terus memanggil kakaknya, berharap mendapatkan jawaban yang lebih baik dari pernyataanku. "Kenapa kakak tiba-tiba menjadi kasar?" tanya Catra, tepatnya seperti gumaman untuknya sendiri. "Mungkin kakak sedang banyak pekerjaan dan sedang kelelahan," ujarku menenangkan. Perubahan-perubahan inilah yang membuatku takut, apakah semu

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 118

    Siang ini, aku berencana ke cafe untuk mencocokkan data-data yang sudah masuk ke emailku. Tidak semua cafe dapat kukontrol, hanya ada dua saja. Bukannya tidak ingin melihat semua progres cafe yang sudah berjalan, tapi keterbatasan waktu dan tempat membuatku harus tetap memperhatikan kesehatanku sendiri. Ada rasa tidak nyaman dalam tubuku dan entah itu apa, aku tidak ingin periksa ke dokter. Bukan apa-apa, aku hanya takut, jika diagnosanya tidak baik dan membuat semua menjadi khawatir padaku. Membuat peraturan-peraturan yang akan membatasi ruang gerakku."Mama mau pergi?" tanya Aqila yang baru keluar dari dalam kamarnya."Loh, kamu enggak kerja?" Aku balik bertanya padanya tanpa menjawab pertanyaannya terlebih dulu."Mama kebiasaan, ditanya malan nanya!" gerutu Aqila, dan aku hanya tersenyum mendengarnya. "Hari ini jadwalku padat untuk keluargaku, Ma. Aku berharap, mama tidak terlalu lelah. Mama terliat pucat dan lemah," Aqila memperhatikanku dari ujung kaki hingga ujung kepala.Helaan

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 117

    Pagi ini begitu cerah, secerah hati dan wajah Aqilla. Suaranya yang bersenandung, dan tangannya yang cekatan mengerjakan pekerjaan rumah. Tidak ada satu pun yang diperbolehkan membantunya, dia membersihkan ruma dan membuat sarapan seorang diri. Aku tau, ini pasti karena dia telah mengetahui keberadaan ayahnya dan juga memastikan ijin yang telah kuberikan. "Mama ini teh hangatnya," ujar Aqila, dan wajanya selalu dihiasi dengan senyuman hangat. Setelah meletakkan cangkir te itu, Aqila berlalu pergi. Enta apa saja yang dia lakukan di dalam rumah, bahkan adik kembarnya langsung disuruh jogging, saat berniat membantu. Aku hanya bisa tertawa geli melihat tinkah putriku, memang cukup ajaib saat dia mengetahui keberadaan sang ayah. "Mbak, aku mau jalan pagi saja. Anakmu sepertinya memiliki tenaga samson hari ini, semuanya ingin dia kerjakan, termasuk merawat Nita. Semuanya deh!" Radit berpamitan. Aku hanya bisa mengangguk, dan menikmati udara pagi di depan teras. Melihat bunga-bunga yang b

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 116

    Aqilla mendekatiku dan duduk di sampingku, menatapku dengan tatapan sayunya. Matanya sudah mulai berkaca-kaca, bibirnya bergetar tanpa suara. Aku tahu, rindunya pada Mas Attar sangatlah besar. Sejak kecil dia selalu menanyakan Hilman yang sudah dikebumikan, lalu beralih bertanya mengenai Mas Attar karena tetangga julid yang mempengaruhinya."Iya," Mau tidak mau, aku memberitau kenyataan ini pada Aqilla.Rasanya sudah lelah untuk menyembunyikan hal yang seharusnya memang diketahui oleh anak itu. Meski ada rasa tidak nyaman dalam sudut hatiku yang terdalam, tidak ingin keegoisan ini menyelimuti hati dan membuat anak-anak malah menjauhiku."Mama rela aku menemuinya?" tanya Aqilla dengan suaranya yang lirih."Kenapa kamu bertanya seperti itu pada mamamu?!" tanya Radit dengan ekspresi yang datar.Aqila menegakkan tubuhnya dan menatap ke arah pamannya dengan tatapan yang entahlah, aku pun menatap Radit dengan kesal. Bagaimana lelaki itu bisa berucap seperti itu, tapi aku tahu dia hanya meng

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 115

    "Emang apa yang aku lakukan?" tanyanya dengan pongah dan menaikkan dagunya. Aku tidak menyangka, wanita ini sama dengan ibunya dulu, yang sering sekali menggangguku. Bagaimana aku bisa bertahan dengan mereka sebagai tetanggaku. "Baiklah, dari pada kita ribut dan cari pembenaran sendiri, maka lebih baik kita bawa masalah ini ke ranah hukum. Ini sudah perbuatan yang sangat tidak manusiawi, dan mengancam nyawa. Juga nanti akan ketahuan saya selingkuh dengan Radit atau tidak!" Kembali, aku menekankan setiap kata-kata yang keluar. Bisik-bisik kembali terdengar, aku bukan merasa sok atau apalah, cuma menghindari hal yang paling menakutkan dikemudian hari. Belum apa-apa, sudah ada yang berani melakukan hal keji seperti ini. Apa lagi jika aku hanya diam dan menerima semua gosip murahan yang mereka lakukan. Bisa saja mereka berbuat seenaknya. "Lebih baik kalian bubar, dan biarkan ini ditangani oleh polisi,' ujarku dengan tatapan sinis. Satu persatu mereka pergi dengan wajah pias, ini sudah

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 114

    Aku dan Radit. tentu saja panik mendengar Nita yang terjatuh entah di mana dan aku yakin ini ada campur tangan orang lain, karena setahuku, Nita adalah wanita yang sangat hati-hati dalam segala hal. Tidak mungkin pula dia terjatuh karena terpleset, saat ini bukan musim hujan."Tenang, Dit. Jangan sampai kita juga ikut celak," Aku memperingatkan Radit yang mengemudi terlalu cepat. "Pasti ada yang menolongnya, tidak mungkin dia sendirian di jalan! Mbak tahu kamu khawatir, tapi kamu juga harus bisa menguasai diri kamu untuk saat ini!" imbuhku, karena Radit semakin terlihat gugup.Radit tidak menjawab pertanyaanku, atau pun melihat ke arahku. Pandangannya terlalu fokus ke depan. Hingga kami kembali ke rumah dan dengan cepat dia turun untuk mencari Nita. Aku sedikit aneh, karena melihat beberapa orang ada di teras rumah dan sebagian ada di halamn rumah. Seperti sedang membicarakan sesuatu, aku yakin ini mengenai kejadian Nita yang terjatuh."Permisi, Bu," sapaku seramah mungkin.Namun, aku

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 113

    Aku menoleh ke arah radit, dan tertawa dengan sangat lepas, menertawakan pertanyaan konyol dari lelaki yang selalu ada saat aku butuhkan sejak dulu. Dia-lah adik sepupu, rasa adik kandung."Kamu tahu usia mbak berapa?" tanyaku dan Radit mengangguk. "Wanita seusiaku, tidak ada yang memikirkan untuk menikah lagi, sudah memikirkan bagaimana untuk bekal akhirat dan melihat anak-anak bahagia. Jadi buang pikiranmu yang ane itu!" ujarku dengan gelengan kepala.Tidak habis pikir, kenapa bisa ada kata-kata seperti itu yang muncul darinya. Apakah ini yang membuatnya tidak semangat hari ini. Aku tidak ingin bertanya lebih jauh padanya, takut dia malah bertanya hal-hal aneh lagi. Diam ... diam lebih baik, untuk saat ini.Sesekali aku melirik ke arah radit yang tidak nyaman dengan posisinya, apakah dia sedang sakit atau sedang menahan sesuatu. Namun, aku juga mendengar beberapa kali dia menghela napas berat, adakah kaitannya dengan pertanyaannya tentang kesendirianku. Lama-lama aku juga kesal meli

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status