Hari ini aku sudah pulang ke rumah, nanti sore kami ada janji dengan beberapa wartawan. Pembatalan resepsi pernikahan kami menimbulkan banyak opini miring di masyarakat."Tidur saja dan jngan banyak gerak?" Banyu memberi perintah, sudah seperti satpam dia sekarang, mengawasi aku duduk ditepian ranjang."Jangan duduk disitu?" aku berucap menatapnya."Lalu di mana?" Dia menaikkan alis."Disini" Aku berbisik, menepuk tempat tidur disampingku."Jangan, nanti kebablasan. Aku tak punya rem cakram kalau didekatmu." Ucapnya mencubit hidungku, membuat pipiku merah jambu. Tapi rem cakram? Dia kira aku aspal goreng!"Masih sakit?" Dia memegang pinggulku yang tersibak."Sedikit, tapi tak terlalu. Sebenarnya lebih sakit dicampakan." Godaku."Kapan aku mencampakanmu? Mendapatkanmu saja harus menunggu jandamu dulu, enak saja mau mencampakan. Tak semudah itu marimar!""Eleh, sok ngelucu. Pasaran!" Tawaku, dia malah mencibik. Gemas aku dibuatnya.Sesaat aku terdiam, mengingat Mala yang tengah hamil tu
Mereka ada disini, siapa lagi jika bukan team terbaikku DreamNet. Rock bahkan sudah berjingkrak memeluk Banyu, Sky tersenyum dengan gaya khasnya dan aku sudah memeluk Rose sejak dari pintu."Mana Black?" Rock bertanya."Sebentar lagi datang, dia sedang pergi dengan Bapak" Banyu menjelaskan."Kau baik-baik saja Queen? Aku cemas sekali." Rose memperhatikan tubuhku dengan seksama."Jangan memanggilnya Queen. Panggil dia Nyonya Banyu!" Sky bicara menirukan gaya bangsawan meminta di hormati."Ah, tak lucu!" Rose mengabaikannya, dia kembali melihatku."Aku baik Rose. Oh iya, bagaimana film mu?" Aku bertanya padanya. Rose sekarang bintang besar. "Berjalan sangat baik, nanti kita nonton bersama saat tayang""Sombong! Memang apa peranmu di sana?" Sky menimpali. Ah, mereka memang tak pernah akur.Rose berjalan mendekat. Menjambak kepala Sky hingga anak itu berteriak. "Bocah tengil!" Ucapnya kesal."Lepas Rose, lepas..., Adrianaaa!" Akhirnya nama asli Rose yang di teriakkan."Sudah! Teriak-teri
Extra Part 1( Kematian itu datang )Flast Back Banyu menjemputku, saat aku katakan ingin melihat bulek Ningrum. Mimpiku selamam terlihat nyata. Aku tak ingin terlambat, mengatakan aku memaafkan wanita yang kini tak berdaya itu.Mobil kami melaju, membelah hutan mantingan, dengan jalan berkelok dan mendung yang kulihat menggulung, memberikan aku rasa yang semakin nyata.Kecemasan akan kenyataan yang bisa saja berbanding terbalik dengan harapanku."Kamu baik-baik saja?" Banyu bertanya. Dia bida membaca bahwa hatiku sedang dilanda rasa gamang."Ya, hanya takut. Kita akan terlambat""Semoga saja tidak." Dia memandang jalanan. Kurasakan mobil ini melaju lebih cepat.Kami memasuki pelataran. Mendung masih menggulung di atas kami. Sepertu dunu lain dengan pintu yang siap terbuka kapan pun.Perlahan kaki ini menapak masuk. "Assalamualaikum" Ucapku pelan.Bulek Tri keluar. Agak terkejut melihatku datang sendiri. Hanya Banyu yanh berdidi disampingku. Bulik menghambur memelukku."Bulekmu itu k
Banyu menggendong bayi lucu kami, Bapak mengikuti saja di sampingnya. Maksud hati Bapak ingin mengendong cucunya juga, apalah daya, takutnya lebih besar."Bapak gak berani, lihat dia masih merah, salah pegang, jatuh nantin. Ora..., ora..., Bapak emoh!"Begitulah kalimatnya setiap kali di minta menggendong. Ibu masih duduk di sofa, membawa Andara dalam dekapannya. Sekarang usiaanya hampir satu tahun, sudah pandai berjalan dan suka sekali memegang celana Banyu bila meminta sesuatu. Mungkin benar jika ada yang bilang cinta pertama seorang anak perempuan adalah Ayahnya."Dia tampan sekali, seperti Ayahnya. Ya kan pak?" Banyu meminta pendapat Bapak.Bapak mengerutkan alis. "Kamu gak lihat, Bapak juga tampan!" Bapak menjawab tak terima.Aku dan ibu hanya bisa menggelengkan kepala, selalu saja, mereka tak berhenti bertengkar. Sebentar bertengkar jenis kelamin, sebentar bertengkar nama, sebentar apa lagi. Ada saja tingkahnya yang membuat kami semua pusing."Jangan mulai, taruh cucuku di t
Session 2 Part 1Kisah ini adalah pembalasan dendam dan kembalinya lagi Dream team sebagai seorang peretas handal. Selamat membaca.****Setelah kedatangan Haris, Dina kehilangan ketenangannya. Dina lebih banyak menghabiskan waktu bersama Dara, bahkan tak membiarkan siapapun menyentuh gadis kecil itu.Mereka memeriksa cctv di setiap sisi, mengetahui kedatangan Haris yang menyelinap bersama orang catering dari pintu belakang. Banyu memperketat keamanan, bahkan menawarkam hadiah pada siapapun yang bisa membawa Haris hidup atau mati. Meski pada akhirnya Haris lolos dan tak dapat di ketahui keberadaannya lagi.****Lima tahun berlalu, tak ada lagi kabar bagaimana Haris setelah hari itu. Dina mulai melupakan ancaman dan kehadiran Haris, dia terlalu sibuk menikmati hari indahnya bersama Dara dan Sean, mereka tumbuh semakin mengemaskan."Ayah, jangan lupa datang ke sekolah!" Dara sudang memberikan ultimatum.Gadis 6 tahun itu tak ingin Ayahnya lupa acara perpisahan di sekolahnya hari ini, D
Dara sangat cantik, berbalut gaun putih berenda dengan mantel merah menutupi kepalanya. Hari ini dia akan memerankan cerita gadis berkerudung merah dan srigala jahat, cerita yang hampir di ketahui semua anak.Wajah Dina bersemu melihat betapa cantik putrinya dengan riasan tipis."Ayah mana bun?" Dara sudah bertanya, sejak tadi gadis itu memang sibuk mencari di mana Ayahnya berada."Em, mungkin masih di jalan, kita tunggu saja sebentar lagi." Dina menenangkan hati putrinya."Tapi sebentar lagi aku tampil, apa Ayah lupa lagi?" Wajah kecil itu tertekuk sedih.Dina mendekati putrinya, "Ayah pasti datang sayang, Dara jangan khawatir ya. Bagaimana kalau Dara menghafal lagi dialog nanti bersama mbak Ratih." Dina menyibukkan Dara bersama pengasuhnya."Tapi bun...""Bunda akan coba cari tau Ayahmu sampai di mana. Bagaimana?"Dara tersenyum menyetujui ide sang bunda, gadis itu lalu pergi duduk dan menghafal lagi dialognya.Dina berdiri mengambil ponsel di dalam tas, beberapa kali dia memastikan
Banyu terbelalak, ia tak menyangka wanita yang membuat kekacauan hari ini berani datang ke sekolah anaknya, bahkan berani menyapa Dina, istrinya."Ini sekertarisku di kantor, kami ada rapat tadi dan aku lupa meletakkan ini di lobi."Dina tersenyum, "Hay, terimakasih sudah mengantarkan cokelat ini, putri kami akan sangat kecewa jika Ayahnya datang tanpa janjinya membawakan cokelat."Beti tersenyum, senyum yang membuat Banyu ingin segera menyeretnya pergi dari sini."Sama-sama. Apakah acaranya sudah selesai nyonya?""Sudah, kami akan masuk ke belakang panggung.""Wah sayang sekali, padahal saya ingin sekali melihatnya.""Acara ini hanya untuk orang tua murid, siapa kamu ada di sini? Jhon, antarkan Beti keluar sekolah!"Banyu menarik tangan Dina dan Sean ke dalam, meninggalkan Beti yang hanya mampu melihatnya diam dari sisi gedung."Jahat sekali, dia datang untuk membawakan barangmu yang tertinggal, galak sekali!" Dina menepuk lengan sang suami, dia tersenyum melihat betapa angkuh suami
Dina tersenyum kembali pulang ke rumah masa kecilnya, rumah joglo modern yang tak pernah berubah. Saat mobil Pandu masuk pelataran, Emak sedang menyirami tanamannya yang semakin rimbun."Uti!" Dara berlari keluar mobil, membuat mata tua Emak berkaca, gadis cilik yang semalam hanya mampu di lihatnya dalam layar, kini berdiri dan memegangnya."Dara! Ya Allah cucu cantik." Emak melepaskan selang air di tangannya, matanya berbinar menatap lekat gadis cilik itu."Assalamualikum mak!" Dina mendekap ibunya dari belakang, membuat Emak terkejut dan berbalik menatap juga wajah putri sematawayangnya."Waalaikumsalam nduk, Lha kok pada di sini to?" Emak bertanya, sebab tak ada kabar apapun tentang kedatangam mereka."Namanya juga kejutan, masak bilang-bilang!" Dina membuat alasan."Ayo, masuk yok!"Emak sudah sibuk mengandeng Dara masuk, sementara Sean tertidur dalam gendongan Pandu."Kok cuma bertiga nduk, suamimu nggak ikut?" Emak bertanya, ia takut putrinya akan mengalami hal yang sama seperti