DeamNet menemukan banyak bukti, meski sadah sangat kuat untuk menyeret Mala dan sindikatnya ke kantor polisi, namun King belum mengizinkan aku melihatnya. Mereka bilang aku harus fokus pada perceraianku dulu. Seperti ada rasa khawatir juga dari mereka padaku, mengingat kejadian teror bola api menimpa rumah tempatku tinggal.Sebenarnya aku tak takut, aku bisa melawan, bahkan jika dikeroyok enam lelaki sekalipun. Tapi dengan adanya Emak di sini, rasa khawatirku lebih besar.Bapak dan mas Pandu datang pagi tadi, sekarang Bapak sedang memberi makan ikan di kolam rumah. Ikan itu kini gemuk dan lincah, selama di sini Anik merawatnya dengan sangat baik. Bahkan dinding kolam yang dulu berlumut, kini bersih di tanami juga tumbuhan air. Sayang dia harus pulang dulu, sidang sekripsi katanya.Mas Pandu di kamar sejak datang, sekarang sedang menelpon seseorang. Kupikir mungkin calon istri yang dibicarakan tempo dulu padaku."Masih sibuk mas?" Aku membuka kamarnya tanpa mengetuk. Membuatnya menatap
Semenjak Bapak dan Mas Pandu datang. Semua pengawal suruhan King memang aku minta pulang. Aku fikir sudah ada mas Pandu, Bapak bahkan Ramdan. Jadi tidak perlu lagi ada pengawal.Tapi baru tiga jam kami keluar, rumahku sudah seperti kapal pecah. Siapa yang melakukan ini pada kami?Bapak turun dengan tergesa. Rahangnya mengeras, melihat apa yang terjadi dirumah ini."Priksa CCTV le!"Bapak meminta mas Pandu melihat CCTV. Mas Pandu berjalan kekamarnya. Aku mengeryitkan alis. Sejak kapan CCTV rumah ini terhubung kekamar mas Pandu?Mas Pandu membawa tablet ke ruang tengah. Ramdan juga duduk disana. Melihat Bapak dengan cepat membuka Rekaman CCTV. Aku hanya sesekali mengintip. Tak terlalu jelas.Bapak tiba-tiba berdiri. tangannya mengepal."Ayo kita temui anak kurang ajar itu!"Aku hanya terbengong melihat Bapak keluar, diikuti mas Pandu dan Ramdan. Kuambil tablet di sofa lalu melihat rekaman yang membuat Bapak Marah. Ternyata mas Haris. Datang sendiri mengeledah seluruh rumah. Bahkan kama
Mala keluar dan membuka kembali. Dia menatapku tak suka."Jangan mengangguku!" Aku justru menarik lagi gerbang itu lalu menguncinya."Dina! buka tidak"Aku hanya mengelengkan kepala. "Kenapa? Takut tertangkap!""Buka aku bilang. Mama!" Mala merengek memanggil bulik Ningrum. Bulik yang masih tertegun dipintu segera berlari menghampiri Mala."Bantu buka. Buka Dina, buka!"Aku tak perduli. Kini bulik Ningrum ikut mendorong gerbang itu agar terbuka. Mas Haris didalam menarik Mala."Jelaskan!""Biarkan aku pergi! Nanti aku jelaskan mas""Jelaskan sekarang atau kau tak usah pergi!""Kau mau aku tertangkap polisi? kamu mau aku melahirkan dipenjara!"Mala mengambil sesuatu didalam tas dan melemparnya kewajah mas Haris. Sebuah test pack jatuh didekat kaki Mas Haris.Entah mengapa desir nyeri merayap didada. Dulu sete
Kami masih duduk di dalam rumah Mala, Bulik dan ibu mertua masih tergugu dalam tangis sementara Bapak terdengar mengambil napas berat."Sudah puas Ning, anakmu sendiri akhirnya sepertimu, lebib darimu malah!" Bapak bicara pada Buluk Ningrum. "Tolong bantu Mala mas" Bulik mengiba"Bantu apa di bantu! Dia yang memulai semua kejahatan ini, biarkan dia yang membayarnya. Bukankah didikanmu mengajarkan begini Ning? Ketamakan, kekayaan dan ketidak puasan, semua tentang uang dan harta bukan? Mala sudah lulus dengan baik!" Bapak berkata lalu berdiri dari tempatnya duduk." Ayo pulang! biarkan Ningrum di sini, aku sudah menghubungi mas Harun mbak Lasmi, tunggu saja di sini dengan besanmu!""Apa begini akhir hubungan keluarga kita mas Dayat? Kita ini sudah seperti saudara, ingatlah mas Dayat, Bapak Haris sudah berkorban banyak untuk usaha dan kesuksesanmu, tapi kenapa, kamu justeru memasukkan anaknya ke dalam penjara?""Apa begini juga caramu memperlakukan saudara, sampean mbak Lasmi mong miker
Aku berangkat ke Purwakarta dengan Ramdan dan Anik, kami berangkat setelah Ashar. Sepanjang perjalanan, mas Ramdan hanya diam. Anik lebih banyak bercerita kuliah dan wisudanya dua bulan lagi. Perjalanan terasa lama saat aku hanya duduk saja melihat ke jalan, lambat laun mata ini begitu berat, aku mengantuk, mencari posisi ternyaman dan aku tertidur. Saat bangun kami sudah tiba di rumahku, seorang lelaki membukakan gerbang, dia pak Rudi, rumahnya di kampung depan, dia satpam di toko mabelku aku memintanya berjaga di sini, bergantian dengan satpam lain.Aku masuk ke dalam kamar, setelah makan malam dengan Nasi goreng keliling yang lewat di depan rumah. Kini aku merebahkan diri iq atas tempat tidur dan beristirahat dengan Anik. Ramdan di luar, tidur di kamar bawah dekat tangga.Saat tengah malam aku terbangun, melihat seseorang berdiri di tengah balkon kamarku. Rambut sebahunya tergerai, gaun merahnya mengantung di bawah tumit.Mala? Apa perempuan itu Mala?Aku sangat penasaran, tirai
Pagi yang indah di bukit kendil Solo. Aku mengajak Anik menikmati suasana pagi di belakang Universitas Sebelas Maret. Jika kamu ingin makanan yang enak dan murah disolo, disini tempat yang tepat. Tempat makan berkonsep "POKWE" alisan "Jipok dewe" atau ambil sendiri ini banyak diminati. Nasi yang tetap diharga sama dalam jumlah sesukanya dan tinggal pilih lauk sesukanya sesuai kantong, Jadi salah satu andalan anak kos di sekitar sini."Mau makan apa nik?"Aku masih melihat jalanan yang ramai. Pagi seperti ini, akan banyak kendaraan roda dua melaju lebih cepat. Karena jam sibuk mereka yang bekerja atau kuliah."Bubur ayam di sini enak lho mbak" Anik menunjuk salah satu bubur ayam dengan grobak biru. Aku lihat memang lumayan banyak pembelinya."Oke kita kesitu. Mbak sudah lama ngak beli bubur disini."Aku memberhentikan mobil di tepi jalan. Sekitar 6 Meter dari penjual bubur itu mangkal. Saking banyaknya motor yang terparkir. Aku menggalah parkir lebih jauh.Kami memesan dua mangkuk bub
Hari ini, setelah mendapat izin dari Emak dan Bapak, aku dan King mencoba datang kerumah sakit tempat Mala dirawat. Aku memilih memakai mobilku sendiri. Bagaimana bisa mau mencari seseorang, jika mobil yang di pakai begitu bising dan membuatku tak nyaman. Terlebih lagi, akan ada banyak mata memandang dijalan jika mobil King yang dipakai. Aku tak akan nyaman. Mobilku mulai melaju, King yang mengendarai. Gayanya sok sekarang. "Berhenti!" Aku berteriak.King menepikan mobil kami. Setelah kurasa jauh dari rumah dan aman. "Buggg!""Buukkkk!"Aku memukulnya dengan tasku. Sejaj tadi sudah kutahan gatal tangan ini."Kamu kenapa Queen?""Kenapa, kenapa? Beraninya kamu datang kerumah! Menyebalkan" Ucapku tak mau lagi melihatnya.King justru tertawa melihatku marah. Menyebalkan sekali. Dia tertawa semakin keras saat melihatku."Kenapa tertawa?" Tanyaku jengkel."Apa? Aku tak tertawa" Tak tertawa apanya. Dia berusaha menahan tawanya sekarang. Dia fikir aku ini buta apa!"Dengar ya, aku mau j
Pagi ini, setelah berlari memutari kampung tempatku tinggal, aku melihat Bapak duduk di gazebo belakang. Sambil memberi makan ikan-ikan besarnya yang melompat didalam air, seolah minta digoreng.Aku ikut duduk di gazebo melihat juga bapak memberi makan ikannya."Berangkat jam berapa nanti?"Bapak bertanya. Ya, hari ini aku akan kembali ke Purwakarta. Mendatangi membali sidang yang tinggal tahap-tahap akhir."Sore pak. Insyaallah"Bapak menganggukkan kepala."Pak"Ragu aku memanggil Bapak.Bapak menoleh dan seperti mendapat isyarat, Bapak duduk disebelahku."Kenapa ndok?""Em.. Dina akan tinggal di Purwakarta sementara. Boleh pak?""Kalau Bapak tidak memberi izin, bagaimana?""Ya Dina tidak lakukan pak. Dina ingin tenang sambil menunggu sidang terakhir. Kalau boleh, beberapa waktu saja Dina di Purwakartaì"Aku takut meminta izin Bapak. Bapak sangat disiplin, jika sudah bilang tidak, maka tak ada yang bisa dilakukan lagi."Kalau kamu lebih nyaman di sana, ya ngak apa-apa nduk. Koe wes