Home / Fantasi / Kuro Dan Naga Warisan / PERTARUNGAN TERAKHIR AKIHIRO

Share

PERTARUNGAN TERAKHIR AKIHIRO

Author: Khomairoh
last update Last Updated: 2025-01-24 15:53:13

Di tengah reruntuhan desa Kamashiro yang terbakar, Akihiro berdiri dengan napas tersengal. Tubuhnya penuh luka, darah mengalir dari pelipis dan lengannya yang sobek. Di depannya, Ryukiro berdiri tegap, pedang panjangnya masih berlumuran darah.

Hana berlutut di samping Akihiro, tangannya gemetar saat mencoba menghentikan pendarahan suaminya. Mata mereka bertemu—ada ketakutan, tetapi juga tekad yang tak tergoyahkan.

“Kita tidak bisa mundur, Hana,” bisik Akihiro. “Aku akan menahan Ryukiro… kau harus pergi.”

Hana menggeleng keras. “Tidak! Aku tidak akan meninggalkanmu!”

Ryukiro tertawa dingin. “Sudah terlambat untuk melarikan diri. Keluarga Kamashiro akan musnah malam ini.”

Akihiro mengangkat pedangnya, meskipun tangannya gemetar. “Selama aku masih berdiri, kau tidak akan menyentuh Hana atau anakku.”

Ryukiro bergerak cepat—terlalu cepat. Dalam sekejap, pedangnya hampir menyentuh leher Akihiro. Tapi Hana melompat ke depan, menangkis serangan dengan sebilah pisau pendek.

Akihiro tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan sekuat tenaga, ia menyerang, pedangnya beradu dengan milik Ryukiro, menimbulkan percikan api.

Pertarungan sengit terjadi. Akihiro mengerahkan semua yang ia miliki, tapi tubuhnya sudah terlalu lemah.

Ryukiro melihat celah dan menebas ke arah dada Akihiro.

Crashed!

Darah muncrat di udara.

Akihiro jatuh berlutut, pedangnya terlepas dari genggaman. Hana menjerit, berlari ke arahnya, tapi Ryukiro menahan dengan satu tangan.

“Ini akhirnya,” bisik Ryukiro sambil mengangkat pedangnya untuk serangan terakhir.

Di detik itu, Akihiro mengerahkan sisa kekuatannya dan meneriakkan satu nama dengan suara yang menggetarkan langit.

“GIDI!”

Tiba-tiba, angin bertiup kencang. Langit yang tadinya kelam berubah. Dari kejauhan, suara auman menggelegar mengguncang bumi.

Hana menoleh, matanya membelalak melihat siluet besar yang muncul di atas bukit.

Gidi telah dipanggil.

Dan nasib pertempuran ini akan berubah selamanya.

Akihiro merasakan nafasnya semakin berat, seakan darah yang mengalir dari lukanya semakin cepat mengeringkan kekuatannya. Hana, yang tampak terkejut oleh teriakan Akihiro, menoleh ke arah bukit tempat auman terdengar, mencoba memahami apa yang tengah terjadi.

Siluet besar yang bergerak semakin dekat itu semakin jelas—sebuah makhluk yang sangat besar, sayapnya mengembang di bawah sinar bulan yang mulai muncul di langit. Gidi, naga api yang selama ini dipanggil hanya dalam keadaan darurat, akhirnya muncul.

Ryukiro terkekeh, memandang dengan sikap meremehkan. “Panggilan itu… hanya akan mempercepat kehancuran kalian.”

Namun, pandangannya mulai berubah saat Gidi semakin mendekat, tubuhnya memancarkan api yang menyala terang. Naga besar itu mendarat di tanah dengan kekuatan yang menggetarkan bumi. Akihiro, yang nyaris kehilangan kesadarannya, melihat Hana berdiri dengan wajah penuh harapan—harapan yang perlahan memudar karena Ryukiro belum menunjukkan tanda-tanda akan mundur.

Ryukiro mengangkat pedangnya, bersiap untuk menghadapi Gidi. "Kau pikir naga ini bisa menghentikan takdir?"

Dengan gerakan cepat, Ryukiro menerjang ke depan, menyerang dengan gelombang energi yang datang dari pedangnya. Namun, Gidi dengan gesit menghindar, menyemburkan api dari mulutnya yang panas. Api itu membakar tanah di sekitar mereka, menciptakan hujan api yang menakutkan.

Ryukiro tidak mundur. Ia mengangkat pedangnya sekali lagi, memfokuskan energi ke ujung pedangnya. Dalam sekejap, pedang itu bercahaya terang, mengeluarkan cahaya merah yang menyilaukan, tanda bahwa ia sedang mengumpulkan seluruh kekuatan jahatnya untuk satu serangan terakhir.

“Aku akan menghancurkan semuanya!” teriak Ryukiro.

Namun, Gidi tidak gentar. Dengan sebuah raungan yang mengguncang seluruh desa, naga api itu menyerang lebih dulu. Salah satu sayap besar Gidi menyapu udara dengan kekuatan luar biasa, menghantam Ryukiro dan membuatnya terpelanting jauh.

Hana, yang melihat Akihiro terkulai lemah, berlari ke arahnya. “Akihiro, jangan mati! Aku tidak bisa hidup tanpa kau!”

Akihiro membuka matanya dengan susah payah. “Hana, aku sudah hampir tak punya waktu. Kau harus tetap hidup untuk anak kita…”

Namun, tiba-tiba suara ledakan besar terdengar. Ryukiro bangkit dengan luka parah, wajahnya dipenuhi amarah. “Kalian pikir bisa mengalahkan aku begitu saja?”

Tangan Ryukiro mulai memancarkan energi gelap yang berkumpul. Dia melangkah maju dengan tatapan penuh kebencian. “Kalian tidak tahu siapa aku. Aku adalah orang yang ditakdirkan untuk menghancurkan semua yang ada di sini, bahkan naga sekalipun.”

Akihiro yang masih terbaring, mencoba mengingat sesuatu. Sebuah gambar samar, seseorang yang pernah mengajarkannya tentang kekuatan sejati. Dia tahu bahwa untuk bisa mengalahkan Ryukiro, mereka butuh lebih dari sekadar keberanian—mereka membutuhkan kekuatan yang lebih dalam, kekuatan yang pernah disingkirkan dari dunia ini.

“Gidi… tolong… kami membutuhkanmu,” bisik Akihiro.

Gidi mendekat, memandang tuannya dengan mata yang penuh pemahaman. Tubuh naga itu mulai menyala lebih terang, mengeluarkan api yang begitu panas, hingga udara di sekitarnya pun bergetar.

Hana dan Akihiro saling berpandangan. Hana mengangguk, meskipun air mata hampir menutup pandangannya. Mereka berdua tahu bahwa ini adalah pertarungan yang tak bisa dimenangkan tanpa pengorbanan besar.

Gidi membuka mulutnya, dan dalam sekejap, bola api raksasa tercipta, menggulung dengan kecepatan luar biasa menuju Ryukiro. Ryukiro mencoba bertahan, mengangkat pedangnya untuk menyerap kekuatan api tersebut. Namun, serangan itu terlalu kuat, terlalu murni. Api naga itu bukan hanya sekadar api—itu adalah simbol dari kekuatan sejati yang terhubung dengan alam, dengan kekuatan hidup dan kematian.

Dengan teriakan yang memekakkan telinga, Ryukiro dihancurkan oleh kekuatan api tersebut. Tubuhnya terbakar dan meledak, meninggalkan hanya abu yang mengambang di udara.

Akihiro memejamkan matanya, kelelahan luar biasa. Hana yang kini duduk di sampingnya, menggenggam tangannya, tak bisa menahan isak tangisnya. “Kita berhasil, Akihiro. Kita berhasil…”

Namun, mereka tahu, meskipun Ryukiro telah dihancurkan, masih ada banyak pertempuran yang harus mereka hadapi di masa depan. Tangan Akihiro menggenggam tangan Hana dengan erat.

“Bersama, kita akan menghadapinya,” bisik Akihiro sebelum akhirnya jatuh terkulai, terluka parah namun masih bernapas.

Gidi, dengan sayap yang kini melambai anggun, terbang meninggalkan mereka, seperti menyiratkan bahwa petualangan mereka belum berakhir.

Di saat itu, Akihiro tahu satu hal—perjuangan untuk melindungi dunia mereka baru saja dimulai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kuro Dan Naga Warisan   Akhir Dari Perjalanan: Sebuah Legenda, Sebuah Pilihan

    Debu mulai mengendap. Angin berhembus lembut, membawa aroma tanah basah dan kehidupan baru. Dunia telah selamat. Pertempuran dahsyat melawan Sang Penenun dan ancaman yang lebih besar telah berakhir. Namun, jejaknya tetap terukir dalam setiap sudut dunia. Bekas luka menganga di permukaan bumi, mengingatkan akan kekuatan dahsyat yang hampir menghancurkan segalanya. Kota-kota hancur, desa-desa porak-poranda, dan jutaan jiwa telah hilang. Namun, di tengah kehancuran itu, tumbuh tunas-tunas kehidupan baru. Tanaman-tanaman mulai tumbuh kembali, menunjukkan kekuatan regenerasi alam yang luar biasa. Manusia, yang telah kehilangan begitu banyak, mulai membangun kembali kehidupan mereka, mencari harapan di tengah keputusasaan. Kuro, pahlawan yang telah menyelamatkan dunia, tidak ada di sana untuk menyaksikannya. Pengorbanannya telah menyelamatkan alam semesta, tetapi dengan harga yang sangat mahal—kehidupannya sendiri. Ia telah lenyap, menjadi bagian dari alam semesta. Namun, kisahnya tetap hid

  • Kuro Dan Naga Warisan   Harmoni Terakhir – Keseimbangan yang Sempurna

    Kuro terhuyung, tubuhnya hancur lebur, luka menganga di sekujur tubuhnya seperti peta bintang yang mengerikan. Darah segar membasahi tanah yang sudah retak dan terbakar, mencampur dengan debu dan abu yang beterbangan. Namun, di tengah kehancuran itu, cahaya emas Kekuatan Naga Emas masih menyala, suatu suar harapan yang gigih melawan kegelapan yang hampir membenamkan segalanya. Ia telah menggunakan hampir semua kekuatannya, mengeluarkan seluruh kemampuannya hingga ke titik kering. Namun, Sang Penenun, entitas kekacauan itu, masih berdiri teguh, pusaran energi gelapnya semakin besar, semakin ganas, menelan segalanya dalam cengkeramannya yang tak kenal ampun. Harmoni yang Kuro coba ciptakan, harmoninya yang merupakan benteng terakhir melawan kekacauan, terasa rapuh, seperti kaca yang siap hancur berkeping-keping. Ia merasakan kelelahan yang luar biasa, tubuhnya terasa seperti akan runtuh, namun tekadnya tetap membara. Ia tidak boleh menyerah. Ia harus menang.Pandan

  • Kuro Dan Naga Warisan   Harmoni Yang Hilang

    Bab 149: Harmoni yang Hilang – Pertempuran SengitAlam semesta bergetar. Bukan getaran lembut, namun guncangan dahsyat yang mengguncang realitas itu sendiri. Kekuatan tiga naga – Muzunoryu, Tsuchiryu, dan Arashiryu – berbenturan dengan kekuatan Sang Penenun, menciptakan gelombang energi yang tak terbayangkan. Air, tanah, dan angin beradu dengan kegelapan, menciptakan pusaran yang mengerikan, pusaran yang mengancam untuk menghancurkan segalanya. Kuro, di tengah badai itu, merasakan kekuatan dahsyat yang mengguncang jiwanya.Tubuhnya, yang sudah penuh luka, terasa seperti akan hancur. Setiap inci kulitnya terasa perih, setiap tulang terasa remuk. Ia telah menggunakan hampir semua kekuatannya, namun Sang Penenun masih berdiri teguh, pusaran energi gelapnya semakin besar dan semakin ganas. Harmoni yang ia coba ciptakan, harmoninya yang merupakan benteng terakhir melawan kekacauan, terasa rapuh, hampir hancur.Kuro tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu, dan cepat.

  • Kuro Dan Naga Warisan   Kekalahan dan Kebangkitan – Harapan yang Memudar

    Kelelahan mencengkeram Kuro. Tubuhnya, yang biasanya dipenuhi dengan energi kosmik yang tak terbatas, kini terasa lemah dan remuk. Luka-luka yang ia derita dalam pertempuran sebelumnya masih terasa perih, ditambah dengan luka-luka baru yang ia dapatkan dari serangan Sang Penenun. Darah segar mengalir dari sudut bibirnya, menodai jubahnya yang sudah compang-camping. Ia merasakan kekuatannya terkuras, semakin menipis, seperti lilin yang hampir padam.Sang Penenun, entitas kosmik yang mengerikan itu, mengeluarkan kekuatannya yang sebenarnya. Ia melepaskan serangan yang mampu memanipulasi realitas itu sendiri. Waktu dan ruang menjadi terdistorsi, berputar-putar seperti pusaran air yang tak berujung. Ilusi-ilusi yang membingungkan muncul di mana-mana, menciptakan pemandangan yang surealis dan mengerikan. Kuro merasa seperti terjebak dalam mimpi buruk yang tak berujung, di mana realitas dan ilusi bercampur aduk, di mana ia tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana y

  • Kuro Dan Naga Warisan   Kebangkitan Naga

    Kekalahan di awal pertempuran telah meninggalkan jejak yang dalam pada Kuro. Tubuhnya terasa remuk, namun tekadnya tetap membara. Darah masih mengalir dari sudut bibirnya, menodai jubahnya yang sudah compang-camping. Ia menatap Sang Penenun, pusaran energi gelap yang tak berujung itu, dengan mata yang dipenuhi dengan campuran rasa sakit, kemarahan, dan tekad yang tak tergoyahkan. Ia tahu bahwa ia harus menggunakan semua kekuatannya, semua kemampuannya, untuk melawan entitas kosmik yang mengerikan ini. Ia harus menciptakan harmoni yang sempurna, keseimbangan yang mutlak, untuk melawan kekacauan yang mengancam untuk menelan segalanya.Dengan napas yang tersengal-sengal, Kuro memanggil Kuchiyose Kinpika Ryu (Naga Emas). Api emas berkilauan menerangi kegelapan yang mencekam, menciptakan kontras yang dramatis antara cahaya dan bayangan. Kinpika Ryu, naga emas yang megah dan perkasa, muncul dari dimensi lain, sisiknya berkilauan seperti emas murni yang dilebur oleh mat

  • Kuro Dan Naga Warisan   Serangan Awal

    Langit bukan lagi langit. Ia adalah kanvas gelap yang tercabik-cabik, dirobek oleh tentakel-tentakel energi hitam yang tak terhitung jumlahnya. Tentakel-tentakel itu, tebal seperti gunung dan hitam pekat seperti jurang maut, menari-nari dengan kejam di antara bintang-bintang yang meredup. Mereka bukan sekadar energi; mereka adalah manifestasi dari kekacauan itu sendiri, perpanjangan dari kehendak Sang Penenun, entitas kosmik yang haus akan jiwa. Jiwa-jiwa manusia, terhisap oleh tentakel-tentakel itu, menghasilkan jeritan yang menyayat hati, simfoni kematian yang mengerikan yang bergema di seluruh dunia. Di tengah badai ini, Kuro berdiri tegak, sebuah patung marmer yang tak tergoyahkan di tengah badai yang mengerikan.Rambut putihnya yang panjang berkibar ditiup angin yang berputar-putar, menyerupai api yang siap menyala. Wajahnya, yang biasanya dipenuhi dengan ketenangan, kini dikerutkan oleh tekad yang tak tergoyahkan. Ia bukanlah manusia biasa lagi; ia adalah m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status