Giselle membeku seketika saat mendengar ada dua orang asing yang menyapa Akira. Dan dia semakin salah tingkah ketika mengetahui orang yang mengenal Akira adalah kedua adiknya. “Hey Akito… Akina…” Sentuhan tangan Akira yang bertengger di punggung Giselle seketika menghilang seiring dengan kepergian Akira dari sisinya. Pria itu berjalan menghampiri kedua adiknya yang ternyata tak kalah menawan dengan kakaknya. Tapi baru beberapa langkah, Akira membalikkan badannya dan menyeret Giselle untuk mengikuti langkahnya mendekati kedua adiknya yang bernama Akito dan Akina. Nama yang familiar dan mirip dengan Akira. “Giselle, kenalin ini kedua adikku. Akito dan Akina… ” ujar Akira sambil nyengir lebar. Giselle menjabat tangan Akito dan Akira. Akito lebih tinggi dan tubuhnya atletis, terlihat dijaga dengan baik, entah lewat gym atau olahraga lainnya. Meskipun keduanya sama-sama tampan, wajah Akito lebih memancarkan keramahan karena senyumnya yang lebar, apalagi jika dibandingkan Akira yang t
Pagi ini Giselle datang ke kantor dengan perasaan berbunga-bunga.Dia telah mendapatkan tanda tangan NDA oleh salah satu partner the Converge, yaitu Akira, dan sudah berkorespondensi dengan cukup intens bersama Cecillia, personal assistant Kelana Sastrowilogo.Giselle bersenandung di dalam ruangannya. Dia juga telah mendapatkan jadwal untuk bertemu Kelana kembali minggu depan di kantor Sastrowilogo Group. Sepertinya pertemuan kali ini akan berlangsung lebih serius.Giselle duduk sambil membuka macbooknya dan mengecek agenda hari ini. Seharusnya dia bertemu dengan tim Sudibyo untuk memulai rapat mingguan mereka terhadap proyek yang akan kick off dan dilaksanakan.
Akira melenggang dengan senyum lebar karena Giselle bersedia untuk turun ke bawah bersama dirinya. Perasaan senang yang bersemayam beberapa hari ini ketika berinteraksi dengan Giselle rasanya semakin tak bisa Akira kontrol. Seperti tadi pagi, ketika Akira selesai meeting di daerah Ashta Senopati, dia menyempatkan diri mampir di kedai kopi dan memberikannya kepada Giselle yang Akira tahu sedang sibuk seharian ini. Akira juga sibuk meeting back to back dengan tim Danudihardjo dari siang hingga sore tadi. Setelah itu, ketika dia ingin pulang Akira melihat ruangan Giselle masih terang benderang dan Giselle masih berkutat dengan pekerjaannya.
Kesabaran Giselle rasanya sudah limit dan sampai di ubun-ubun. Akira dengan sigap menyeret Tristan turun, menghindar dari orang-orang yang sudah mulai penasaran dengan suara tinggi Tristan barusan. Giselle naik lift selanjutnya dan menyaksikan beberapa orang sudah kasak kusuk menanti cuplikan drama antara dirinya dan Tristan. Satu menit dia merasa baik-baik saja, mengobrol bersama Akira dengan santai. Pekerjaannya sudah selesai hari ini dan dia bisa pulang ke apartemennya tanpa membawa pekerjaan. Dia berencana untuk masak comfort food kesukaannya, sup ayam kimlo. Tapi kini semua rencananya buyar karena Tristan kembali mengganggunya. Giselle bergegas mengekor Akira dan Tristan yang dia lihat sudah berdebat di lobi tempat naik turun penumpang kendaraan roda empat di depan. Perdebatan mereka berdua pun membuat beberapa pejalan kaki melongok ke arah dua pria tersebut. “Tristan! Lo bikin keributan ini cuma buat nagih hadiah lo yang nggak seberapa itu?” Giselle langsung mengkonfrontasi
Something shifted. Akira tahu jika keputusan Giselle mengajak Akira untuk mampir ke tempatnya adalah sebuah keputusan yang besar. Tanpa berpikir panjang, Akira meraih jemari Giselle dan menggenggamnya sepanjang mereka berjalan dari basement hingga sampai di depan pintu unit apartemen Giselle. Tak banyak kata yang mereka ucapkan selama perjalanan singkat itu. Entah apa yang membuat Giselle berubah pikiran tentang dirinya. Tapi Akira akan mengambil kesempatan ini dan mengeksplorasi hubungan mereka agar bisa terjalin lebih dalam lagi. “Uh… anggap saja rumah sendiri,”
Jantung Giselle hampir saja mencelot karena sesi make out singkat mereka. Entah apa yang ada di pikiran Giselle sampai-sampai dia meminta Akira untuk menciumnya!Rasanya seperti deja-vu!Pikirannya sempat melayang kembali di satu malam saat mereka habiskan bersama. Giselle mengingat kembali bagaimana memabukkannya malam itu. Akira yang sungguh mahir dalam bercinta dan sukses membuatnya mabuk kepayang. Jika saja Akira tidak menghentikan ciuman ini, rasanya Giselle akan menyetujui untuk melanjutkan malam ini lebih lanjut lagi. Akira melepaskan pelukan eratnya dan berjalan melewati Giselle, mematikan kompor sebagai sumber suara sup yang meletup mendidih. Mengganggu konsentrasinya, katanya. Giselle yakin jika wajahnya sudah merona merah.“Sepertinya enak, dan wanginya harum banget… ” ujar Akira memecah kikuk yang Giselle timbulkan. Giselle menghela napas panjang, sebelum akhirnya membalikkan badan dan menanggapi Akira. “Sayur sup kimlo ini emang sering aku buat kalau butuh sesuatu y
Akira menaruh remot tv di meja dan memberingsut menghadap Giselle tatkala dia mendengar ucapan yang dilontarkan Giselle tadi.Dia meraih jemari Giselle dan membawanya ke dalam dekapannya.“Kamu maunya kita ini jadi apa?” tanya Akira lembut.“Kamu tahu, dari awal aku selalu tertarik sama kamu, bahkan sejak di Royal Ruby beberapa bulan lalu,” ujar Akira seraya terkekeh miris. Dia masih memandangi wajah Giselle yang berubah dari sedikit cemas dan ragu, menjadi bingung dan kaget karena pernyataan Akira.“Hah? Masa?” seru Giselle tak percaya.“Tapi, bagaimana bisa? Kita tuh beda banget! Sering banget kan kita berdebat di kantor. Masa kamu bisa-bisanya tertarik
“Kenapa kamu mengajak aku bermalam di sini, Giselle?” Akira bertanya dengan nada lembut. “Aku nggak mau kesepian malam ini,” ujar Giselle dengan gamblangnya. Giselle tahu kalau dirinya hari ini bertindak di luar nalar dan tidak seperti dirinya yang biasanya. Mungkin karena emosinya yang dibuat naik turun sejak tadi pagi. Kemudian ketika dia bertemu dengan Tristan dan membuat kesabarannya berubah menjadi setipis tisu. Lalu datanglah Akira yang mendampingi dan membelanya di hadapan Tristan. Ketika mengajak Akira masuk ke dalam apartemennya, Giselle pun tak menyangka dengan sikap manis yang ditunjukkan Akira. Hatinya terbuai dengan kenyamanan yang diciptakan oleh atasannya ini. Giselle tak mendengar jawaban dari Akira. Pria itu hanya mengelus dan mengecup kepala Giselle. “Sepertinya hari ini bukan waktu yang tepat untuk aku menginap di tempatmu,” ujar Akira dengan berat hati. Jujur saja, dalam hati Giselle kecewa mendengar penolakan Akira, tapi di satu sisi dia merasa berterima ka