Nara mengendarai motor dengan perasaan kalut dan gelisah. Ia terus memutar gas kendaraan beroda dua itu sampai kandas, sehingga membuat motor melaju dengan sangat kencang dan tak terkendali.Ia hanya berharap agar segera sampai ke rumah Pras.Berbagai pikiran buruk kini sedang menyerang pikirannya.Bagaimana kalau yang tidak ia inginkan, terjadi?Tapi ia kembali menyemangati diri. Ia percaya lelaki yang ia sayangi itu tak mungkin sanggup meninggalkanya, bukannya sebelumnya ia telah berjanji bahwa dia akan selalu ada di setiap suka dan dukanya Nara?Janji itulah yang selalu dipegangnya hingga detik ini.Ia percaya, Pras tak mungkin berbuat hal itu.Dia yakin, pasti akan menemukan lelaki itu di rumahnya, barangkali saja ia lupa, dan ponselnya kehabisan daya.'Iya benar. Itu pasti alasannya.' gumamnya lagi.Dinta duduk di kursi warung menunggu pembeli datang, ia hanya melamun saja. Saat ada orang yang datang ia pun salah mengambilkan barang, yang membuat para pembeli jengkel."Jualan
"B*jingan! Jadi pria itu sudah kabur? Kurang ajar! Beraninya dia mempermainkan kita!"Dada Surya panas terbakar, saat mengetahui kebenaran bahwa Pras si lelaki pengecut itu telah pergi jauh meninggalkan putrinya dalam kondisi hamil.Giginya gemerutuk. Ia tak sanggup menahan gejolak emosi yang kian menjadi di dalam jiwanya.Napasnya terasa sesak.Jika memang dari awal lelaki itu tidak berniat bertanggung jawab, lalu mengapa ia seolah-olah datang menampakkan diri yang hanya akan membuat harapan di hati mereka."Biadab!" Lagi-lagi sumpah serapah dilayangkan oleh Surya kepada bapak dari bayi yang dikandung Nara itu."Awas aja kalau bertemu dia, aku tak akan memberinya maaf, akan kuhajar habis-habisan kalau perlu sampai m4ti!"Dadanya naik turun mengimbangi napas yang terasa sesak. Belum pernah ia mengalami rasa marah yang separah ini. Bahkan ia pernah ditipu investor ratusan juta rupiah, tapi tidak se-emosi saat permata hatinya dirusak oleh lelaki brengsek yang tak bertanggung jawab."Sud
Teh hangat yang ia pesan kini sudah berubah menjadi dingin diterpa suhu yang ada di tepi lautLayaknya orang yang sedang depresi, dia menatap ke depan dengan tatapan kosong. Air matanya sudah berhenti menetes. Entah karena sudah kebal atau jera. Entahlah,Ia sudah sangat lelah.Pengunjung di pantai itu lalu-lalang, ada yang datang dan juga pergi, tanpa henti.Ia sudah tak mengharapkan pria itu kembali. Jika itu pun terjadi, dia sudah tak ingin lagi bersama.Pria yang mengingkari janji sungguh tidak cocok untuk dijadikan suami.Ia sudah pasrah dengan keadaan yang menimpanya sekarang.Kedepannya, ia tak ingin lagi mencintai terlalu dalam.Bahkan kepercayaan terhadap seorang lelaki mungkin telah hilang dalam hidupnya, selamanya."Hapus kesedihanmu! Dunia tak rela jika wanita secantik kamu terus menangis!"Sebuah suara berat terdengar dari belakang kursi tempat dia duduk.Sontak Nara lalu menolehkan pandangan."Fahri ...?" ucapnya sambil menatap wajah pria berkulit putih itu."Nara ..
Dinta yang baru saja pulang dari belanja untuk mengisi kembali barang-barang yang sudah habis di warung tak sengaja melihat Nara pulang diantarkan oleh seorang lelaki."Siapa pria itu?"Ibu dari Pras itu meneliti dengan seksama. Keningnya berkerut. Ia berhenti di sudut jalan di depan rumah Nara dengan motor beserta keranjang belanjaannya.Manik hitamnya tak berkedip menatap dua orang yang berbeda jenis kela min yang sedang turun dari motor itu."Benar saja dugaanku, dia bukan wanita yang baik. Baru saja satu hari kepergian Pras, dia sudah jalan dengan pria lain. Atau jangan-jangan memang anak yang sedang dikandungnya itu bukanlah darah daging Pras, dia terlihat seperti perempuan murahan yang mengobral barang berharga miliknya. Keputusan Pras untuk meninggalkannya memang sudah tepat." Wanita dengan wajah bengis itu terus mengerutu di dalam hati. Ia tersenyum miring tak menyangka bahwa Nara adalah seorang wanita yang suka jalan dengan pria berbeda."Kurang ajar! Berani sekali dia me
Hari sudah pagi.Tapi Nara merasa tubuhnya begitu berat bagai ditin dih oleh batu yang sangat besar, sampai-sampai ia tak bisa bangkit dari tempat tidurnya.Saat membuka mata, plafon rumahnya terlihar berputar-putar. Perutnya kembali mual.Sampai kapan harus merasakan seperti ini?Ia baru ingat bahwa di lemari kecil di samping tempat tidurnya ada air satu gelas sisanya tadi malam.Ia memaksakan diri untuk bangun, untuk meminum paracetamol yang ada di laci lemari itu. Beruntung ia menyimpan obat meski hanya satu butir setidaknya bisa meredakan sedikit gejala yang ia rasakan.Buru-buru ia membuka pil itu lalu menenggaknya dengan air di dalam gelas yang tinggal setengah itu. Setelahnya, ia kembali merebahkan diri di kasur.Perlahan, pusing yang ia rasakan mulai membaik, tapi mualnya masih ada. Nara berencana akan ke klinik pagi ini. Ini harus segera ditangani, kalau tidak, ia semakin tak bisa berbuat apa-apa.Tanpa mandi, ia lalu bergegas memesan ojek online untuk mengantarnya. Ia harus
Fahri membuka lemari untuk mengambil baju yang paling keren yang akan ia gunakan nanti untuk bertemu dengan sang ratu hatinya. Dirinya ingin tampil memukau di depan wanita itu. Kebetulan ia kemarin juga baru pulang dari salon untuk merapikan rambut bagian samping.Ia berdiri mematung di depan kaca lemari yang ukurannya sebadan. Menatap lekat dirinya sendiri."Ganteng." ujarnya sambil mengusap rambut. Ia sangat percaya diri.Ketampanan Fahri memang luar biasa. Ia memiliki kulit yang putih bersih, terlebih semenjak kuliah di luar negri, dirinya semakin pandai merawat diri mengikuti style yang ada.Jika dibandingkan dengan Pras, lelaki itu sama sekali belum ada apa-apanya. Pras memang manis, tapi tidak semodis Fahri yang hampir mendekati sempurna.Wanita yang melihatnya pasti akan enggan untuk berkedip, bahkan bisa saja sampai terbawa ke dalam mimpi. Tapi pria itu sama sekali tidak tergoda, di hatinya tetaplah Nara pemenangnya. Tak akan terganti dengan siapapun.Sudah pukul sembilan pa
"Apa? Kamu h-hamil?"Fahri benar-benar syok mendengarnya. Dunianya seakan runtuh, harapannya kini hilang dan pupus sudah.Wanita yang ia dambakan untuk menjadi istri ternyata sedang mengandung anak orang lain.Dirinya seperti dihantam batu yang cukup besar mendengar pernyataan pahit yang keluar dari mulut wanita yang selama ini ia idamkan. Sekarang apa yang harus ia lakukan, akankah rencananya untuk melamar Nara akan tetap ia lanjutkan?"Sekarang kamu sudah tau kebenarannya, apa kamu juga akan menjauhiku karena aku ini wanita murahan yang nggak bisa jaga diri?" ungkap wanita yang sedang mengusap air mata yang turun di pipinya itu."Kamu jangan berpikiran begitu, aku kan sahabatmu, tentu aku akan selalu ada dalam suka dan dukamu," ungkap Fahri dengan nada lembut.Ia tak ingin menjauhi, justru merasa iba dengan kondisi yang dialami oleh wanita berambut panjang itu."Di mana ayah dari bayi ini?""Nggak tau," sahutnya singkat.Fahri pun menghela napas berat."Ya sudah, kalau begitu, aku
"Kamu sudah dengar semuanya, Nara, lalu apa keputusanmu?" Fahri bertanya guna memastikan apakah dirinya diterima atau tidak untuk menjadi suaminya, setelah ia menyampaikan langsung niat tulus itu kepada papanya barusan."Maaf, Fahri aku tidak bisa," jelasnya dengan singkat dan padat, tanpa menoleh ke arah pria yang duduk di sebelahnya itu."Tapi kenapa, Nara? Apa alasannya kamu nolak aku?" Fahri mencercanya dengan berbagai pertanyaan. Ada gurat kecewa yang terlukis di raut wajahnya. Padahal ia sangat ingin menjadi ayah dari anak yang sedang dikandung Nara."Karena aku ... tidak mencintaimu, Fahri. Maaf aku nggak bisa nerima kamu, aku nggak mau menjalin hubungan dengan orang yang tidak kucintai," jelasnya.Mendengar itu, rasa nyeri di hati Fahri kian menyayat. Ternyata ketulusannya sama sekali tidak dihargai oleh wanita itu.Apakah tidak bisa menjalin hubungan meski tanpa cinta sekalipun?Mengapa dalam kondisi seperti ini pun masih mempertimbangkan hal itu?Bukankah seharusnya ia just