Share

Bab 49

Penulis: RIANNA ZELINE
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-07 01:27:53

Aku melangkah mendekat, mataku menatap lurus ke arah pria yang kini duduk di anak tangga teras sambil berbincang dengan Revan.

“Kamu ganteng banget, sih. Nama kamu siapa?” tanya Mas Evan lembut, sembari merapikan rambut Revan yang sedikit berantakan.

“Revan,” jawab Revan polos, tanpa curiga sedikit pun. “Mama bilang namaku Revan.”

Langkahku terhenti sejenak. Nafasku tercekat. Interaksi itu sederhana, tapi berhasil menguak nama Revan yang sebelumnya sengaja tidak aku jawab. Dan aku masih berharap bahwa Revan tidak menyebutkan nama panjangnya.

“Masih belum puas?” tanyaku tajam, berusaha menutupi kegugupan yang muncul tiba-tiba.

Mas Evan langsung berdiri, wajahnya sedikit berubah. “Dinara... aku datang bukan untuk bikin masalah.”

“Lalu apa tujuan kamu datang ke sini?” tanyaku lagi, kali ini dengan nada lebih tegas.

“Aku cuma... mau minta maaf. Tentang ucapan Vania kemarin. Tentang Revan. Aku tahu itu menyakitkan. Dan—” ia menoleh pada Revan sejenak, lalu kembali padaku, “aku bawa hadiah
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
au nom de lalun
jangan kembali le Evan, Dinara. kejar Rafael gih....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 49

    Aku melangkah mendekat, mataku menatap lurus ke arah pria yang kini duduk di anak tangga teras sambil berbincang dengan Revan.“Kamu ganteng banget, sih. Nama kamu siapa?” tanya Mas Evan lembut, sembari merapikan rambut Revan yang sedikit berantakan.“Revan,” jawab Revan polos, tanpa curiga sedikit pun. “Mama bilang namaku Revan.”Langkahku terhenti sejenak. Nafasku tercekat. Interaksi itu sederhana, tapi berhasil menguak nama Revan yang sebelumnya sengaja tidak aku jawab. Dan aku masih berharap bahwa Revan tidak menyebutkan nama panjangnya.“Masih belum puas?” tanyaku tajam, berusaha menutupi kegugupan yang muncul tiba-tiba.Mas Evan langsung berdiri, wajahnya sedikit berubah. “Dinara... aku datang bukan untuk bikin masalah.”“Lalu apa tujuan kamu datang ke sini?” tanyaku lagi, kali ini dengan nada lebih tegas.“Aku cuma... mau minta maaf. Tentang ucapan Vania kemarin. Tentang Revan. Aku tahu itu menyakitkan. Dan—” ia menoleh pada Revan sejenak, lalu kembali padaku, “aku bawa hadiah

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 48

    Aku bernapas lega setelah berhasil membayar belanjaan tanpa bertemu lagi dengan Vania. Jantungku hampir berhenti saat Vania terus mengamati wajah Revan. Beruntung Vania tidak menganggap bahwa Revan mirip dengan Mas Evan, meski aku sudah menyiapkan jawaban jika dugaan itu dia layangkan padaku. Mungkin saja jika Vania mengamatinya lebih lama, dia bisa melihat kemiripannya. Tapi sepertinya Tuhan masih mendukungku untuk menyembunyikannya.Begitu keluar dari supermarket, aku mengajak Revan ke toko pakaian khusus bayi dan anak-anak. Aku ingin membelikan beberapa untuknya karena baju-bajunya yang di rumah sudah mulai kekecilan. Juga membeli beberapa mainan yang belum ada di rumah yang tentunya bisa untuk hiburan dan mengasah otaknya.Namun, sepertinya takdir hari ini harus mempertemukanku lagi dengan Vania. Wanita itu, masih bersama pria tinggi yang kini menggendong anaknya, masuk ke toko pakaian yag sama denganku. Tangannya begitu sibuk memilah baju-baju yang ada di rak gantung. Sesekali me

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 47

    Kak Rafael menatapku sesaat, lalu menoleh sebentar ke arah kursi kosong di sampingnya.“Oh, itu Amelia,” jawabnya ringan.Sekejap senyumku menipis. Aku tahu nama itu. Amelia. Mantan kekasih Kak Rafael. Setahuku mereka menjalin hubungan saat masih di bangku kuliah. Namun, aku tak tahu apa yang membuatnya berpisah. Tapi sekarang? mungkinkah merekakembali merajut cinta?“Oh…” Aku mengangguk pelan, berusaha menyembunyikan perasaan yang tiba-tiba mengusik.Tangan kiriku meremas tas kecil di samping pinggang. “Kalau begitu, aku cari tempat lain aja. Nggak mau ganggu kalian.”Baru saja aku berbalik, Rafael dengan cepat menahan pergelangan tanganku. “Dinara, tunggu.”Aku berhenti. Menoleh pelan.“Gabung aja. Aku nggak keberatan, sungguh.” Tatapannya serius, suaranya tenang namun penuh penekanan.Aku ragu. Tapi dia melanjutkan sebelum aku sempat menolak.“Ini bukan… seperti yang kamu pikir. Aku dan Amel nggak ada hubungan apa-apa lagi. Dia cuma klien. Dia pesan perhiasan berlian set, dan kami

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 46

    Rumah ini begitu besar, apalagi saat aku sedang sendirian. Tapi kali ini, begitu kakiku menginjak lantai ruang tamu, langkah kaki kecil yang berlari diiringi tawa riang Revan, kehangatan langsung menjalar sampai ke dalam hati.“Papa!” teriak Revan kegirangan begitu melihat Kak Rafael, lalu tertawa riang saat Rafael membungkuk dan mengangkat tubuh mungil itu ke pelukannya.“Lihat, Papa bawain mainan baru buat Revan,” kata Rafael sambil memperlihatkan kotak mobil remot yang baru saja dibelinya. Revan berdecak kagum, bibirnya melengkungkan senyum, matanya berbinar, dan mulai tidak sabar ingin memainkannya."Kita buka sama-sama, ya," ajak Kak Rafael. Membawa tubuh Revan duduk di atas sofa.Kak Rafael membuka kemasan dengan telaten, memasang baterai, dan mencoba menggerakkannya di atas meja."Nah, sudah siap!"Kak Rafael mengarahkan mobil itu meluncur ke arah Revan saat kaki kecilnya menuruni sofa. Revan pun langsung mengejar dengan tawa riang. Suara kecil mobil menyusuri lantai teras yang

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 45

    Aku membuka pintu kamar itu perlahan. Engselnya masih mengeluarkan bunyi lirih yang sama seperti dulu, seolah menyambutku kembali… atau memperingatkanku. Langkahku masuk terasa berat, seakan udara di ruangan itu lebih padat dari biasanya. Cahaya sore yang masuk melalui sela tirai membentuk bayangan lembut di dinding, membungkus kamar ini dengan keheningan yang tak asing. Kamar ini… dulunya penuh dengan tawa, bisik-bisik kecil di malam hari, dan pelukan hangat setelah hari panjang yang melelahkan. Kupandangi sekeliling. Tak ada lagi foto kami di dinding. Tak ada baju miliknya di lemari. Selimut yang dulu jadi rebutan pun sudah diganti. Sesuai permintaanku setelah rumah ini diambil alih oleh Kak Ravin. Tapi tetap saja, semuanya masih terasa ada. Aroma samar parfumnya, jejak-jejak keberadaannya yang entah tertinggal di mana. Seperti debu kenangan yang menempel di sudut-sudut ruangan dan tak bisa disapu begitu saja. Aku duduk di tepi ranjang. Ranjang yang pernah jadi saksi perdebatan

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 44

    Aku mengerjap pelan. Tatapanku terfokus pada Mas Evan. Dengan sisa-sisa kegugupan dan debaran jantung yang belum kembali normal, aku menjawab, "I-iya... dia... dia adalah putraku."Seketika ada perasaan lega setelah jawaban itu keluar begitu saja tanpa membawa nama Kak Rafael di dalamnya. Ada senyum tipis dan kilatan kebahagiaan dari sorot matanya yang mulai beralih fokus menatap Revan. Entah sadar atau tidak, kakinya mulai melangkah maju. Tangannya terangkat, seolah hendak menyentuh. Detak jantungku yang belum sepenuhnya tenang, kini kembali cepat dan membuat tubuhku terasa panas. Bimbang kembali datang, antara menahan atau membiarkannya menyentuh Revan."Apa yang ingin kamu lakukan, Mas?" tanyaku cepat. Menarik mundur langkahku sebelum Revan berhasil disentuh.Aku cukup terkejut dengan tindakanku sendiri. Namun, entah apa yang sebenarnya aku takutkan, aku benar-benar tak tahuTak hanya aku, tapi Mas Evan pun cukup terkejut. Sampai-sampai dia memandangi tangannya sendiri dengan tat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status