Share

Bertemu Tania

Mas Adam mematuhi perintah dan segera mengeluarkan sampah. Aku coba ikut memeriksa, lalu saat menggasak sampah aku mengambil kond*m tadi. Kuacungkan ke atas tepat di depan wajah Mas Adam.

 

"Ini apa, Mas?" kataku mendelik. Terlihat wajah Mas Adam pucat pasi. 

 

"Anu, Ra. Mas nggak tau itu ada di sana, mungkin punya orang lain yang sengaja terbuang ke situ," jawab Mas Adam gugup. 

 

"Kamu nggak bohong, Mas?" tanyaku dengan mimik kesal, masih saja dia mengelak. 

 

"Nggak, Mas nggak bohong, Ra!" Mas Adam mulai berkeringat. 

 

"Bagaimana mungkin punya orang, ini 'kan dulu kantormu Mas. Atau mungkin ini memang punya kamu, iya 'kan?" kataku setengah membentak. 

 

Mas Adam tidak menjawab, dia hanya menundukkan wajahnya. Mungkin malu kedoknya dulu ketahuan olehku. 

 

"Berdiri, Mas! Aku mau menunjukkan sesuatu, mungkin yang ini nggak bisa buat kamu berbohong lagi," kataku sambil beranjak ke meja dan membuka laptop. 

 

Sekilas kulihat Mas Adam bangkit dengan grogi dan berjalan pelan ke arahku. Setelah kubuka rekaman, lalu kuhadapkan laptop itu ke depan Mas Adam. 

 

Seketika Mas Adam gemetar, terlihat jelas di rekaman itu dia dan Nilam sedang asyik memadu kasih. Dengan masih tak percaya, terus menatap layar. 

 

"Bagaimana, Mas? Apa masih bilang kalo di rekaman itu orang lain? Bukankah itu Mas dengan Nilam?" kataku masih berusaha tenang. 

 

"Jadi, beginilah kelakuan Mas selama ini. Kalian berdua sudah mengotori kantor ini dengan perbuatan mesum. Aku nggak tau mesti bilang apa pada almarhum Papaku, beliau pasti sedih melihatnya," ucapku sedikit terisak. 

 

"Ra, maafkan Mas! Dulu mas khilaf," Mas Adam coba meraih tanganku tapi segera kutepis. 

 

"Jangan sentuh aku, Mas. Aku sudah jijik padamu, aku nggak menyangka kamu serendah itu Mas. Apa kamu sudah melupakan komitmen kita, perjuangan kita mendapatkan ini semua, hah?" 

 

"Ra, Mas menyesal. Saat itu Nilam yang terus menggoda Mas ditambah desakan ibu, Mas nggak kuat menghadapinya," sesal Mas Adam tapi semua sudah terlambat. 

 

"Sudahlah Mas, penyesalan Mas nggak berguna lagi sekarang. Yang penting aku tidak menyesal telah bercerai darimu. Semua bukti ini sudah cukup untuk membuat aku terlepas darimu. Sekarang lanjutkan tugas Mas, bersihkan sampah itu dan buang!" titahku masih dengan suara keras. 

 

Aku tidak ingin lagi memberi Mas Adam kesempatan, dia sudah kuizinkan bekerja itu sudah beruntung buatnya. Di mana lagi dia harus cari kerja, paling cuma kerja serabutan. 

 

Aku terduduk lemas di kursi, rasanya belakangan ini sangat menguras emosi. Hingga aku merasakan capek di seluruh tubuh. Saat aku lagi melamun, terdengar ponselku berbunyi. 

 

"Halo." 

 

"Halo, Ra. Ini aku Tania, kamu lagi ngapain?" 

 

"Lagi di kantor, Nia. Ada apa tumben nelpon?" tanyaku males. 

 

"Kamu kenapa, Ra. Kok nggak semangat gitu, apa kamu sakit?" tanya Tania cemas. 

 

"Aku nggak sakit, cuma capek badan dan pikiran," jawabku. 

 

"Kebetulan aku ingin mengajak kamu ke spa untuk menyegarkan badan. Kamu mau 'kan, Ra?" 

 

"Ya, sudah. Kapan?" tanyaku lagi, memang ada bagusnya aku rileks dulu dari masalah ini. 

 

"Sekarang, aku sampai dalam dua puluh menit," ujar Tania kesenangan. 

 

"What? Sekarang? Jangan sekarang, Tania halo ..." Dasar, anak itu langsung main matikan ponsel saja. 

 

Sambil menunggu kedatangan Tania, aku memanggil Pak Budi. Setelah dia masuk aku menjelaskan tentang tugas baru bekas bosnya. 

 

"Pak Budi, saya mau keluar sebentar. Tolong urus kantor dan awasi kerja Adam di sini," pintaku padanya. 

 

"Pak Adam kerja apa, Bu?" tanyanya heran. 

 

"Karena dia memohon untuk tetap kerja di sini, saya menjadikan dia sebagai cleaning servis. Tapi cuma membersihkan kantor ini saja, jadi saya minta Pak Budi perhatikan gerak gerik Adam. Awas kalo pak Budi membantu dia!" ancamku sebelum pergi. 

 

"Iya, Bu. Saya akan laksanakan perintah ibu," katanya sembari mengangguk. 

 

Tania sudah menunggu di bawah, dia membawa mobil sendiri. Tania adalah sahabatku saat masih menjabat direktur dulu. Kami beda perusahaan tapi tetap menjalin hubungan. 

 

"Naik, Ra. Kita pake mobilku aja," kata Tania membukakan pintu mobil. 

 

"Tumben kamu ada waktu keluar, Nia?" tanyaku menatapnya heran. 

 

"Aku suntuk selalu kerja, Ra. Badan juga terasa lelah, suamiku menyuruh istirahat. Aku jadi memilih ke spa aja, lalu ingat kamu ya udah aku ajak sekalian," terang Tania menjelaskan. 

 

Aku mengangguk, Tania sahabatku yang baik. Dia beda dengan Nilam, walaupun Tania kaya tapi tidak sombong dan suka iri. Dulu dia suka juga sama Randy, tapi setelah tau Randy menyukaiku Tania memilih mundur dan menikah dengan suaminya yang sekarang. 

 

Kehidupan rumah tangganya juga baik, suaminya sangat menyayangi dirinya. Kadang terselip rasa iri dalam hatiku melihat Tania, beruntung Tania mendapatkan lelaki yang baik. 

 

"Ra, kamu kok menatap aku terus? Apa wajahku sudah jelek?" tanya Tania sembari memperhatikan wajahnya ke spion kecil. 

 

"Kamu masih cantik, Nia. Aku cuma iri melihatmu," kataku menghembuskan nafas dan menatap ke depan. 

 

Tania tertawa, mungkin dia heran. "Apa yang mesti kamu iri, kamu lebih cantik dan kaya dariku, Ra." 

 

"Kamu mendapatkan lelaki yang baik dan suami yang sangat menyayangi dirimu," kataku dengan mimik sedih. 

 

"Memangnya Adam nggak baik sama kamu? 'Kan rumah tangga kalian selalu mesra," ucap Tania yang belum mengerti keadaanku. 

 

Aku membuang napas kasar dan meremas kepala serta menyibak rambutku kebelakang. Aku belum menceritakan pada Tania masalah dengan Mas Adam. 

 

"Kami akan bercerai, Nia." 

 

Ciiittt ... bunyi ban mobil berdecit. Tania tiba-tiba menghentikan mobilnya. 

 

"Apa, bercerai? Jangan ngaco kamu, ah!" Tania kaget tak percaya. 

 

"Benar, Nia. Mas Adam memilih menikah lagi dan menduakan aku," ucapku dengan mata mulai berembun. 

 

"Memangnya kenapa sampai Adam menikah lagi? Kamu cantik dan punya semuanya, apalagi yang kurang?" 

 

"Justru karena aku belum hamil, Nia. Apalagi ibunya Mas Adam terus mendesak ingin menggendong cucu, aku bisa apa!" keluhku. 

 

"Jadi, kamu setuju Adam menikah lagi?" tanya Tania masih penasaran. 

 

"Terpaksa, awalnya aku kira Mas Adam akan menolak dan tetap mempertahankan tapi dia menyerah dan ya itu tadi aku tidak kuat. Saat pernikahan Mas Adam aku pergi dari rumah," kataku menjelaskan. 

 

Tania memelukku, memberi semangat dan dukungan buatku. "Kamu yang sabar ya, Ra. Mungkin Adam bukan lelaki yang baik buatmu, percayalah akan ada seseorang yang akan menjaga dan menyayangimu." 

 

Aku mengangguk dan mengusap air mataku yang sempat menetes. Tania melepaskan pelukan dan memegang tanganku. "Sudah, kamu masih ada aku sebagai sahabat. Kalo kamu butuh aku siap membantu." 

 

"Makasih ya, Nia. Semoga kita tetap bersahabat baik sampai tua," pintaku. 

 

"Aamiin, sudah kamu nggak usah sedih lagi. Mulai sekarang hidup bergembiralah dan oh ya apa kamu tidak mau mempertimbangkan seseorang?" pancing Tania sembari menjalankan mobil lagi. 

 

"Siapa?" tanyaku sambil menautkan alis. 

 

"Siapa lagi kalo bukan Randy. Kan dia cinta sama kamu, Ra," jawab Tania cekikan. 

 

"Oh, dia. Aku belum bisa membuka hatiku, Nia. Dari dulu aku hanya menganggap dia sahabat," kataku menunduk. 

 

"Dia setia sama kamu, Ra. Sekian tahun masih menunggumu, Randy pernah cerita padaku tentang perasaannya padamu. Dia sangat kecewa saat kamu menikah sama Adam, tapi demi kebahagiaanmu dia tetap mendoakan yang terbaik." Tania menjelaskan dengan mimik sedikit sedih. 

 

"Aku tau, Nia. Tapi saat itu aku cuma mencintai Mas Adam, hatiku lebih terpaut pada suamiku daripada Randy walaupun dia sebenarnya baik." 

 

"Sekarang terbukti Adam telah mengkhianatimu, Ra. Kamu bukalah hati untuk Randy, jangan sampai kamu menyesal kehilangan dia," ucap Tania menohok hatiku. 

 

Ah, Randy. Aku  juga ingin coba membuka hatiku padamu tapi untuk saat ini aku belum bisa, aku harus menyelesaikan masalahku dengan Mas Adam dulu. Tunggulah beberapa saat lagi, Randy, batinku terus berperang. 

 

 

 

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Harumi Aina
Teman dan sahabat yang setia
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status