Share

Keributan di Spa

Author: Rini Annisa
last update Last Updated: 2023-03-02 14:46:15

Sesampainya di SPA langganan kami, Tania memasukkan mobil ke area parkir. Akhir pekan lumayan ramai juga, mungkin banyak yang sedang berlibur atau kerja setengah hari. 

 

Setelah memarkirkan mobilnya, Aku dan Tania segera keluar dan masuk ke dalam gedung. Kami disambut baik oleh karyawan spa, mereka sudah hafal pada kami karena termasuk langganan dengan kartu VIP. 

 

Baru saja mendaftar dan akan masuk ke ruangan dalam, terdengar cekikan tawa wanita di belakang kami. Mungkin juga baru datang, aku yang sudah tau dari suaranya segera menoleh, ternyata memang dia. 

 

Saat mataku dan matanya beradu pandang, dia merasa terkejut. Mungkin tidak menyangka akan bertemu di spa. Aku juga kecewa ketemu di saat yang tak tepat. 

 

"Eh, Rara. Tumben ketemu di sini, ngapain kamu? Mau cari kerjaan ya, ckckck ... Kasihan sekali kamu," sindir Nilam sembari tertawa dengan temannya. 

 

Ya dia Nilam, wanita yang sudah merebut Mas Adam dari tanganku. Aku geram melihatnya, seolah tanpa rasa bersalah, kini dia malah menyindir aku. Dikiranya aku miskin sekarang, tapi sebaliknya kalo dia tau Mas Adam sudah kupecat pasti tidak akan berani menampakkan wujudnya lagi. 

 

Dia tak ubahnya seperti perempuan siluman, yang bisa merubah wujud menjadi sosok baik dan menyeramkan. Semua sikap dan kelakuannya penuh dengan kepura-puraan. 

 

"Siapa, Ra? Kamu kenal dia?" tanya Tania yang juga menoleh saat Nilam memanggilku. 

 

"Aku nggak kenal siapa dia, yuk akh kita ke dalam aja. Nggak usah meladeni rubah betina ini," kataku melengos sambil menatap sinis pada Nilam. 

 

"Apa kamu bilang, rubah betina? Kamu itu udah miskin jangan sok-sokan. Sudah sana kamu pergi dari sini," ujar Nilam mendorong kasar tubuhku. 

 

"Eh, perempuan nggak tau malu. Siapa kamu mengusir temanku, hah?" hardik Tania membelaku. 

 

Hingga terjadi keributan di ruangan itu, Tania dan Nilam saling dorong mendorong, akhirnya manajer spa datang menghampiri kami. 

 

"Maaf, tenang semua Mbak-Mbak! Jangan ribut, ntar semua dilayani baik-baik!" kata Manajer spa menghentikan pertengkaran kami. 

 

"Usir mereka, Pak! Mereka tak pantas berada di sini," ucap Nilam sembari menunjuk-nunjuk kami. 

 

"Enak aja, kamu tuh yang seharusnya pergi. Dasar perempuan rese," balas Tania tak mau kalah. 

 

"Sudah hentikan! Semua akan dilayani, silahkan daftar dulu ke meja sana," terang manajer memberi penjelasan. 

 

"Sudah yuk, Nia. Kita ke dalam aja," ajakku. 

 

Saat berjalan masuk aku sempat mendengar Nilam bertanya pada kasir. "Maaf, Mbak. Wanita dua yang barusan itu pakai layanan apa ya?" 

 

"Oh, mereka sudah langganan tetap di sini. Biasa memakai VIP kelas satu," jawab Mbaknya tersenyum. 

 

Aku sempat menoleh sebentar melihat ekspresi wajah Nilam yang melongo. Aku dan Tania hanya cekikan dan segera berlalu dari situ. 

 

Aku dan Tania masuk ke ruangan pijat, terdapat dua tempat tidur. Kami sengaja memilih agar bisa saling mengobrol, setelah berbaring Mbak yang tukang pijat segera menjalankan tugasnya. 

 

Wangi aroma terapi yang disuguhkan sungguh membuat relaks dan pikiran tenang. Ditambah pijatan di badan, rasa capek itu seketika lenyap. 

 

"Ra, siapa sebenarnya perempuan tadi itu? Kok sikapnya seperti rendahan gitu?" tanya Tania masih penasaran. 

 

"Memang iya, bahkan kamu sendiri bisa melihatnya dengan jelas kan, Nia," sahutku sambil tersenyum. 

 

"Memangnya siapa sih?" Tania masih heran. 

 

"Dialah perempuan yang dinikahi Mas Adam," balasku manyun. 

 

"Oh, pantas aja, perempuan seperti dia memang cocok untuk Adam," kekeh Tania senang. 

 

"Dia hanya belum tau, kalo Mas Adam sudah kupecat!" 

 

"Dipecat? Adam kamu pecat? Hahahaha ... Bagus, Ra. Biar kapok mereka semua, gegara ingin punya anak aja belagu," cemooh Tania. 

 

"Tapi, jika Adam kamu pecat trus dia kerja apa, Ra?" 

 

"Itulah, Adam merengek minta kerja apapun di perusahaan agar istri dan ibunya tidak tau. Padahal selama ini Adam tak pernah merengek untukku," keluhku muak. 

 

"Lah, jadi apa yang Adam kerjakan di perusahaan?" 

 

"Aku kasih tugas jadi cleaning servis," kataku ngakak. 

 

"Ish ... Kejamnya dikau, Ra. Tapi bagus juga setimpal, biar dia balik ke dulu lagi. Laki-laki seperti Adam memang perlu dikasih pelajaran supaya insyaf." 

 

Mbak-mbak tukang pijat hanya tersenyum mendengar obrolan kami. Mungkin mereka maklum, rumah tangga siapapun bisa diterjang badai. Hanya bagaimana kita bisa bangkit setelah badai itu mereda, itulah yang mesti kita raih. 

 

Setelah pemijatan rasanya relaks, lalu kami berendam di air hangat. Masih dengan aroma terapi membuat pikiran menjadi fresh kembali. 

 

"Ra, kalo kamu butuh bantuan bilang aja padaku. Aku akan bantu semampunya, oh ya kamu jangan lupa masih ada Randy, dia pasti siap kapan aja untukmu," goda Tania sembari menyipratkan air ke wajahku. 

 

"Stop, sekarang jangan katakan siapapun. Baik itu Adam maupun Randy, kita nikmati aja ketenangan ini," ujarku sambil menarik napas lalu menghembuskan pelan. 

 

Usai di spa, kami segera keluar lalu membayar biayanya. Tak lupa aku menanya pada petugas kasirnya. "Mbak, wanita yang teriak-teriak tadi di mana?" 

 

"Oh, mereka pergi nggak jadi masuk," jawab Mbaknya. 

 

Aku dan Tania akhirnya tertawa puas. Ternyata cuma wanita mental miskin saja sudah sok-sokan. 

 

Kemudian kami keluar dan menuju restoran. Karena setelah di pijat perut jadi keroncongan, tadi pun belum sempat makan siang. "Ra, kita mampir makan dulu ya! Aku udah lapar," ucap Tania membelokkan mobilnya menuju restoran. 

 

Aku dan Tania segera memesan makanan dan kami makan dengan lahap. Saat makan, ponselku berdering kulihat di layar Pak Budi memanggil. 

 

"Halo, ada apa Pak Budi?" 

 

"Maaf, Bu. Itu wanita yang bernama Nilam datang lagi ke kantor," lapornya. 

 

"Biarkan aja dia, Pak. Dia nggak akan bisa berbuat macam-macam lagi," kataku menenangkan. 

 

"Tapi, Bu. Pak Adam minta tolong supaya saya berpura-pura kalo Pak Adam masih menjabat direktur dan papan nama ibu ditukar Pak Adam. Ini bagaimana? Saya takut ibu nanti marah," gugup Pak Budi menerangkan. 

 

"Untuk sementara, Pak. Kamu awasi aja tingkah mereka dan jika mereka akan berbuat mesum segera Pak Budi larang mereka," titahku sedikit jengkel lalu mematikan ponsel dan melanjutkan makan. 

 

"Kenapa, Ra?" tanya Tania. 

 

"Wanita itu datang lagi ke kantor dan terpaksa Adam harus berpura-pura masih jadi direktur. Dia nggak mau kehilangan Nilam seperti aku dulu." 

 

"Kamu jangan terlalu menuruti permintaan Adam, Ra. Ntar dia keenakan terus, depak aja dia dari perusahaan sebelum tambah parah," saran Tania. 

 

"Aku sengaja masih memperkerjakan Adam, ingin melihat Nilam dan ibu shock. Mereka pikir semua itu punya Adam, hingga bisa berbuat sesuka hati." 

 

"Aku akan mengembalikan Adam seperti semula, saat dia tidak mempunyai apapun. Aku juga nggak peduli kalo mereka anggap diriku kejam. Karena aku juga bersalah pada almarhum Papaku," kataku sendu lalu mengaduk jus dan menyeruputnya. 

 

Teringat sebelum meninggal, Papa memanggilku duduk dekat di sampingnya dan juga saat itu ada Mas Adam. Papa menyerahkan diriku pada Mas Adam dan memberi nasehat agar Mas Adam dapat menjaga dan menyayangi diriku seperti Papa menyayangi anaknya. 

 

Mas Adam berjanji di hadapan Papa sebelum menghembuskan napas terakhirnya. Tapi kini, Mas Adam telah mengingkari janji dan menyakiti perasaanku. Sia-sia semua pengorbanan yang telah kulakukan untuk dirinya. 

 

"Ra, kok melamun? Sudah selesai makannya, yuk kita balik. Suamiku udah menelpon," kata Tania menyadarkan lamunanku. 

 

"Oke, yuk! Kamu antar aku ke perusahaan lagi ya!" pintaku pada Tania yang dibalas anggukannya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kutinggalkan Suami yang Mendua   Menikah

    Kasus itu terus bergulir ke meja hukum, pengacara Bimo menuntut perusahaanku untuk ganti rugi. Aku pun berkonsultasi pada Michael, pengacara yang ditunjuk Randy untuk membantuku. "Begini, sebenarnya Adam yang bertanggung jawab tapi karena saat itu Adam masih menjabat dan mengatasnamakan perusahaan. Mau nggak mau kamu juga harus ganti rugi, Ra!" Micahel menasehatiku menurut hukum yang berlaku. Untuk beberapa detik aku menimbang perkataan pengacaraku yang ada benarnya. Randy dan Tania memberi dukungan agar aku kuat. "Ra, ikhlaskan aja. Kamu juga tau, mana mungkin Adam bisa mengganti uang itu dengan keadaannya sekarang," saran Tania. Michael menunggu keputusanku, uang satu milyar itu tidak sedikit. Apalagi selama ini Adam banyak mengkorupsi uang perusahaan hingga yang tersisa di bank hanya sedikit. Randy yang tau aku galau pun menggenggam tanganku. "Kenapa, bicaralah!" "Aku mau mengganti tapi uang itu udah banyak dikorupsi Adam. Nggak cukup, Randy," jawabku sedih. "Pakai uangku, R

  • Kutinggalkan Suami yang Mendua   Ditangkap polisi

    Tidak ada lagi nada protes dari seberang sana, Adam pasti sudah memutuskan sambungan. Mungkin saja dia shock setelah aku mengatakan akan melapor ke polisi terkait hutang yang dipinjamnya dengan menggadaikan perusahaan. Ah, masa' bodoh dengan keadaannya sekarang. Yang penting aku bisa menyelamatkan warisan dari almarhum papa. Usai menelepon, kuhembuskan sedikit napas lega. "Gimana, Ra?" tanya Tania. Aku baru ingat kalo Tania dan Randy masih di rumahku. Randy mendekat lalu duduk di sampingku dan menggenggam tanganku. "Jangan takut, kamu nggak sendiri. Ada Mas dan Tania yang akan membantumu." Senyuman dari Randy berhasil menenangkanku. Saat terpuruk seperti ini aku memang butuh sandaran. Untung saja aku punya sahabat yang pengertian seperti Tania dan Randy yang selalu ada buatku. **** Beberapa hari pasca pengusiran Adam, aku tidak mendengar kabarnya lagi. Entah tinggal di mana mereka aku juga tidak mau tau. Sementara itu suasana berjalan lancar di perusahaan. Walaupun keadaan ten

  • Kutinggalkan Suami yang Mendua   Jual rumah

    Mataku membulat dilecehkan seperti ini lalu bangun dan menampar wajah lelaki itu. Plak! "Jangan kurang ajar anda!" pekikku lantang. Lelaki di depanku memegang pipinya yang kutampar tadi dengan rahang mengetat. Biar dia tau aku bukan wanita gampangan seperti pikiran busuknya itu. Gegas aku memanggil Pak Budi lalu dengan setengah teriak menyuruhnya masuk. Pak Budi menatapku dan klien itu bergantian dengan bingung. "Pak, antar tamu kita ini keluar!" titahku. "Baik, Bu. Mari, Pak!" ajak Pak Budi, tetapi lelaki itu bergeming. "Saya tidak akan keluar sebelum masalah kita selesai. Anda harus mengganti kerugian saya juga tamparan ini!" ucapnya tegas. "Saya sudah mengatakan semua, apakah anda belum paham? Tentang pinjaman itu sebaiknya anda menagih langsung dengan Adam. Karena uang itu tidak ada hubungannya sedikitpun dengan perusahaan. Saya akan beri salinan bukti pada anda nanti, tamparan itu juga hukuman anda yang sudah melecehkan saya. Anda lihat cctv di atas itu merekam semua perbua

  • Kutinggalkan Suami yang Mendua   Dilecehkan

    Aku melemparkan ponsel begitu memutuskan sambungan telepon Mas Adam. Setelah Nilam ketahuan selingkuh, dia malah merengek ingin kembali. Huh, terbuat dari apa hatinya itu sama sekali tidak memikirkan perasaanku. Tidak, aku tidak akan kembali pada Adam sekalipun dia harus menangis darah. Jijik bila mengingat video memadu kasih mereka di kantor. Mungkin bukan saja di kantor melainkan tempat lain seperti di hotel. Lamunanku tersentak kala ponsel berdering, tadinya aku acuh saja pasti Adam lagi. Hingga tiga kali memanggil, akhirnya aku kesal tanpa melihat di layar langsung mengangkat. "Apalagi sih, Mas?" tanyaku ketus. "Ra, kamu kenapa?" Mendengar suara bariton yang berbeda di seberang sana membuatku terhenyak. Lelaki yang mengisi hatiku belakangan ini pasti kaget. "Maaf, Randy! Aku kira tadi Adam," jawabku sembari menghela napas. "Kenapa sama Adam sampai kamu kesal begitu?" "Biasa, Randy! Dia tadi nelpon bilang kalo Nilam sudah mengaku selingkuh dan ingin kembali padaku." "Lalu

  • Kutinggalkan Suami yang Mendua   Rayuan Adam

    Pov Adam "Adam nggak mau, Bu! Adam jijik melihatnya sudah disentuh laki-laki. Kalo ibu mau cucu, ibu aja yang hamil!" ucapku ketus lalu masuk ke kamar dan membanting pintu. "Adam!" pekik ibu yang tidak aku gubris. Ibu terus menggedor pintu tapi aku sudah malas menanggapinya. Kepalaku pusing memikirkan semua, belum menemukan pekerjaan sekarang ditambah Nilam selingkuh. Aku menatap langit-langit kamar, meratapi nasibku yang terus sial sejak berpisah dengan Rara. Ya, seharusnya aku tidak gegabah dengan permintaan ibu yang ingin cucu. Akan tetapi, saat itu aku juga tidak bisa menolak kehadiran Nilam yang piawai menggodaku. Tadinya aku mengira Nilam mencintaiku dengan tulus. Nyatanya semua hanya topeng agar dia bisa menikmati kemewahan yang ada padaku. Dia tidak tau bahwa semua pemberianku itu adalah milik Rara. Tiba-tiba aku teringat kalo aku belum menjatuhkan talak pada Rara. Itu berarti aku masih punya kesempatan untuk kembali padanya. Lebih baik aku rayu saja Rara mulai sekarang.

  • Kutinggalkan Suami yang Mendua   POV Adam

    Pov Adam Aku tidak menyangka Nilam akan selingkuh di belakangku. Hatiku panas saat Rara, mantan istriku itu mengirim beberapa foto perselingkuhan Nilam dengan pria bule. Tadinya aku ingin menjebak Rara yang ketahuan berjalan bersama lelaki lain. Namun, malah aku yang dikejutkan dengan foto tersebut. Gegas aku pulang ke rumah untuk menanyakan kebenarannya pada Nilam. "Nilam ... Di mana kamu?" teriakku begitu masuk ke dalam rumah. "Ada apa sih, Dam? Pulang-pulang malah teriak," celetuk ibu keluar dari kamar. "Mana Nilam, Bu?" "Nggak tau, coba lihat di kamar kalian!" Aku membuka pintu kamar, lalu masuk lebih dalam tetapi tidak ada Nilam di kamar. Kemudian berjalan menuju dapur dan halaman belakang juga nihil. Huft, karena lelah aku jatuhkan badanku di sofa ruang tamu. Tanganku memijat pelipis yang pusing. Ibu yang sedari tadi diam memperhatikanku berlalu lalang pun heran. Mengambil ponsel di saku kemudian mendial nomor Nilam. Tersambung namun tidak diangkat, hingga sepuluh kali

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status