Share

MENCARI KEBERADAAN LEA

 Abizar menarik tangan Charissa, ia buru-buru keluar dari cafe itu. Abizard benar-benar malu dengan perilaku Charissa yang bertengkar di tempat umum dengan wanita yang tidak mereka kenal.

Abizard tidak ingin semakin dipermalukan lagi oleh wanita muda yang bernama Raya itu.

"Pelan-pelan dong! sakit," rintih Charissa, tapi Abizard tidak sama sekali menanggapi rintihan Charissa.

Sampai di mobil Abizard langsung menyuruh Charissa masuk begitupun dengan dirinya yang mengelilingi mobil dan ikut masuk dan melajukan mobilnya.

"Kamu bisa gak sih, gak usah buat keributan di tempat umum, bikin malu aja." Abizard memukul setirnya seraya mengatakan itu.

"Cewek itu yang salah karena dia ngatain aku, lagian ini salah kamu," kata Charissa seraya menunjuk Abizard.

"Kok, jadi aku!"

"Ya, iyalah kamu. Kamu yang gak pernah mau ikut aku jenguk anak kamu." Abizard benar-benar muak dengan Charissa yang selalu saja menyalahkannya jika ia tidak pernah mau menjenguk anaknya, padahal sudah jelas jika anak itu bukan anak Abizard.

"Turun!" ucap Abizard setelah menghentikan mobilnya di jalan yang sepi.

"Maksudnya apa?" tanya Charissa bingung. "Bukannya kamu mau nganterin aku ke apartemen sambil ketemu anak-anak?" Charissa tak percaya ini, ia tidak menyangka Abizard akan menurunkannya di jalan yang sepi nih ya kira Abizard akan mengantarkannya ke apartemen.

"Turun," Abizard melembutkan suaranya.

"Tapi ja-jalan ini,"

"Aku bilang TURUN!" teriak Abizard di akhir kalimatnya.

Sudut bibir Charissa turun tanda kecewa, ia menghela nafas berat. Bibirnya bergetar menahan tangis, matanya berkaca-kaca. Kecewa, sedih, marah bercampur menjadi satu. Charissa keluar dari mobil Abizard lalu membanting pintum "Laki-laki sialan."

Abizard meninggalkan tempat itu tanpa ada belas kasihan sedikitpun kepada istrinya yang berjalan sendirian di jalan yang cukup sepi.

Charissa memesan gojek seraya berjalan ke jalan yang lebih ramai.

Apartemen Charissa masih jauh tadinya Charissa ingin datang ke rumah Abizard untuk mengajak Abizard datang ke apartemennya karena anaknya sedang sakit dan terus memanggil-manggil nama Abizard. Di perjalanan menuju rumah Abidzar, Charissa melihat mobil Abizard terparkir di parkiran cafe, Charissa berhenti dan turun dari gojek, setelah membayar gojek Charissa masuk cafe itu. Charissa berharap bisa membawa Abizard untuk ke apartemennya.

Namun, usahanya ternyata sia-sia, Abizard tidak mau diajak pergi ke apartemennya untuk bertemu anaknya. Malah yang terjadi justru pertengkaran.

****

"Kenapa kalian berantem?" tanya wanita yang sedang duduk di samping Raya, wanita yang tadi melerai pertengkaran Raya dan Charissa.

"Dia duluan Dew yang tarik rambut gue." Dewi menghela nafas ringan. Mendengar alasan Raya membuatnya memijat pangkal hidung.

Raya terkenal barbar hingga membuatnya tidak percaya jika wanita feminim yang terlebih dahulu membuat masalah dengan Raya.

"Bener?"

"Lu kagak percaya banget sih sama gue, Masa lo lebih percaya sama cewek itu daripada sama temen lu sendiri," Raya terus meyakinkan Dewi kalau bukan dia yang memulai terlebih dahulu pertengkaran.

"Ya, kali aja kan lo cewek bar-bar," Raya berjalan keluar dari kamar mandi diikuti oleh Dewi. Mereka baru selesai merapikan rambut dan pakaian Raya yang juga ikut kusut gara-gara pertengkaran tadi.

"Tega banget lo, Dew sama gue, sama temen masa di bilang gue cewek bar-bar," ucap Raya.

"Lah emang iya, 'kan?"

"Is." Mereka duduk di kursi yang diduduki oleh anak-anak yang tadi dibawa oleh Raya.

"Kok, gue telepon Lea gak diangkat-angkat, ya?"

"Gue juga telepon Lea gak diangkat-angkat, ya?" kata Dewi seraya terus aja memegang gawainya.

"Iya nih, tadi gue juga sudah telepon dia berkali-kal, tapi nggak diangkat juga. Katanya kemarin janji mau ketemuan di sini, kok nggak datang-datang dia," ucap Raya sambil memesan makanan dan minuman ringan ala cafe untuk anak-anak, karena tadi dia belum sempat memesankan untuk anak-anak itu, karena harus menyelesaikan urusannya dulu dengan pasangan yang bertengkar.

Setelah makanan dan minuman datang. "Apa kita ke rumahnya aja, ya?" ucap Raya sambil meminum kopi yang ia pesan.

"Ya udah abis ini kita ke rumahnya," ucap Dewi seraya menyuapkan kentang goreng saus keju yang dipesan oleh Raya.

Raya, Dewi, Rere dan Lea membuat janji kemarin saat pulang dari sekolah sehabis mengajar, mereka akan makan makan di cafe itu untuk merayakan ulang tahun Lea yang ke-21. Namun, sejak pagi Lea tidak bisa dihubungi.

Semalam Raya, Dewi dan Rere menginap di rumah Raya. Rere pulang terlebih dahulu karena akan melangsungkan ibadah di hari Minggu ke gereja, dan akan menyusul ke cafe sekitar jam 11 an setelah pulang dari gereja.

Rere memang berbeda, ia menganut agama Kristiani, sementara teman-teman yang lainnya menganut agama muslim. Mereka berteman sejak sekolah SMA, tidak ada sama sekali yang membuat pertemanan mereka hancur. Pertemanan mereka lebih kuat diantara perbedaan itu karena saling melengkapi kekurangan masing-masing. Persahabatan mereka semakin kuat Di antara perbedaan.

Tak berapa lama Rere datang ke cafe, Iya langsung duduk di antara anak-anak yang berada di disini, Rere termasuk penyayang anak-anak jadi pantas saja anak-anak sangat nempel dengan Rere, sangat berbeda dengan Raya yang barbar maka anak-anak akan terlihat segan padanya. Sementara Dewi terlihat dewasa dan Lea yang paling kalem paling lembut, baik paling cantik di antara mereka berempat.

"Si Lea belum datang juga, padahal diakan yang ulang tahun," ucap Rere kepada teman-temannya.

"Iya Udah di telpon juga nggak diangkat-angkat, ini juga kalau sudah selesai kita langsung ke rumahnya aja. Mending lo pesen dulu, abis ini cepet kita langsung ke rumahnya aja sambil nganterin anak-anak ke panti."

"Oke."

Setelah mengantarkan anak-anak ke panti asuhan Raya, Rere dan Dewi pergi ke rumah Lea.

Mereka bertiga pergi ke rumah Lea sekitar 4 km 10 menit mereka sampai ke rumah Lea dengan menggunakan mobil.

Di halaman rumah Lea banyak sekali mobil yang terparkir, hal itu membuat Raya, Rere dan Dewi heran.

"Ada apa nih?" tanya Raya heran. Tidak biasanya rumah yang selalu sepi hari ini banyak terparkir mobil di depan rumah Lea.

"Ya mana saya tahu, moso tanya saya!" ucap Rere.

"Jargon Pak Jokowi jangan diambil oncom."

Plak

"Aah! Sakit."

"Is, is, is. Kalian jangan berantem. Mending kita turun," sanggah Dewi.

Raya, Rere dan Dewi keluar dari mobil. Pintu rumah Lea tidak tertutup. Di dalam rumah banyak sekali keluarga Lea yang berkumpul.

"Ada acara apa nih? Lo masuk duluan gih," ucap Rere seraya mendorong Raya.

"Lah kok gue duluan, Lo duluan dong," ucap Raya seraya berbisik bisik.

Dewi hanya menggelengkan kepala melihat tingkah mereka berdua yang seperti anak kecil saling dorong karena malu masuk terlebih dahulu.

Dewi masuk terlebih dahulu meninggalkan mereka berdua yang malah suit siapa yang yang akan masuk duluan. Banyaknya keluarga Lea di dalam rumah membuat mereka segan untuk masuk.

"Assalamualaikum," ucap Dewi. dari dalam serempak orang-orang yang berada di dalam rumah menoleh melihat siapa yang datang mata mereka tertuju kepada Dewi yang mengucapkan salam.

Mereka juga menjawab salam Dewi dan menyuruh Dewi masuk. Raya dan Rere juga ikut masuk setelah menyadari ternyata Dewi sudah tidak ada bersama mereka.

"Sini nak Dewi duduk," ucap Tante Lidya ibunya Lea. Dewi duduk di samping Tante Lidya.

"Ada apa, Tante?" tanya Dewi khawatir karena melihat Tante Lidya berurai air mata. Dewi duduk di sofa samping Tante Lydia seperti yang Tante Lidya perintahkan.

"Nak Dewi, kamu lihat Lea gak? Lea semalam ke rumah kamu atau enggak? semalam dia keluar rumah katanya mau ke minimarket tapi nggak pulang-pulang?" Tante Lidya terlihat sangat kacau. Dengan uraian air mata Tante Lidya bertanya kepada Dewi.

"Maksud, Tante?" Dewi terlihat bingung dengan pertanyaan Tante Lidya. Semua orang yang berada di rumah itu juga menatap ke arah Dewi , Dewi menjadi semakin bingung. Mereka seolah-olah mengharapkan jawaban terbaik dari Dewi.

"Lea gak pulang dari semalam, Nak Dewi." Dewi menggelengkan kepala tidak percaya, namun matanya berkaca-kaca alisnya turun bibirnya bergetar menahan tangis. Nafasnya menjadi tidak teratur, jantungnya berdetak sangat cepat, sudut bibirnya terangkat dan tersenyum kecut.

"Lea belum pulang dari semalam?" ucap Raya dan Rere secara bersamaan.

"Iya dan satu cari-cari ke minimarket dan kesana kemari tapi lihat belum juga ditemukan sampai saat ini kita juga gak bisa menghubungi polisi karena belum 24 jam," ucap ayahnya Lea.

"Semalam kita nginep di rumah Raya tante, kita juga awalnya ngajak Leo untuk menginap dirumah kita waktu pulang dari sekolah, tapi kemarin bilang jika dia tidak mau menginap karena dia akan makan makan dengan keluarganya karena dia ulang tahun. Kita hanya janjian untuk nongkrong di cafe hari ini, tapi dari pagi kita telepon gak diangkat-angkat, kami juga sudah menunggu di sana cukup lama, Tante."

"Ya Allah kemana kamu, Nak?" Tante Lidya menutup wajahnya dengan kedua tangan, suaminya Tante Lidya mengambilkan tisu dan memberikannya kepada Tante Lidya.

"Kita harus cari Lea ke mana lagi? bahkan kita udah nyuruh orang untuk nyari Lea." Tante Lidya terus saja berbicara tapi tak hentinya Ia juga menangis.

Semua keluarga juga bingung dengan hilangnya Lea menelepon polisi pun percuma karena hilangnya Lea juga belum 24 jam.

Hingga akhirnya Raya, Dewi dan Rere memutuskan untuk mencari Lea, daripada berdiam diri dirumah menunggu Lea pulang, lebih baik mereka pergi untuk mencari keberadaan Lea. Ditemukan atau tidaknya itu terserah nanti yang penting mereka sudah berusaha mencari keberadaan Lea.

Rere dan Raya saling tatap seolah sedang bicara lewat tatapan mata dan menganggukan kepala setelah saling mengerti dan kemudian mereka mencubit paha Dewi agar melihat ke arah mereka.

"Kita pamit aja ya Tante kita mau cari Lea," ucap Dewi berpamitan kepada ada tante Lidya Tante Lydia.

Tante Lidya melihat ke arah Dewi, ia berniat ikut mencari lah ya.

"Tante ikut, Ya!" Tante Lidya memancarkan binar harap di matanya dan memegang tangan Dewi berharap Dewi mau membawanya.

Dewi melihat ke arah keluarga Lea dan mereka menganggukkan kepala setuju kecuali ayahnya Lea.

Tante Lidya juga melihat ke arah suaminya ia menghampiri suaminya dan memohon kepada suaminya agar diizinkan ikut mencari keberadaan lihat bersama teman-teman putrinya.

"Mas, tolong izinkan aku keluar bersama mereka untuk mencari keberadaan putri kita." Om Frans menatap pedih istrinya. Ia pasti sangat merasa kehilangan, sama halnya seperti dirinya.

"Mas, ayolah!" Tante Lidya mohon dengan sangat mengharapkan izin dari suaminya.

"Ya sudah boleh tapi Mas juga ikut." Senyum langsung tersungging dari bibir Tante Lidya. Mereka pun mencari keberadaan Lea bersama dengan menggunakan mobil Om Frans.

Sementara keluarga Om Frans yang lain menunggu di rumah berharap Lea pulang kerumah dan mereka bisa langsung mengabari Om trans jika Lea sudah pulang ke rumah.

Semua berharap Lea bisa ditemukan dan semua berharap dia juga tidak benar-benar hilang. Semuanya berharap Lea hanya pergi keluar rumah untuk sesaat. Namun, hari semakin sore belum juga ada tanda-tanda Lea ditemukan. Orang rumah pun mengabari jika Lea belum pulang juga, disitulah Tante Lidya yang sedari tadi tak berhenti menangisi putrinya yang hilang semakin histeris ketika sore melanda tapi putrinya belum pulang juga.

"Apakah Lea sudah makan? Lea tidur dimana semalam? Apa Lea sudah mandi?" ucap Tante Lidya dengan rasa khawatir dari seorang ibu. Pertanyaan itu terus dilontarkan oleh Tante Lidya hingga membuat siapa saja yang melihatnya ikut merasakan sakit.

"Sebaiknya kita lapor polisi aja Om," ucap raya yang sedang memeluk tante Lidya di kursi belakang.

"Ya sebaiknya sebelum pulang ke rumah, kita ke kantor polisi dulu, Om," ucap Dewi.

Namun, Om Frans malah terdiam tidak menanggapi ucapan dari teman-teman anaknya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status