Share

Kutukan Di Kediaman Rahendra
Kutukan Di Kediaman Rahendra
Penulis: SNJAN

MIMPI BURUK

Malam kembali menyapa tidak ada yang keluar dari rumah itu malam ini. Masih pukul sepuluh malam, mereka sudah tidur. Mungkin karena mereka lelah setelah siang tadi mereka baru melewati hari yang panjang.

Raya menggeliat, saat merasakan ada sesuatu jatuh ke wajahnya, yang membuat tidur nyaman nya terganggu. Ia memegang wajahnya yang terasa dingin dengan masih memejamkan mata.

Raya merasa-rasa cairan yang ada di wajahnya dengan tangannya.

Lengket, ya tidak seperti air biasanya. Raya membuka matanya.

Gelap! hanya kegelapan yang bisa dilihat. Raya meraba sisi kirinya, tidak ada siapa-siapa. Kecemasan melanda hatinya. Kenapa? Kenapa tidak ada Rere yang tidur di samping kirinya tadi. Kemana Rere?. Berbagai pertanyaan mampir di benaknya.

Raya kembali meraba samping kanannya. Tapi, lagi-lagi cairan Lengket tadi yang ia temukan di tubuh Dewi yang tidur di sampingnya.

"Wi."

Masih dalam keadaan berbaring Raya menggoyangkan tubuh orang yang ia kira Dewi itu agar Dewi bangun, tapi Dewi tak kunjung bangun juga.

Aneh! Ada yang aneh di sini. Ada apa dengan Dewi?.

Kenapa? Kenapa Dewi tidak bangun juga, tidak biasanya wanita yang disukai Rizal itu tidak bangun saat sudah beberapa kali di panggil, apalagi di goyangkan tubuhnya. Raya bangun dari tidurnya, tapi ia kembali berbaring karena jidatnya mentok di sesuatu yang keras.

"Aduh."

Raya mengelus jidatnya yang sakit. Perasaan aneh kembali menyelimuti hatinya, setelah beberapa saat ia terdiam. Sebelum tidur Raya tidak merasakan ada sesuatu yang menghalangi diatasnya.

Raya mengepalkan tangan yang barusan digunakan untuk mengelus jidatnya dan kembali membukanya setelah tangan yang terkepal itu sudah di depan wajahnya. Rasa mual langsung menyerangnya. Raya langsung menjauhkan tangannya. Raya berusaha agar tidak muntah.

Keadaan yang gelap, sempit dan bau menyengat dari orang yang tidur di sebelahnya juga tangannya membuat Raya tak ingin memperparah keadaan, dengan ia muntah saja mungkin akan semakin parah bau menyengat yang sedang dirasa sekarang.

"Kenapa? Kenapa aku ada di tempat seperti ini?" batin Raya bertanya-tanya. Perasaan cemas, takut menyelimuti dirinya. Keringat dingin bercucuran dari dahinya.

"Dewi."

Raya berusaha bangkit dari berbaringnya. Namun, lagi-lagi jidatnya terbentur. Raya meraba-raba sesuatu yang membuat jidatnya kepentok seraya mulutnya memanggil nama teman-temannya.

"Dewi, Rere."

Nafas yang memburu semakin memburu saat tangan Raya meraba sesuatu yang ada di atas wajahnya.

"Aaah! …," teriak Raya.

Raya terbangun dari tidurnya. Begitupun dengan teman-teman Raya karena mendengar teriakan Raya.

"Ray, lu kenapa?" tanya Dewi yang tepat berada di samping Raya.

Raya bernafas dengan cepat, ia langsung melihat ke arah Dewi. Dewi baik-baik saja, Ia melihat ke arah Rere yang juga sedang melihat ke arahnya. Rere baik-baik. Raya menghela nafas lega melihat teman-temannya baik-baik saja.

"Kamu kenapa, Ray?" tanya Dewi.

Raya tak menjawab, ia hanya sibuk memperhatikan tangannya. Tubuhnya berkeringat, air mata menetes dari maniknya.

"Mimpi?" tanya Rere.

"I-ya," jawab Raya bergetar.

"Memang mimpi apa?" tanya Dewi.

"Serem banget pokoknya."

Raya memperhatikan tangannya dengan selidik, memastikan kalau yang terjadi barusan kepadanya itu hanyalah mimpi.

"Kamu ngapain sih liatin tangan terus, emang tadi mimpi apa?" Dengan mata yang masih teler Rere bertanya pada Raya.

"Tadi aku mimpi …," ucap Raya terpotong.

"Sudah, jangan ceritakan sekarang. Aku masih ngantuk," ucap Rere seraya berbaring kembali.

"Yey. Trus ngapain nanya? dasar temen gak ada akhlak."

Rere tak menghiraukan ucapkan Raya, ia kembali berbaring.

" Yaudah, Ra. Tidur lagi aja. Besok cerita ya! Jangan lupa baca doa biar gak mimpi buruk lagi!" ucap Dewi.

Ia kembali berbaring bersama Rere, begitu juga dengan Raya yang ikut berbaring, tapi Raya tidak tidur kembali. Pikirannya berkelana ke mimpi yang baru saja di alaminya.

****

Pagi hari Raya berada di cafe, hari ini ia akan merayakan ulang tahun sahabatnya yaitu Lea. Namun, saya melihat seorang laki-laki dan perempuan sedang bertengkar bahkan laki-laki itu akan menampar perempuannya hingga membuat hati rakyat terpanggil untuk menolong perempuan itu.

Laki-laki itu adalah Abizard pebisnis sukses yang bergelut di bidang properti. Ia sedang bertemu dengan istrinya di cafe karena mereka tinggal terpisah.

"Abizard, kamu kenapa sih nggak datang? anak-anak itu nanyain kamu terus." Abizard menggaruk pelipisnya, Ia terlalu pusing mendengar setiap hari harus mendengarkan omelan dari istrinya itu.

Abizard menoleh pada setiap sudut ruangan kafe yang nampak tidak terlalu ramai dan ia mensyukuri hal itu.

"Duduk dulu, Sa," pinta Abizard.

 Carissa duduk di depan Abizard dengan kesal.

"Kamu juga gak angkat telepon dari aku." 

Abizard sudah muak dengan istrinya ini. Carissa sendiri yang memutuskan tinggal terpisah darinya karena Carissa merasa tidak nyaman tinggal di rumah Abizard, tapi Carissa selalu saja memaksa Abizard untuk tinggal dan datang ke apartemennya. Sementara Abizard yang sibuk membuatnya sangat sulit untuk mengunjungi istrinya itu.

"Marcell sakit," ucap Charissa.

"Trus?" 

Abizard memegang gawainya bersikap seolah-olah tidak peduli kepada anak Charissa.

"Terus … kamu bilang terus? Heh." Charissa tidak habis pikir dengan Abizard.

"Lagian kamu juga sih, kenapa coba malah pindah ke apartemen, kenapa nggak tinggal di rumah aja?" ucap Abizard. "Lagian belum tentu juga 'kan anak itu anak aku, kamu nikah sama aku aja udah gak perawan," lanjut Abizard.

Charissa langsung melotot mendengar ucapan Abizard, ia tak terima dengan perkataan Abizard.

"Kamu masih gak percaya kalo Marcell bukan anak kamu?" 

Sudut bibir Charissa turun seraya menggelengkan kepalanya. Charissa benar-benar kecewa dengan sikap Abizard yang menurutnya keterlaluan karena tak menggap anaknya sendiri.

"Dengar, Ya! Aku sudah berbaik hati ngebiarin kamu tinggal di rumah aku, meskipun aku tahu anak itu bukan anak aku. Kamunya aja yang gak tau diri minta pindah ke apartemen," ucap Abizard pelan. Namun, penuh penekanan.

"Aku udah bilang, ya kalau anak aku itu anak kamu, lagian mana mau aku tinggal di rumah kamu yang seram itu, Marcell nangis terus! Kalau dia tinggal di rumah kamu." 

Charissa menundukkan kepalanya mengatakan itu dengan bibir bergetar.

Abizard memalingkan muka ia benar-benar muak dengan wajah istrinya yang sok di sedih-sedihkan seperti itu.

Charissa merasa sangat menyesal menikah dengan Abizard yang sama sekali tidak bertanggung jawab. Abizard yang ia kenal dulu saat mereka masih belum menikah adalah Abizard yang baik penuh kasih sayang, tapi setelah menikah Abizard terlihat cuek tidak peduli kepadanya juga anaknya.

"Mas." 

Abizard mengabaikan panggilan Charissa, ia melambaikan tangannya pada salah satu waiter. Waiter datang menghampiri Abizard.

"Berapa semuanya, Mas?" tanya Abizard pada waiter itu.

Waiter itu menyebutkan nominal pesanan Abizard. Abizard hendak berdiri meninggalkan cafe. Namun, Ia dihentikan dengan tangannya yang digenggam oleh Charissa. Abizard melihat pergelangan tangannya yang digenggam oleh Charissa, ia hendak melihat ke arah wajah Charissa. Namun, kopi panas tiba-tiba saja membasahi mukanya.

Charissa mengguyurkan kopi yang tadi belum sempat Abizard minum ke wajah Abizard.

"Apa yang kau lakukan? Aaaah! …," teriak Abizard seraya membuka jaketnya dan mengelap wajahnya dengan jaket.

"Mandiin laki-laki pecundang, kenapa? gak terima?"

 Charissa tersenyum puas melihat Abizard yang kepanasan. Namun, dalam hatinya Charissa merasa tak bisa melihat Abinya kesakitan seperti itu, ia sangat mencintai Abi, tetapi melihat kelakuan Abizard membuat Charissa benar-benar sangat kecewa.

Tangan Abizard mengepal kuat, ia tak terima dipermalukan di tempat umum seperti ini. Abizard hendak menampar Charissa. Namun, tiba-tiba saja seorang perempuan muda menahan tangannya.

Charissa yang sedang ketakutan menunduk kembali menengadah melihat kenapa tangan Abizard tidak sampai menamparnya, Abizard menoleh melihat tangan wanita yang memegang tangannya dan melihat siapa wanita yang berani-beraninya menahan tangan Abizard..

"Sama cewek jangan kasar dong malu sama badan," ucap wanita itu.

"Kamu siapa berani-beraninya menahan saya," kata Abizard sambil menepis tangannya dengan keras.

"Anda tidak perlu tahu siapa saya, kalau mau jadi jagoan sana jadi tentara, bela negara bukan malah menyerang wanita yang lemah tapi lawan para oknum-oknum yang memakan uang rakyat. Jangan disini ngelawan wanita lemah yang gak berdaya," kata wanita itu dengan beraninya.

"Kamu bilang saya wanita lemah?"

 Charissa ikut berbicara ia tidak terima dikatakan lemah oleh wanita muda yang menyelamatkannya dari tamparan Abizard. Namun, malah menghinanya.

"Kalau mau ribut jangan disini malu diliatin sama orang apalagi banyak bocil." 

Wanita muda itu menunjuk beberapa anak-anak yang ia bawa dibelakangnya seraya tersenyum sinis, Iya juga mengabaikan perkataan Charissa. Abizard mengeraskan rahangnya, matanya melotot dan tangannya mengepal kuat.

Wanita muda itu pergi meninggalkan sepasang suami istri yang tidak akur itu.

"Hai, Mbak jangan sembarangan ngomong, ya. Saya nggak selemah itu," ucap Charissa. 

Wanita muda itu kembali menoleh ke arah Charissa.

"Kalau bukan wanita lemah nggak akan mungkin nyiram cowoknya dengan kopi panas dan pas ingin ditampar cowoknya malah nunduk bukannya ngelawan, hahaha ada-ada saja." 

Charissa semakin geram mendengar ucapan wanita muda itu.

Charissa menghampiri wanita muda itu, ketegangan terjadi, tapi wanita muda itu malah dengan santai menyuruh anak-anak untuk memilih tempat duduk.

"Aaaah!"

 Tiba-tiba saja Charissa menarik rambut wanita muda itu, ia ingin buktikan kalau dia tidak lemah seperti yang dikatakan wanita muda itu.

Dengan reflek wanita muda itu berteriak kesakitan.

"Keterlaluan. Apa maksud kamu ngomong kayak gitu?" 

Abizard mendekat berusaha melepaskan tangan carisa dari tangan wanita muda itu benar-benar malu melihat tatapan semua orang tertuju padanya.

"Please, jangan kayak gini dong!"

"Kamu juga suami yang tidak bertanggung jawab, gak usah ikut campur dia sudah mempermalukan aku, dia udah bilang aku tuh cewek lemah." 

Charissa menunjuk wajah Abidzar dengan tangannya yang kosong. Sementara tangannya yang satu lagi menarik tangan menarik rambut wanita muda itu dengan kuat.

"Aku akan buktikan kalau aku gak selemah itu."

"Baperan amat nih cewek," senandika wanita muda itu dalam hatinya.

"Aaaah!" 

Wanita muda itu memegang tangan Charissa dengan kuat karena Charissa juga semakin kuat menarik rambutnya. Charissa kembali fokus pada wanita yang rambutnya ia tarik ia memperkuat tarikan rambutnya karena wanita muda itu juga lebih kuat mencengkram tangannya.

"Raya." 

Seseorang juga membantu berusaha memisahkan mereka.

"Raya, Raya udah."

 Raya wanita muda yang sedang bertengkar dengan Charissa itu tidak peduli dengan teriakan temannya ia malah lebih kuat mencengkram tangan Charissa.

"Wanita sialan, ngapain sih lo ngata-ngatain gua?"

"Heh, Nenek Sihir. Lo aja yang baperan anj**,"

"Raya."

"Lu aja yang baperan bukannya terima kasih gua dah nolongin lo dari lelaki brengsek lo itu, lo malah nyerang gue aneh gak?" teriak Raya.

"Charissa tolong hentikan ini tempat umum!" 

Charissa melonggarkan tangannya dari rambut Raya begitupun juga Raya yang perlahan melepaskan genggaman tangannya di pergelangan tangan Charissa.

Abizard dan seorang wanita yang memisahkan mereka kewalahan. Tak berapa lama petugas keamanan disana juga datang meskipun terlambat.

"Hei jangan bertengkar disini mengganggu kenyamanan pelanggan yang lain,"

"Terlambat pak berantemnya juga udah," kata seorang wanita yang tadi membantu memisahkan Raya dan dan Charissa.

Petugas itu melawan salvinanya susah payah, bisa-bisanya ada perempuan yang menegurnya seperti itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status