Home / Romansa / Kutukan Sang Alpha / Bab 11: Nilai Tawar

Share

Bab 11: Nilai Tawar

Author: Kianna Walpole
last update Last Updated: 2025-05-31 15:30:59
Bersamaan dengan keluarnya Waverly dari ruang kantor, dia merasakan setitik air mata menetes dari matanya saat dia mengerjap. Pikirannya lelah. Takdir dari sekian banyak kehidupan ada dalam genggamannya dan rasanya itu terlalu berat untuk dia tanggung. Waverly menyandar ke dinding dekat pintu dan mengusap air mata yang tersisa. Matanya memicing ke arah lantai berlapis kayu keras.

Lamunannya terusik oleh kedatangan sebuah suara dari pintu yang mengarah ke perpustakaan.

"Nona, apakah Anda baik-baik saja?"

Waverly mendongak dan menemukan Felicity berdiri di sampingnya, membawa satu set seprai. Waverly terisak sebelum kemudian tersenyum lemah. "Tidak terlalu baik. Kau tak mungkin kebetulan juga punya kunci pintu ruang di lantai bawah, ‘kan?"

Felicity menjepit seprai di bawah lengannya dan merogoh saku celemeknya. "Setiap pegawai di sini memilikinya."

Waverly terisak sekali lagi dan segera mengusap bawah matanya. "Apa kau bisa mengantarku ke sana?" tanyanya.

Felicity mengenyit sambil menoleh ke arah kedua ujung lorong dengan was-was. "Itu—"

Waverly menggeleng dan melihat suasana muram dari situasi tersebut, Felicity pun paham. Dia menempelkan tangannya yang bebas ke sebagian punggung Waverly dan mendorongnya maju. "Ayo, Nona. Saya akan mengantarkan Anda turun sekaligus mengganti seprai Anda. Sementara Anda bersiap-siap untuk kegiatan malam ini, akan ada salah satu pegawai lainnya yang membawakan Anda sesuatu yang istimewa."

Waverly menyunggingkan senyum canggung dan mengangguk setuju. Dia pun mengikuti Felicity ke ruang bawah tanah.

**

Selama beberapa hari selanjutnya, Waverly selalu terkurung dalam ruangannya, terus menerus menggambar benda-benda di sekitarnya dan pemandangan baru yang terlihat setiap harinya di luar jendelanya. Terkadang dia melukis para pelayan yang keluar masuk ruangan dan bercakap-cakap dengannya.

Meski sudah beberapa hari berlalu sejak terakhir kali dia mendengar kabar dari Sawyer, pria itu menepati perkataannya dan setiap pelayan selalu datang membawa barang baru untuk mengisi ruang kosongnya. Waverly duduk menyamping di sofa, kakinya terangkat cukup tinggi untuk menahan buku sketsa.

Sebuah kotak yang ditinggalkan oleh Sawyer beberapa waktu lalu tergeletak di hadapannya di atas meja kecil. Selagi dia menyelesaikan menggambar detail eksterior kotak tersebut, pintu ruangannya terbuka. Tanpa berpaling sedikit pun, Waverly berbicara.

"Hai Christopher," ujarnya nyaris terdengar mencemooh.

"Kupikir aku sudah cukup mengendap-endap," sahut pria itu. Waverly mendengar suara pintu tertutup dan bisa merasakan keberadaan pria itu di belakangnya, melongok dari atas pundaknya.

"Sepertinya kau mampir ke sini setiap hari," Waverly tertawa pelan. Konsentrasinya masih berpusat pada sketsa di tangannya.

Christopher melirik ke arah lukisan Waverly. "Kau sangat bertalenta. Apa itu pemberian Sawyer?"

Waverly terus menggambar, memusatkan perhatian penuh pada pekerjaannya. "Apa yang kau bawa hari ini?" tanyanya. "Lebih banyak pakaian atau uang? Aku tidak yakin apakah lemari pakaianku akan muat untuk lebih banyak benda lainnya."

Waverly menanti jawaban, tetapi malah merasakan sofa bergerak ketika bantal sofa di sampingnya melesak. Dia pun mengalihkan perhatiannya dari karya seninya dan mendapati Christopher duduk di sampingnya.

"Ya, bisa jadi perhiasan, tetapi sepertinya Sawyer sudah mendahuluiku untuk memberikannya," canda pria itu.

Mata Waverly memicing menyebabkan Christopher merona. "Begini, aku tahu kita sudah banyak mendiskusikan hal ini ..."

"Kata banyak sepertinya terlalu sedikit," kata Waverly. "Sudah setiap hari kita diskusikan ini dari sejak aku makan malam dengan Sawyer."

"Aku hanya ingin memastikan kau tidak berkeberatan untuk melanjutkan hal yang telah kita diskusikan. Kau terlihat tidak yakin mengenai perjanjian kita di kantor."

Waverly paham kalau pria itu mengatakan hal yang benar. Semakin dia mengenal Sawyer, semakin dia merasa terdorong untuk menyelamatkan pria tersebut dan Kawanan Bayangan Merah. Hanya saja setiap kali pria itu membuka diri meski hanya sedikit, dia selalu kembali menarik diri lebih jauh dan dengan hari-hari yang berlalu tanpa interaksi, Waverly menjadi tidak yakin bagaimana hal ini mungkin akan bisa berhasil.

Waverly meletakkan pensil di atas buku sketsanya lalu menutup buku tersebut. "Dan setiap kali aku memberitahumu soal ini, kau selalu mempertanyakan apakah aku tidak yakin."

Christopher menatapnya takjub, wajahnya memerah. "Tidak yakin? Kau tahu jika kau tetap tinggal, kau akan mati, ‘kan?"

"Tidak jika rencana ini berhasil dan kita menghancurkan kutukan tersebut."

Christopher menggeleng dan tertawa.

"Ada apa?" tanya Waverly.

"Kau tahu ... yang lainnya, ketika mereka menemukan alasan mereka dibawa ke sini, mereka segera mengambil tawaran yang diberikan, tetapi kau—kau berbeda."

Waverly mencengkram bukunya, memainkan cincin penjilid buku tersebut. "Banyak yang bilang aku seperti itu." Dia meletakkan buku sketsa di atas meja dan duduk tegak, melipat kedua kaki serta menatap langsung ke arah mata Christopher. "Kupikir hal ini mungkin bisa terjadi. Jika aku dan Sawyer terhubung—"

"Kutukannya tidak bekerja seperti itu ..." Christopher menyela.

Tubuh Waverly terpaku. "Apa maksudmu? Sawyer bilang ..."

"Sawyer hanya mempercayai hal yang dia ingin percayai. Kau juga tahu sama seperti diriku, bahwa dia sangat keras kepala; dia menempatkan setiap gadis di ruangan ini selama lima tahun belakangan tanpa berkomunikasi karena dia sudah kehilangan harapan untuk menemukan pasangannya. Akan tetapi, pasangan bukanlah satu-satunya hal yang dia perlukan. Dia juga perlu menerima masa lalunya, alasan awal mengapa dia mendapatkan kutukan ini, dan untuk membuatnya melakukan hal tersebut ... uh, itu merupakan suatu hal yang tak terbayangkan."

Waverly bisa mendengar detak jantungnya menggema dan merasakannya di setiap jengkal tubuhnya, berdebar di bawah permukaan kulitnya seolah memohon jalan keluar.

"Begini, Waverly ..." kata Christopher, meletakkan tangannya di atas lutut Waverly. "Aku paham ini sulit untuk diterima ... tetapi aku telah mengenal Sawyer sejak kami masih kanak-kanak. Dia adalah seorang Alpha yang hebat, hanya setelah apa yang menimpanya ... kurasa dia tidak akan pernah pulih dari kondisi tersebut. Siapa pun yang tinggal di sini akan mati bersamanya. Akan tetapi, setelah mencoba berkali-kali selama sepuluh tahun belakangan untuk menolongnya ... aku pun kehilangan harapan; kami semua telah kehilangan harapan. Semua yang ada di sini melakukannya karena kesetiaan, tetapi kau tidak; kau harus pergi selagi kau masih bisa melakukannya."

Waverly menunduk memperhatikan tangan pria itu. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan maupun bagaimana cara menanggapi hal ini. Dia ingin bebas, tetapi tanggung jawab adalah sesuatu hal yang sangat dia pegang teguh. Jika dia meninggalkan Sawyer dan kawanannya, itu sama saja dengan dia memvonis mati mereka semua. Namun, jika dia tetap tinggal, siapa yang bisa menjamin bahwa pria itu akan mau menjalankan setiap proses yang dia harus lakukan untuk menyelamatkan kawanannya?

Waverly menyingkirkan tangan Christopher dari kakinya dan menatap balik sorot penuh penantian pria tersebut.

"Aku ingin menemui Sawyer."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 100: Penutup

    Waverly menatap tubuh Christopher yang sudah tak bergerak. Ini sudah berakhir - semuanya. Dia menoleh ke arah Sawyer, yang kini sudah kembali ke bentuk manusia, dan berdiri di dekat Christopher. Dia bernapas terengah-engah sambil memegangi luka di dadanya dengan tangan, sementara tangannya yang lain menutup mata Christopher, kemudian berbisik: "Sampai jumpa lagi."Kemudian, pria itu beranjak mundur dari tubuh tersebut dan menoleh ke arah kawanannya yang menyaksikan adegan itu terjadi. "Baiklah. Semua yang masih sanggup, mari bantu yang terluka untuk masuk ke rumah dan diobati. Kemudian, kita bisa memulainya dari sana."Seluruh kawanan mengangguk di saat bersamaan dan mulai membantu satu sama lain, satu persatu, membawa para individu yang terluka ke dalam ruangan. Waverly menyelipkan lengan di bawah lengan Sawyer dan menggunakan tubuhnya untuk menopang beban tubuh Sawyer, membantu pria itu berjalan kembali ke dalam rumah. Begitu ada di dalam, dia mendudukkan Sawyer ke atas kursi dan

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 99: Akhir dari Segala Akhir

    Waverly menyaksikan saat kawanan tersebut beranjak keluar menuju jalan berkerikil. Mengatakan suasananya menegangkan tidaklah cukup; suasana ini dipenuhi aura permusuhan. Waverly mengamati selagi satu per satu dari mereka bertransformasi dan melompat maju, memulai pertarungan untuk menyelamatkan hidup Sawyer.Samar-samar di latar belakang, Waverly bisa mendengar Christopher berseru kepada kawanannya untuk bersiap dan tak lama kemudian, suara geraman dan tubuh-tubuh dilontarkan ke bangunan rumah terdengar. Waverly menoleh ke kanan dan melihat Katia berada di sampingnya, menyeringai kepadanya dan kemudian menerjang keluar dari pintu, berubah bentuk seketika.Waverly mundur ke dalam rumah. Apa yang akan dia lakukan? Dia tidak bisa bertarung sebagai seorang manusia - dia akan mati. Tetapi, dia juga tidak bisa tinggal diam di sini. Sawyer membutuhkannya; Luna macam apa dia jika tidak melindung Alpha dan kawanannya saat mereka paling membutuhkannya? Dia menarik napas dalam dan memusatkan

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 98: Pertarungan Terakhir

    Waverly merasa seakan-akan bumi terkoyak di bawah kakinya. Pria itu ada di sana, dalam sosok nyata; celah pada giginya terlihat ketika dia menyeringai. "Waverly?" tanya Sawyer bingung. "Apa yang kau lakukan di sini?" Tatapannya mengarah pada luka di pipi dan jejak darah mengering di wajah Waverly, yang membuatnya segera menghampirinya untuk mengecek kondisinya. "Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?"Secara insting, pria itu segera meraba perut Waverly, tetapi Waverly menghentikan pria itu. "Aku baik-baik saja," jawab Waverly. Kemudian mengoreksi diri sendiri. "Kami baik-baik saja."Mata Sawyer membelalak, kemudian dia menatapnya seksama. "Kau - " Waverly mengangguk dan Sawyer memeluknya erat dengan wajah berbinar-binar. "Maaf aku melewatkan momen itu - tetapi, luka-lukamu ... ada apa?"Waverly melirik Christopher yang masih duduk tenang dengan seringai mencemooh. Ekspresi wajah Waverly menjadi kaku. "Aku bertemu dengan temannya.""Teman apa?" Christopher terkekeh, membuat S

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 97: Pengungkapan

    Waverly menutup mata begitu melihat Felicity membuka rahangnya, tetapi berkat ketajaman indranya, dia mampu mendengar semua hal yang terjadi saat Felicity menyelesaikan tugas tersebut. Ketika dia membuka mata kembali, Felicity telah kembali berubah menjadi bentuk manusianya, dan berdiri di atas tubuh sang siren.Tidak lama kemudian, sosok Mia pun berubah kembali dan di depan mereka, alih-alih sesosok siren, yang terbaring hanyalah seorang wanita bermata biru yang sudah tidak bergerak sama sekali. Felicity terpaku dan tangannya gemetar saat dia menatap tubuh tersebut; matanya membelalak dan darah menetes dari mulutnya. "Aku - aku tidak tahu apa yang harus dilakukan ... aku hanya ... bertindak sesuai insting.""Instingmu sangatlah tepat. Bagaimana kau tahu?""Aku - aku tidak tahu. Aku hanya pikir ... dia membuatku sangat kesal."Waverly terkekeh. Dia tidak salah; siren tersebut terlalu banyak bicara.Felicity mengalihkan pandangan pada Waverly dan menatapnya, tercengang. "No

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 96: Pertarungan yang Harus Diselesaikan

    Segalanya terjadi begitu cepat - semuanya tampak kabur ketika Waverly berlari maju, menyerang Mia dengan segala kemarahan dan agresi yang terpendam yang tidak hanya dia rasakan untuk dirinya saja, melainkan juga untuk Sawyer, Pietro, serta Darren. Mereka ada di balik semua ini: kebakaran Tillbury's, kematian Pietro ... Darren.Lengannya berayun di depannya selagi Waverly bergerak untuk memberikan pukulan. Dia tahu, ini tidak akan membunuh wanita itu, tetapi mungkin cukup untuk melukainya agar Waverly bisa mencuri sedikit waktu. Hanya saja, ketika dia berjarak beberapa inci dari targetnya, Mia bergerak ke samping, menyebabkan Waverly nyaris terjungkal."Ayolah, lebih realistis sedikit. Kau, 'kan, baru saja melahirkan. Kau benar-benar pikir kau bisa mengalahkanku sekarang?"Waverly menatapnya dengan tersengal-sengal. Waverly paham bahwa dia hanya punya kemungkinan kecil untuk berhasil, tetapi dia tetap harus mencoba. Bukan untuk dirinya sendiri, ini untuk Sawyer dan putranya. Dia m

  • Kutukan Sang Alpha   Bab 95: Tamu Tak Diundang

    Waverly memeluk bayinya erat di dadanya, sementara bayi tersebut masih tertidur menikmati malam."Kau," katanya penuh keterkejutan. "Kau adalah - "Mia tertawa. "Kau masih mengira bahwa kau sedang berhalusinasi, ya? Yah, biarkan aku membocorkannya untukmu. Kejutan, Cintaku. Aku ada di sini, secara fisik dan nyata.""B-bagaimana ...? Tempat ini terpencil ... Sawyer bilang ...""Sawyer bilang, Sawyer bilang. Dengar, ya," kata Mia sambil berjalan menuju Waverly; hak sepatunya beradu dengan lantai. "Kita perlu melakukan percakapan antar perempuan. Ketergantungan semacam ini pada Sawyer sangat melelahkan. Kau harus menjadi mandiri dan berjuang untuk dirimu sendiri.""Itukah alasannya kau membunuh para pria yang kau sihir?" tanya Waverly, berusaha menunjukkan ketegasan untuk tampak dominan."Tepat sekali," tegas Mia dengan antusias, kemudian menunjuk ke arah Waverly. "Aku senang akhirnya kau mendengar tentangku.""Aku sudah cukup banyak mendengarnya," timpal Waverly sambil meme

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status