Share

Bab 2

Author: Siti
"James... menurutmu, apakah adikku marah padaku, karena sampai sekarang dia belum juga menelepon?"

Zara bersandar di pelukan James dan bertanya dengan berpura-pura lemah.

"Mana mungkin? Dia itu adikmu, lagi pula kamu sedang sakit parah. Ini satu-satunya keinginanmu. Adikmu bukan orang yang nggak masuk akal. Paling-paling nanti kita tinggal beri dia kompensasi lebih."

James menghibur dengan suara lembut.

Zara mengangguk, lalu menarik James dan orang tua kami untuk pergi makan malam dengan riang.

Makan malam hidangan laut yang seharga puluhan juta membuat kedua orang tuaku sangat menyesal menghabiskan uang sebanyak itu.

Namun, Zara merasa semua itu sudah sepantasnya.

Setelah makan malam, aku mengikuti mereka kembali ke hotel.

James menolak godaan Zara yang mengenakan baju tidur seksi, lalu berjalan sendirian ke balkon sambil merokok dengan tatapan kosong. Entah apa yang sedang dia pikirkan.

Aku pun berbalik dan melayang ke kamar orang tuaku. Mereka juga belum tidur, kemungkinan masih menggerutu tentang mahalnya makan malam tadi.

Keduanya duduk di atas ranjang, terus menggeleng dan menghela napas.

Ibuku mengeluarkan ponsel dan mencoba meneleponku, tapi dia mendapati ponselku tidak aktif.

Wajah mereka langsung tampak makin muram.

Bagi mereka, setiap kali ada konflik, cukup kasih hukuman lalu beri hadiah, maka semuanya akan kembali normal.

Selama mereka yang lebih dulu menelepon, itu tandanya aku harus mengalah dan semua masalah dianggap selesai. Begitulah cara mereka selama ini.

Namun, kali ini, tidak akan ada lagi yang mengangkat telepon itu.

"Luke, menurutku Zara itu terlalu boros dan nggak bisa menabung. Saat tua nanti, sepertinya kita harus mengandalkan Katie. Tapi, tadi dia nggak mengangkat telepon kita, apa dia marah sama kita?"

Ibu menatap ayah dengan wajah penuh kekhawatiran.

Ayah mengisap rokok dan mendengus dingin, lalu berkata dengan nada keras.

"Kita yang melahirkannya, kita ini orang tuanya. Lagi pula, kakaknya sedang sakit, sudah sepantasnya dia mengalah. Dia pikir dia siapa, berani-beraninya marah?"

Aku terdiam di sudut ruangan dan menatap mereka tanpa ekspresi, sementara hatiku dipenuhi cemoohan.

Pada saat itu, aku bahkan merasa sedikit bersyukur karena aku telah mati.

Setengah bulan kemudian, mereka pulang ke rumah setelah menyelesaikan bulan madu yang penuh kebahagiaan.

Zara mengenakan baju tidurku, tanpa rasa malu dia merebahkan diri di atas ranjang pernikahan yang seharusnya menjadi milikku. Dia benar-benar seperti nyonya rumah yang sesungguhnya.

James memandangi sekeliling kamar, seolah sedang mencari keberadaanku.

Namun, setelah melihat ke setiap sudut, barulah dia tersadar bahwa rumah ini sama sekali tidak menyisakan jejak keberadaanku.

James berdiri di depan pintu ruang kerja tempat aku biasa menghabiskan waktu, dia terpaku diam.

"James, sekarang aku ini istrimu. Aku nggak mau ada barang milik wanita lain di rumah ini."

Ujar Zara manja sambil menyandarkan lengannya yang putih mulus ke dada James. "Kebetulan sekali, bajuku ada banyak. Bagaimana kalau ruang kerja ini dijadikan ruang ganti pakaian saja?"

Suara manis Zara seperti kail kecil yang mengaduk-aduk hati James, membuatnya merasa gatal dan goyah.

Namun, James tetap menepis tangannya secara halus, menjaga jarak, dan ekspresinya tampak canggung.

"Zara, Katie tetap istriku. Aku hanya melakukan ini untuk memenuhi keinginan terakhirmu saja... Ruang kerja ini, bisakah..."

"Nggak boleh!" Zara langsung memotong ucapannya. Air mata sudah memenuhi matanya. Zara tampak manja, tapi keras kepala. "Aku sekarang istrimu yang sah! Hatimu nggak boleh memikirkan orang lain!"

Akhirnya, James menyerah. Dia menyetujui untuk mengubah ruang kerjaku menjadi ruang ganti pakaian Zara.

"Letakkan yang ini di sana!"

"Buang yang itu!"

"Ini juga buang!"

Di ruang kerja, Zara memberi perintah pada para pekerja untuk membongkar semua barangku satu per satu.

James hanya berdiri di samping dan menyaksikan semuanya dalam diam.

Padahal James jelas-jelas ingat, betapa sering aku mengungkapkan kepadanya bahwa sejak kecil, impian terbesarku adalah memiliki ruang kerja milikku sendiri.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kutukar Hidupku untuk Kalian   Bab 9

    Aku menunduk, menggambar lingkaran di tanah.Hidup ini seperti sebuah lingkaran. Sekarang, semua orang sudah mengucapkan selamat tinggal padaku.Pelan-pelan, anak Eliza pun tumbuh dewasa.Saat mereka menyapaku, pohon keliyun itu pun ikut bergoyang pelan dan mengeluarkan suara gemeresik seolah menjawab.Entah sudah berapa tahun aku meninggal.Jiwaku mulai menjadi transparan.Arah gerakku pun perlahan tidak bisa kukendalikan lagi."Eliza! Eliza, selamat tinggal! Anak kecil, sampai jumpa juga!"Sekarang, waktunya aku mengucapkan selamat tinggal.Aku melambaikan tangan ke arah Eliza.Saat aku hampir menghilang, kulihat Eliza menatapku dengan mata berkaca-kaca, lalu ikut melambaikan tangan."Katie... selamat tinggal!""Di kehidupan berikutnya, mari kita tetap jadi saudari!"Cerita Tambahan: (Sudut Pandang James)Aku mencintai Katie.Namun, cinta ini, kini terasa terlalu ironis.Sebelum pernikahan.Zara datang bersama kedua orang tuanya dan berlutut di sampingku, memohon agar aku bersedia me

  • Kutukar Hidupku untuk Kalian   Bab 8

    Musim semi tiba, alam bersemi kembali.Kuncup-kuncup bunga mulai bermekaran di ranting pohon keliyun itu.Di bawahnya, Eliza sudah datang sejak pagi.Eliza mengenakan gaun putih kesukaanku, dia duduk di atas rumput sambil membawa kue untuk menemaniku.Aku bersandar lembut padanya, memejamkan mata dan merasakan kehadirannya.Tubuh Eliza selalu harum wangi deterjen, bersih dan murni.Eliza seolah merasakan keberadaanku dan mulai berbicara sendiri.Dia bercerita tentang hal-hal tidak menyenangkan dalam hidupnya.Kejadian-kejadian lucu yang dialaminya dan kabar tentang keluargaku.Dari ucapannya, aku tahu bahwa Zara dan Toby telah dipenjara.Anak laki-laki yang dilahirkan Zara diserahkan kepada James untuk diasuh.Namun, setelah tes DNA, ternyata anak itu bukan anak James.Perusahaan James bangkrut, kini hidupnya hancur.Eliza tersenyum, seolah sudah berhasil keluar dari bayang-bayang kehilanganku."E... Eliza, kamu datang sepagi ini."Di belakang, orang tuaku dan James datang terlambat.M

  • Kutukar Hidupku untuk Kalian   Bab 7

    James tidak pernah berani menatap langsung ke tempat kotak abu jenazahku diletakkan.Rumah duka dipenuhi dekorasi kain putih, tapi warna matanya justru memerah.James sangat menyesal, menyesal telah menyetujui keinginan terakhir Zara yang konyol itu.Menyesal karena tidak pernah menghargaiku dan berkali-kali berselingkuh dengan wanita lain.Menyesal karena kami seharusnya bisa menua bersama, tapi kini terpisah selamanya...Seseorang di belakang memakinya, tapi James tidak bereaksi sedikit pun. Baginya, semua makian itu memang benar. Dia memang bajingan.Saat semua sibuk sendiri, di sudut ruangan yang sepi, sosok hitam melintas diam-diam.Dia mengambil kotak abu jenazahku. Hujan masih turun di luar, dan kotakku dia peluk erat-erat.Dia berhati-hati sekali, seolah takut aku kehujanan.Dia adalah Eliza. Belakangan ini dia tampak tidak baik-baik saja, lingkaran hitam besar terlihat jelas di bawah matanya, dan rasa lelah terpancar dari seluruh tubuhnya.Eliza yang dulunya ceria, selalu tert

  • Kutukar Hidupku untuk Kalian   Bab 6

    "James… jangan dengarkan omong kosongnya!""Aku sudah putus dengan Toby! Aku dijebak, semua ini salah paham!"Eliza hanya tertawa dingin. Dia mengeluarkan setumpuk foto tebal dari tasnya.Di dalamnya, ada banyak foto kebersamaan antara Toby dan Zara saat bertemu diam-diam.Termasuk bukti bahwa mereka masih bertemu beberapa waktu lalu."James! James, dengarkan aku dulu!"Zara masih mencoba menjelaskan.Namun, sebuah tamparan keras dari ibuku membuat Zara limbung dan jatuh terduduk di lantai.Hari-hari berikutnya, Zara tidak pernah bisa tenang.Kalung itu sudah Zara sembunyikan dan James terus bersikap dingin padanya.Bahkan saat Zara memasak sendiri untuk memohon maaf, James tetap tidak pulang untuk makan.Polisi memberitahu bahwa di dalam tubuhku ada seorang bayi yang telah terbentuk.Hari itu, jeritan dan tangis James menggema di kantor polisi. Dia meninju lantai hingga berdarah.Orang tuaku menangis hingga hampir pingsan.Orang tuaku juga tidak mau bicara dengan James lagi.Mereka te

  • Kutukar Hidupku untuk Kalian   Bab 5

    James terhuyung lalu jatuh terduduk di lantai.Mulutnya terus bergumam, "Nggak mungkin."Ponselnya terlepas dari tangan dan jatuh ke lantai hingga layarnya retak."Ada apa, James?""Bangunlah!"Ibuku berusaha menarik James berdiri, tapi kata-kata yang keluar dari mulutnya justru membuat ibuku tertegun.Ketika mendengar bahwa aku sudah meninggal, ibuku langsung mengamuk dan mengguncang tubuh James sambil berteriak."Apa yang kamu bicarakan? Apa yang terjadi dengan Katie?""Katie... dia sudah meninggal."Ibuku terdiam mendengarnya.Seluruh anggota keluarga tergesa-gesa naik mobil dan melaju secepat mungkin ke kantor polisi.Sepanjang perjalanan, mereka terus berdoa agar semuanya hanya kesalahan informasi.Di bawah selembar kain putih, terlihat sedikit ujung rambutku yang cokelat keemasan.Tangan James bergetar pelan, matanya memerah saat menarik kain itu dengan hati-hati.Saat itu juga, tubuhku yang telah membusuk perlahan tampak di hadapan mereka."Katie … jangan menakut-nakuti Ibu sepe

  • Kutukar Hidupku untuk Kalian   Bab 4

    James mengangguk sambil tersenyum, menyetujui semua permintaan mereka.Demi menyenangkan Zara, tidak satu pun orang di meja makan menyinggung soal kepergianku.Tiba-tiba, terdengar ketukan cepat dan keras di pintu.Mata James yang semula redup langsung berbinar. Dia bergegas menuju pintu lebih cepat dari siapa pun.James sangat gembira, dia mengira aku akan pulang hari ini dan melupakan semua perselisihan setelah mengetahui bahwa Zara sedang hamil, lalu merayakannya bersama keluarga.Namun, saat pintu terbuka, orang yang berdiri di ambang pintu sama sekali di luar dugaannya.Yang datang adalah sahabatku, Eliza Allen.Eliza berdiri dengan kedua tangan menyilang di depan dada, dia menatap tajam ke arah James dari atas hingga bawah, lalu langsung bertanya tanpa basa-basi, "Di mana Katie?"Aku dan Eliza tumbuh bersama sejak kecil.Hidup Eliza penuh lika-liku, setelah orang tuanya bercerai, ibunya menikah lagi dan Eliza harus tinggal bersama ayahnya yang pemabuk.Lingkungan itu membentuknya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status