Share

PART 06

       Zoelva mengira, tadi pagi itu adalah calling terakhir dia dengan Latifah.  Tetapi kenyataannya, tepat pukul 13.00 WIB, sang bidadari kembali menghubunginya kembali, juga lewat vidcall. Saat itu ia masih berada di ruang kerjannya di gerainya di sebuah Mall di Bekasi. Dia melihat wanita itu duduk di suatu tempat yang banyak orang yang lalu-lalang. Seperti di ruang tunggu sebuah bandara.

       "Assalamualaikum, Dek Zoel. Lagi apa?" Latifah langsung melemparkan senyum yang sama seperti tadi pagi. Seulas senyum khas yang manis tiada tara, menurutnya.

       "Waalaikumsalam, Mbak Ifah. Ini saya lagi di tempat kerja.  Mbak  Ifah sendiri lagi di mana? Sepertinya di sebuah ruang tunggu,  bandara, mungkin?”

      “Iya benar, Dek Zoel, Mbak lagi ruang tunggu bandara Soetta. Mau balik ke Demak,” sahut sang bidadari. Saat itu sang bidadari mengenakan hijab lebar berwarna hijau Suzuki.

      Dasar orang cantik, mau mengenakan hijab warna apa pun, tetaplah cantik, batin Zoelva. “Kok mendadak sekali, Mbak Ifah?”

      “Iya Dek, putrinya Mbak nangis terus, kangen katanya. Makanya Mbak balik duluan, saudara Mbak mungkin besok atau lusa.”

       “Berarti putrinya nggak dekat banget ya dengan bapaknya? Hehehe...”

       “Iya begitulah Dek Zoel. Eh, kok Dek Zoel tau, sih?”

       “Cuma nebak aja sih, Mbak. Hehehe. Oh ya, nanti turunnya di Solo, Jogja, atau Semarang?”

       “Oh begitu? Ikh, sudah guanteng pandai menebak pula, hehehe,” kelakar  Latifah lalu tertawa pelan. Tapi lagi-lagi ia menutup separuh wajahnya dengan hijab yang dikenakannya. “Lewat Semarang, Dik, Bandara Ahmad Yani.”

       “Oh iya. Trus boarding time-nya jam berapa?”

       “Ini sebentar lagi. Ok, Dik Zoel, kita sambung ntar malam lagi, ya? Doakan perjalanan Mbak nyaman dan selamat?” Sekali lagi sang bidadari menyihirnya dengan sebuah senyumannya yang teramat manis.

       “Baiklah, Mbak. Insha Allah, perjalanannya nyaman dan selamat, amin Allahumma amin,” sahut Zoelva sembari tak lupa membalasnya dengan sebuah senyum pula.

        Malam, sekitar pukul 22.00 WIB, seperti janjinya, Latifah kembali menghubungi Zoelva. Masih melalui saluran video call. Saat itu ia masih duduk di ruang tamu rumahnya, karena baru pulang dari gerainya. Begitu wajahnya muncul di layar hape, sang bidadari  langsung mengucapkan salam.

       “Walaikumsalam, Mbah Ifah,” jawab Zoelva. “Mbak Ifah lagi apa? Mbak Ifah seperti di dalam tokoh?”

        Saat itu wanita itu memang sedang mengatur barang-barang dagangan dalam etalase tokonya.

       “Iya, Dek Zoel. Mbak buka toko sembako, juga busana muslim,” sahut Latifah sembari sekali-kali melirik dan tersenyum. “Ini Mbak lagi mengatur barang dagangan kiriman. Tapi sudah mau rampung, kok. Dik Zoel baru pulang kerja, ya?”

       “Oh seperti itu? Iya nih, Mbak. Sebenarnya pulang dari tadi, tapi tadi mampir sebentar di apartemen.”

       “Kalau begitu Dik Zoel mandi, makan, atau apa dululah, satu jam lagi Mbak kontak Dik Zoel, kalau boleh.”

       “Oh, baik, Mbak. Bolehlah, kebetulan malam Minggu, besok saya masuknya setelah zuhur. Ok, Mbak, sampai nanti. Assalamualaikum.”

       “Walaikum salam...”

       Tadi Zoelva sudah makan dengan koleganya di sebuat restoran seafood. Berarti sekarang dia hanya perlu merendam  tubuhnya dengan air hangat di bathtub.

       Sebuah panggilan masuk. “Hm, Tante Liana,” gumamnya.

       “Hai, Tan...?”

       “Hai juga, Sayang?  Zoel lagi di mana?” terdengar suara lembut nan manja dari seorang wanita di seberang.

        “Ini lagi mau mandi, Tan. Baru pulang kerja ,” sahut  Zoelva sembari mencopot pakaiannya untuk diganti dengan mantel mandinya.

         Namanya Liliana, seorang wanita karir, single parent, usia 38 tahun, cantik, mungil tapi memiliki bodi padat berisi, merupakan salah satu teman kencannya Zoelva. Dua kali mereka bertemu dua kali itu pula mereka meraih puncak kenikmatan birahi. Pertama di sebuah kamar hotel seusai keduanya menghadiri sebuah seminar yang diadakan di hotel yang sama. Yang kedua adalah di dalam ruang kerjanya wanita yang memiliki wajah oriental itu sendiri. Jika Zoelva dibanding-bandingkan, siapakah wanita yang permainan paling ia disukai di antara sekian banyak wanita yang pernah dikencaninya? Maka jawabannya adalah Nyonya Hasyima alias Bunda Jesica. Bunda Jesica paling mampu memanjakannya secara maksimal, sejak dari foreplay hingga pada permainan yang sesungguhnya. Sementara Tante Liliana libido dan gairahhnya kelewat tinggi, sehingga maunya cepat dan praktis, dan tak terlalu mengutamakan foreplay. Dalam waktu beberapa menit saja si tante girang itu sudah menjerit keras sembari menancapkan kuku-kukunya di punggungnya sebelum  ambruk di atas tubuhnya. Dia mudah mencapai orgasme dalam variasi dan gaya apa pun.

      “Tante boleh ikut nggak sayang...?” pintanya dengan suaranya yang manja menggoda.

      “Ikut ke mana, Tan? Ke langit biru....?” sahut Zoelva sambil tertawa kecil. “Tante lagi di mana, nih? Kok tumben telepon jam segini? Biasanya jam segini Tante masih di luar?”

       “Iya, hari ini Tante tak terlalu banyak skedulnya. Jadi pulang cepat tadi. Sayang...sekarang sudah di mana...?”

       “Hm. Ini saya sudah di bathtub.”

        Tiba-tiba wanita cantik beranak dua itu mengalihkan panggilan ke panggilan video call.

        Zoelva meletakkan hapenya di atas meja kecil dengan memnghadapkan kamerannya ke bathtub, lalu menerima pengalihan panggilan ke video call itu.

       “Waaw...!” pekik Tante Liliana begitu melihat sang brondong tangguhnya terpampang di layar hapenya. “Bikin tante kepingin saja kamu Say...!”

        “Kepengen apa, Tan...?” goda Zoelva.

       “Kepengen bergabung dalam bathtub itu, Say...,” sahut Tante Liliana sambil melangkah ke arah pintu kamarnya, menutupnya, dan menguncinya. “Tante kalau ingat dadamu yang penuh bulu itu, tante pasti horny, tau?” Ia menyandarkan tubuhnya  ditempat tidurnya.

        Wanita itu sangat cantik dan seksi dengan lingerie putih transparan yang dikenakannya. “Tante sexy nian malam ini,” puji Zoelva.

        “Coba kamu berdiri sebentar, Say...,” goda Tante Liliana sambil menggigit bibit bawahnya dengan mata disayukan.

        Zoelva menanggapinya dengan tertawa dan berkata,  “Janganlah lewat video call, Tante SayangKita sesuaikan saja waktu kita untuk bertemu.”

         “Baiklah, Sayang. Tante sudah sangat kangen, tau...?” sahut Tante Liliana. Di wajahnya tampak sebuah gambaran kekecewaan.

         “Sama, Tante.”

        “Ok, sayang, kamu lanjutkan dulu mandinya, besok Tante hubungi lagi, ya? Bye bye...ummmacch...!!”

        “Terima kasih, Tan. Ok. Bye bye...!”

        “Ukh...dasar tante-tante girang...!!” Zoelva ngedumel sendiri, tertawa kecil sendiri pula.

         Setelah mandi, ia keluar membuka pintu. Ia melihat asisten rumah tangganya, Pak Ujang dan istrinya, Bu Ida, sedang menonton tv di ruang keluarga. “Pak, malam ini saya tidak keluar, itu pintu gerbangnya dikunci saja,” pesannya.

        “Baik, Den...!”

        Tak ada lagi sesuatu yang harus dilakukannya. Maka saatnya ia naik ke atas tempat tidur, lalu berselancar di dunia maya, login ke akun F******k-nya, lalu menelusuri status-status temannya satu persatu. Jika ada status-status yang perlu di-like ia akan memberinya like, namun ia jarang memberi komentar. Dan ia sendiri jarang meng-update status. Status terakhirnya sekitar dua minggu yang lalu. Sangat banyak yang kasih like dan komen, dan ia belum punya cukup waktu untuk membalas komen mereka. Hanya memberinya like pada tiap komen tersebut.

        Saat ia menelusuri status-status temannya itu, ada satu status yang menarik hatinya. Status dari Mbak Latifah dengan caption:   

        “Aku tak punya pilihan selain hanya menunggu!”

       Zoelva mencoba menganalisa isi caption itu sambil membacanya berulang-ulang. Tapi ia pun mengangkat kedua bahunya. “Apa pun tulisan dia, itu semua masalah dia. Lantas mengapa harus berusaha untuk kepo menganalisanya?”

      Zoelva tersenyum dan menggeleng-geleng pelan. Ia malah merasa lucu terhadap pikirannya sendiri.

      Tiba-tiba ada video call masuk. Ternyata dari si pemilik status yang ia coba analisa, Latifah. Ia langsung menerimanya. Ketika wajah sang bidadari muncul dengan jilbab krem yang membingkai wajah cantiknya, sambil tersenyum, Latifah langsung memberinya salam.

       “Walaikumsalam, Mbak Ifah. Sudah selesai nata-natanya?” sahut Zoelva dan membalas senyum sang bidadari dengan sebuah senyuman kecil.

        "Alhamdulillah, sudah, Dik. Ini sudah di tempat tidur, mengantarkan tidur sang bidadari kecilnya mbak,” jawab Latifah sembari mengarahkan kameranya ke samping. Putrinya terlihat sudah terlelap dalam tidurnya.

        “Usianya sudah berapa, Mbak?”

        “Masuk lima tahun, Dek. Baru TK Nol Kecil. Kalau Dik Zoel anaknya berapa...?”

        Zoelva langsung menutup wajahnya dengan bantal, menyembunyikan tawa. “Boro-boro punya anak, Mbak Ifah, bojo aja belum punya. Em...maaf, suami Mbak Ifah lagi ke mana?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status