"Cinta kan tak selalu bisa diraih melalui rayuan, Mbak cantik?! Dulu pada mantan saya, saya langsung mengungkapkan cinta, dan kebetulan juga pada dasarnya juga suka sama saya. Maka jadilah. Setelah saya merasa sudah sangat cocok dengan dia, saya bermaksud melamar dia. Tapi dia selalu ada saja alasan yang dia berikan untuk menghalangi keinginan saya. Ternyata...selama ini saya dibohongi. Di kotanya dia sesungguhnya telah memiliki kekasih, bahkan tunangan. Saya akhirnya sadar, bukan dia yang menghianati saya, tetapi dia yang menghianati kekasihnya itu.” Zoelva lantas tertawa dan menggeleng-geleng. Menertawakan keperihan hatinya. Menertawakan pengalamannya yang sama sekali tak lucu.
"Hm, miris juga ya, Akhi? Mangnya yang mantan terakhir itu pacar Akhi yang keberapa? Maksud Mbak, sebelum dengan dia Akhi pernah punya pacar?”
 
"Assalamualaikum, Mbak Ifah." Zoelva langsung menyapa ketika wajah cantik Latifah muncul di layar handphonenya. “Walaikum salam, Akhi. Akhi sudah sampai Demak?" "Iya nih, Mbak Ifah, ini sudah berada di kamar hotel. Malah sudah mandi juga. Dik Ifah ke mari kira-kira jam berapa ntar?" "Insya Allah, jam sembilan saya sudah tiba di hotel, Akhi." "Ok, saya tunggu ya, Mbk ? Malam itu mereka mengobrol hingga menjelang subuh. Setelah sholat subuh, Zoelva lalu turun ke bawah lobi hotel untuk menanyakan mobil yan
Latifah menoleh kepada Zoelva. "Sama Mas Arief saya belum pernah ke sini, Akhi, baik sebelum menikah maupun setelah menikah," ucapnya. Arief adalah nama suaminya. "Terakhir kali saya ke sini bersama teman-teman, yaitu saat masih di pesantren. Tapi dulu belum sebagus ini, Akhi. Jadi lebih pada acara ziarah makam ulama." "Oh begitu? Hm, tempat ini benar-benar indah dan berkesan, Mbak." "Iya, benar, Akhi. Lebih tepatnya, romantis." Datar saja Latifah mengucapkan kata itu, tanpa terlihat memberi kesan "romantis" pada Zoelva. Mata keduanya kemudian sama-sama menatap kosong ke hamparan lautan. Burung-burung bangau putih yang beterbangan dan bertengger di pucuk-pucuk mangrove tak mengusik perhatian keduanya.
Selanjutnya keduanya menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan keliling di Kota Demak, makan-makan, sebelum memasuki sebuah mall yang paling megah di kota ini untuk belanja-belanja. Zoelva ingin membelikan sesuatu barang untuk menjadi kenangan-kenangan dengan Latifah. Sebenarnya sang bidadari menolak, tetapi ia yang kepengen membelikannya sesuatu barang itu. "Masak saya datang jauh ke kota ini tak membelikan Mbak Ifah apa pun buat kenang-kenangan?" ucap Zoelva. Latifah akhirnya mau untuk dibelikan sebuah barang yang tak perlu diceritakan di sini jenis barangnya. Dia sangat senang sekali. Tak lupa Zoelva pun membelikan Mbak Syarifah buat kenangan-kenangan, yang juga tak perlu diceritakan di sini jenis barangnya. Kata Latifah, saudaranya itu pasti senang menerima
"Usia saya 25 tahun lebih 2 bulan, Pak Bos. "Sudah menikah?" "Belum, Pak Bos." "Kalau pacar atau calon?" "Pacar... sebenarnya punya, Pak Bos...," ada keraguan yang tersirat dari suara dan raut wajah Mirdas. "Kalau sudah punya pacar atau calon, lamar dan nikahilah. Apa yang kautunggu? Biar ada yang mengurusmu. Jangan terus membujang jika sudah mampu secara mental dan fisik," nasihat Zoelva. "Iya sih, Pak Bos. Saya memang sudah setahun yang lalu memikirkan soal itu. Tapi saya masih ragu, apakah..., maaf, saya nanti mampu memenuhi kebutuhan rumah
Setelah pembicaraan dengan Latifah itu, Zoelva pun segera menghubungi Mirdas dan memberitahukan tentang hal itu. "Mirdas masih ingat dengan Ustadzah Latifah?" "Tentu, Pak Bos, saya masih ingat. Kenapa dengan beliau, Pak Bos?" "Nah, yang punya lokasi yang mau dijual itu adalah sepupunya beliau. Kaudatanglah ke tempat beliau, dia akan menunjukkan lokasi itu padamu. Tadi aku sudah memberitahukannya jika kau akan menemui dia. Soal harga yang ditawarkan aku sudah cocok. Terserah kalian nanti penawarannya, itu rejeki kalian.Hanya saja, strategis apa tidak tempatnya, kamu yang putuskan." "Oh, siap, Pak Bos. Sekarang pun saya akan meluncur ke sana," sahut Mirdas. "Bagus. Lebih cepat lebih baik,&rdq
Dan benar, tak berapa lama kemudian, pemilik ruko sudah datang dan memberi salam. "Maaf ni, Pak, mengganggu kesibukannya?" ucap Zoelva, berbasa-basi, ketika pemilik ruko sudah duduk di sofa. “Kenalkan, nama saya Zoelva.” "Oh, gak apa-apa, Pak Zoelva. Saya Pak Yahya,” sahut pemilik ruko sembari menyalami Zoelva. “Saya ingin melihat melihat dulu tempatnya, Pak Yahya?” "Oh, boleh, Pak " Karena Latifah turut serta, dia pun harus menutup dulu tokonya. Mereka berempat meluncur ke lokasi. Sengaja Zoelva bukakan pintu depan mobil buat Latifah, agar duduk sampingnya. 
Dan apakah Zoelva pun pernah terlibat skandal hati atau pun terkena jeratan asmara di dunia maya? Jawabnya: tidak! Kalau tertipu pernah. Iya, tertipu oleh seorang wanita yang relatif muda dan mengaku berstatus janda, padahal ternyata masih bersuami. Tapi untungnya ia belum sempat terjerat jauh oleh rayuan yang penuh kepalsuan. Dia blokir sang penggoda itu. Setelah itu ia menjadi kapok untuk memiliki hubungan yang spesial dengan perempuan yang dikenalnya di dunia maya. "Hm, begitu ya, Akhi?" "Iya dong, cantik," sahut Zoleva, sabar. "Tapi begini, misalnya, saya punya teman spesial di dumay, ya itu wajar-wajar saja, Mbak, karena saya kan seorang lajang, tak ada yang akan keberatan, marah, atau pun cemburu dengan kedekatan itu. Saya masihlah seorang laki-laki normal. Namun demikian, kan sama sekali tak ada pengaruhnya dengan hubungan kita se
Saat menjawab salamnya, suara Latifah terdengar agak parau. Kedua mata indahnya pun kulihat lembab, sayu, dan tak berbinar seperti biasanya, yang menandakan bahwa dia baru saja menangis cukup lama. Wajahnya yang biasanya segar merona bak kembang labu di malam hari, saat itu terlihat muram dan layu. "Ada apa dengan kamu, Mbak?" tanya Zoelva dengan suara rendah dan perasaan was-was. " Apa dia menyakiti Mbak lagi?" Latifah menggeleng-geleng pelan. "Semua akan segera berakhir, Akhi. Dia...," Latifah tak mampu melanjutkan kata-katanya. Ia menutup wajahnya dengan ujung hijab hitamnya. Tak ada suara tangisan yang keluar, hanya kepalanya yang bergerak-gerak,menandakan dia sedang sesenggukan.