Share

Bab 005

last update Last Updated: 2024-11-18 10:22:13

Ketika Kameswara sampai di pintu gerbang perguruan Sangga Buana, keadaanya sudah bersih dan rapi kembali.

Karena sebelumnya dia telah membersihkan luka-luka dan juga pakaiannya di sebuah mata air yang terdapat di lereng gunung.

Dua orang murid berumur belasan tahun yang kebagian berjaga hari itu langsung menghadang Kameswara dengan pandangan merendahkan.

"Tidak ada pendaftaran murid baru sekarang, tunggu satu setengah tahun lagi!" Salah satunya langsung menghardik.

Kameswara cuma kerenyitkan keningnya. Wajahnya agak mendongak karena penjaga itu lebih tinggi badannya. Siapa juga yang mau mendaftar? Dia cuma menjalankan tugas.

"Pulanglah, jangan mengganggu tugasku!" usir yang satunya.

Main usir saja nih murid belagu!

"Aku datang hendak menyampaikan pesan kepada Kakek Ranu Baya," Kameswara juga langsung menjelaskan tujuannya. Dalam hati dia 'ngedumel'.

"Ah, siapa kau, orang penting juga bukan! Berani-beraninya sok kenal sama guru Ranu Baya!"

"Aku cuma menjalankan tugas!"

"Tugas?"

Kedua penjaga terbahak-bahak sambil menuding tepat ke wajah Kameswara.

"Anak bodoh, dari perguruan mana kau berasal? Berasa jadi orang penting yang mendapat tugas! Hei bocah, jangan menghayal terlalu tinggi!"

"Kamu pasti cuma iri, kan. Tidak bisa jadi murid perguruan besar ini?"

Hati Kameswara benar-benar dongkol. Dirinya dianggap tidak penting. Dua orang belagu ini sok merasa hebat.

"Tolong, aku membawa pesan untuk Kakek Ranu Baya!"

"Baik, kalau begitu biar kami yang mengantarkan pesannya, mana sini!" Salah satu penjaga mengulurkan tangannya, tapi telapak tangannya menghadap ke bawah.

Kameswara berpikir sejenak. Mereka berdua sama sekali tidak menganggap dirinya. Apa mungkin akan benar-benar menyampaikan pesan itu? Seketika otaknya berjalan.

"Sebentar!" kata Kameswara sambil tangannya merogoh ke dalam buntelan. Mulutnya tampak menyon-menyon dan kedua matanya menyipit. "Nah, ini dia!"

Selembar kain yang digulung rapi diberikan kepada penjaga yang mengulurkan tangannya.

"Jangan dibuka, pesannya ada di dalam. Beritahukan pesan ini dari Surya Kanta!"

"Kau yang bernama Surya Kanta?"

"Itu pamanku, namaku Kameswara!"

"Baiklah!"

Penjaga ini mengurungkan langkahnya ketika hendak masuk karena dia melihat rombongan kerajaan telah tiba. Dia melemparkan gulungan kain itu entah ke mana.

"Minggir kau, keluarga istana tiba!"

Kameswara didorong hingga jatuh ke samping. Dua penjaga segera menyongsong rombongan. Menyambut dengan menjura takjim di kedua sisi jalan.

Selama beberapa saat mereka terus menjura sampai rombongan keluarga istana benar-benar sudah masuk ke dalam perguruan.

Sementara Kameswara masih tergeletak. Baru bangun setelah keadaan kembali sepi. Dua penjaga berdiri kembali di tempat semula. Mereka tidak menghiraukan Kameswara.

Kira-kira sepeminuman teh, Kameswara menjelepok di tanah. Memandang ke dua penjaga yang terus mengacuhkannya.

"Dasar sombong!" umpat Kameswara dalam hati.

Untung yang diberikan cuma kain lap yang sering dia bawa untuk membersihkan keringat.

Kenapa dia harus menemui murid sombong seperti mereka? Bagaimana dia menyampaikan pesan Surya Kanta?

Tiba-tiba Kameswara tersenyum lebar. Orang baik selalu bernasib mujur!

"Kenapa kau tersenyum, sudah gelo, ya?"

Kameswara menaik-naikkan alisnya sambil tetap tersenyum. Dua penjaga ini mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Segera mereka berbalik.

"Guru Ranu Baya!" sambut mereka sambil menjura.

"Apakah ada tamu yang mencariku?" tanya Ranu Baya.

"Maksud guru keluarga istana?"

"Bukan, mereka hendak menemui Mahaguru!"

"Tidak ada, Guru!"

"Itu siapa?" Ranu Baya menunjuk Kameswara.

Dua penjaga saling pandang sejenak.

"Cuma anak kecil yang tidak penting, mungkin ingin main ke dalam. Tapi sudah kami larang. Eh masih ngeyel!"

"Kakek, aku Kameswara!" teriaknya sambil melambaikan tangan dan senyum lebar.

"Hei, lancang sekali, kau!" hardik si penjaga.

"Oh, rupanya kau, Kameswara. Aku hampir lupa!"

"Aku membawa pesan untuk Kakek!"

Si kakek memandang tajam kepada dua penjaga. Seketika tubuh mereka mengkerut dengan wajah ketakutan.

"Jelaskan, kenapa kalian mengabaikan dia?"

"Dia cuma anak yang tidak penting, iya, kan?" jawab salah satu sambil meyakinkan temannya.

"Tidak penting, katamu!" Wajah Ranu Baya tampak murka. "Perguruan ini mengajarkan untuk saling menghormati sesama. Menghargai siapapun baik yang lebih muda apalagi kepada yang lebih tua!"

Dua penjaga tak bisa berkata-kata lagi. Hatinya dag dig dug. Mereka sudah membayangkan hukuman apa yang akan mereka dapatkan. Di perguruan ini, sekecil apapun kesalahan akan mendapat hukuman.

Ranu Baya melambaikan tangannya kepada Kameswara. Anak ini segera mendekat. Melihat dua penjaga tampak ketakutan, Kameswara lemparkan senyum ejekan.

"Tunjukan pesan itu!"

Kameswara merogoh buntalan, tapi tangan si kakek menahannya.

"Nanti saja di dalam," kata Ranu Baya lalu menoleh ke dua penjaga. "Mendiang Prabu Niskala Wastu Kancana saja tidak pernah merendahkan sesama manusia. Tapi kalian sudah kelewat batas. Aku beri kalian hukuman satu tahun jadi tukang bersih-bersih, mulai dari sekarang!"

Senyum dan kerlingan Kameswara penuh ejekan sebelum dia dibawa masuk Ranu Baya. Dua wajah penjaga ini tampak memelas.

Hukuman yang diterima ternyata lebih berat dari yang mereka bayangkan.

Kalau tahu begini, mereka tidak akan mengabaikan Kameswara. Tiba-tiba saja mereka teringat beberapa bulan yang lalu. Bukankah itu Kameswara yang dulu dihina-hina oleh si Kupra?

***

Wajah Ranu Baya tampak tidak senang setelah membaca isi surat dalam bumbung bambu. Dia menghela napas beberapa kali. Lalu menatap Kameswara.

"Aku lihat ada perubahan padamu!" komentar si kakek atas perubahan tubuh Kameswara.

"Justru itu, sambil menyelam minum air,"

"Maksudmu"?

Kameswara menceritakan tentang dirinya yang bekerja kepada Surya Kanta dan diberi upah berupa sumber daya.

"Aku ingin tahu jenis tulangku sekarang,"

Ranu Baya geleng-geleng pelan sambil membayangkan sosok Surya Kanta. Dalam hatinya dia mengumpat.

Kemudian dia meraba beberapa bagian tulang Kameswara diakhiri dengan alis terangkat.

"Hanya lima purnama, tapi meningkat pesat!" ujar si kakek.

"Bagaimana, Kek?"

"Tulangmu sekarang berjenis Tembaga tingkat tiga,"

Mendengarnya, Kameswara tampak girang. Kerja kerasnya membawa hasil yang cukup memuaskan.

Ranu Baya menjelaskan, untuk meningkatkan jenis tulang dari Jelata ke Tembaga tingkat satu secara normal saja membutuhkan waktu setidaknya satu tahun.

Ini hanya kurang dari setengah tahun saja sudah mencapai tingkat tiga. Pasti anak ini sangat 'Getol'.

"Tapi penerimaan murid baru masih lama,"

"Aku tahu, Kek. Tidak apa-apa, mungkin pada saat mendaftar nanti tulangku sudah jenis perak!" Kameswara begitu yakin dan bersemangat.

Ranu Baya menyukai sifat anak ini. Kemauan yang kuat, dibarengi kerja keras juga. Tentu saja hasilnya lebih dari yang dibayangkan. Dia melihat anak ini cukup langka.

"Kau bisa membaca?" tanya Ranu Baya.

"Bisa, Kek. Gampang itu mah!" Kameswara tersenyum senang.

"Kalau begitu,mari ke ruang pustaka!"

Ranu Baya melangkah keluar dari ruangannya diikuti Kameswara di belakangnya.

Di luar ternyata suasana sudah ramai. Murid-murid tampak berdiri di pinggir mengelilingi lapangan.

Di tengah-tengah lapangan berdiri seseorang yang pernah Kameswara lihat sebelumnya.

Kakek dan anak ini jadi berhenti, ingin tahu apa yang terjadi. Sepertinya akan ada adu tanding. Siapa yang akan bertanding?

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 342

    Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 341

    Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 340

    Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 339

    Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 338

    "Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 337

    Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status