Alex semakin tak berkutik, di luar sana hari masih sangat siang tapi entah apa yang terjadi dengan Luna, wanita itu benar-benar terlihat sudah sangat bergairah.
Mata Alex kemudian mengarah ke dalam tas Luna. Pria itu mencari sesuatu di dalam sana.
“Anda meminum ini?” ucap Alex sangat terkejut ketika melihat ada obat perangsang yang telah terbuka dibungkusnya berada di dalam tas Luna tersebut.
“Kenapa? Apa kau juga benar-benar tidak menginginkanku? Kau lelaki normal bukan? Kenapa semua laki-laki tidak pernah memandangku secara waras? Aku sungguh bisa gila!”
“Ini tidak benar, aku adalah sopir dari Tuan Gio. Aku bekerja untuk menjaga Anda. Seperti itulah pekerjaanku,” ucap Alex dengan nafas yang semakin tersengal karena Luna terus menyerangnya.
“Berhentilah berpikir, tanyakan dirimu apa kau benar-benar tidak menginginkanku?” ucap Luna sambil terus merangkak ke arahnya.
Pria mana yang begitu bodoh hingga tidak merasakan hal menarik dengan melihat tubuh indah di hadapannya ini. Tapi Alex ... dia masih benar-benar bingung setengah mati dengan apa yang harus dilakukannya kali ini.
“Kau mengeras, ayolah ... jangan terlalu keras pada dirimu. Jadi berhentilah membuat batasan denganku! Sesap ini,” ucap Luna sambil menyodorkan dua putik buah kembarnya kepada Alex.
Wajah Alex kini dipenuhi dua benda kenyal itu. Sementara tangan Luna begitu terampil melucuti kemeja putih yang dikenakan oleh Alex dan kedua kakinya kini telah menghimpit pinggang Alex dengan sangat kuat.
“Kau jangan terus-menerus menutup diri, aku sudah sangat lelah menjadi budak dari suamiku sendiri. Aku hanya ingin ada seseorang yang memperlakukanku seperti seorang wanita. Aku tidak peduli siapa itu! Aku hanya ingin dihargai sebagai seorang wanita,” ucap Luna sambil terus melepaskan pakaian Alex.
“Nyonya, tolong hentikan ini. Ini tidak benar!” ucap Alex sambil terus menahan hasratnya yang telah meronta-ronta meminta lanjutan.
Sebagai laki-laki normal, sangat wajar jika Alex pun saat ini hanya ingin menyikat habis tubuh indah di hadapannya. Tapi logika Alex masih bekerja dengan akal sehatnya, dia tidak akan mempermalukan wanita dengan cara seperti itu. Making love adalah sesuatu yang harus dilakukan dari hati bukan dengan dipaksa oleh apapun dan kali ini Alex pun masih mencoba untuk menahan diri karena dia sangat menyadari jika Luna melakukan semua ini hanya karena pelarian dan rasa frustasinya saja terhadap pernikahannya dengan Giolardo.
“Apa yang kau tunggu? Aku sudah menyerahkan tubuhku di hadapanmu. Lihat ini! Kau sudah mendapatkan semuanya dariku, ayo makan aku! Lakukan apapun yang kau mau dariku, aku sudah pasrah di hadapanmu. Apalagi yang kau tunggu?” ucap Luna sambil mulai menurunkan penutup segitiga yang membalut bagian junior purba Alex.
Wanita itu nampak tercengang melihat ukuran besar di sana, tapi dengan sigap Alex segera menutupnya menggunakan kedua telapak tangan.
“Maafkan aku Nyonya, aku hanya bisa melakukannya dengan seseorang yang aku cintai,” ucap Alex sambil mendorong tubuh Luna dan segera bangkit dari ranjang tersebut.
Mendapat penolakan seperti itu dari Alex, Luna terkekeh sambil berlinang air mata.
Perlahan tangisannya terjatuh dan wanita itu pun mulai terisak.
Alex yang duduk dengan memunggungi Luna kemudian menarik selimut, dia memang sudah sangat lama mendambakan Luna. Hampir satu tahun ini bersama dengan wanita itu membuat semua hari-harinya dipenuhi oleh bayangan Luna-sang majikan. Tapi tentu saja, Alex pun tidak akan pernah mengira jika dia akan mendapatkan kejadian seperti ini dari wanita yang sangat dicintainya itu.
“Apa salahku hingga semua pria menolakku? Aku hanya ingin cinta dan aku hanya ingin merasakan diperhatikan. Apa salahku? Apa ada yang kurang dariku?” ucap Luna sambil terus menangis.
Racauan wanita itu justru membuat Alex semakin terganggu. Dia merasa sangat gelisah dan juga merasa menyesal. Rasa bersalah di dalam dirinya kemudian membuatnya membalikkan tubuh kehadapan Luna.
“Aku kira kau berbeda Alex. Aku tahu kau memimpikanku. Kau menatapku dengan cara yang berbeda. Aku tahu kau jatuh cinta padaku, Alex. Tapi kenapa kau tidak melakukan apa-apa?” ucap Luna yang kejujurannya itu justru membuat Alex tersentak kaget. Dia sungguh tidak menyangka jika Luna menyadari perasaannya.
“Sudah kukatakan jika aku tidak peduli siapapun. Aku tahu seorang yang penuh perhatian dan cinta itu hanyalah dari matamu. Hanya kau yang memandangku dengan rasa seperti itu tapi kenapa kau tidak melakukan apa-apa padaku? Aku sudah menyerahkan semuanya di hadapanmu, Alex. Tapi kau pun mengabaikanku,” ucap Luna sambil membuang wajahnya dengan sangat frustasi.
Wanita itu masih duduk tak berbusana di atas ranjang, Alex yang merasa kebohongannya telah diketahui oleh Luna kemudian mengikis tubuh polos Luna tersebut dan menutupnya dengan selimut.
“Nyonya, istirahatlah dulu. Aku rasa ini menjadi hari yang berat untuk Anda. Aku akan mencari makanan setelah itu aku akan kembali lagi. Aku mohon pamit,” ucap Alex sambil berdiri dan segera mengenakan kembali pakaiannya satu per satu hingga rapi.
Alex kemudian benar-benar meninggalkan room tersebut. Dia tidak segera mencari makanan seperti yang dikatakannya kepada Luna, melainkan mencari tempat yang sedikit lebih tenang untuk menumpahkan emosinya.
Lelaki ini runtuh. Pertahanannya hancur seketika saat menyadari jika ternyata Luna pun berharap kepadanya.
Entah dengan cara seperti apa Luna memandangnya saat ini, tapi mengetahui jika Luna telah menyadari perasaannya membuat Alex merasa sangat tak berguna.
“Aku sudah menutupinya selama satu tahun ini, bagaimana bisa Luna menyadarinya? Apa aku tidak profesional?” ucap Alex yang menjadi cemas jika niatnya masuk ke dalam kehidupan Gio untuk membalas dendam tidak akan berjalan sesuai rencana karena masalah perasaannya ini.
Setelah merasa tenang Alex kemudian menelepon seseorang.
“Gio akan keluar kota, ikuti mobilnya dari perusahaan sekarang juga. Aku ingin tahu apa saja yang dilakukannya di sana,” ucap Alex kepada seseorang melalui sambungan telepon.
Pria ini kemudian benar-benar memesan makanan dari bagian resort dan meminta mereka untuk mengantarkannya ke dalam kamar.
“Tuan, jika Anda sendirian ini kartu namaku,” ucap seorang staf resort sambil menyodorkan kartu nama kepadanya.
“Maaf, tapi aku sudah punya pasangan,” sahut Alex sambil membayar bill tagihan makanan yang dipesannya.
Alexkemudian berjalan pergi.
“Kau ini, pria tampan itu datang bersama seorang gadis yang sangat cantik. Aku rasa mereka benar-benar kesini untuk making love. Lihat saja tubuhnya yang terlihat sangat seksi bahkan meski masih berbusana lengkap seperti itu. Pria itu benar-benar pria idaman,” ucap salah seorang staf menegur rekannya yang tadi memberikan kartu nama kepada Alex.
“Kau benar, aku sudah berkhayal. Tidak masalah aku menjadi nomor dua dan tiga bahkan jika dia mencicipiku sekali-kali saja,” ucap staf lainnya menimpali.
Alex bukan tidak mendengar, pria ini sangat jelas mendengar percakapan para staf resort tersebut. Mengetahui jika mereka kagum akan dirinya membuat Alex pun meloloskan lengkungan meninggi di sudut bibirnya yang menandakan rasa bangga dirinya terhadap apa yang baru saja dia dengar tadi.
Sesampainya di room, Alex membuka pintu dan melihat Luna tengah tertidur sangat nyenyak. Wanita itu nampak sangat manis sekali. Hal terbaik dari Luna selalu saja membuat Alex dilanda desiran hebat seperti saat ini.
Sambil menunggu makan malam yang sudah dipesannya, Alex yang mendadak kembali berfantasi liar mengenai tubuh Luna ini kemudian melangkah menuju kamar mandi. Dia tahu dia harus menuntaskan hasratnya sebelum dia terbelenggu lebih lama lagi dan untuk itu dia bersiap untuk bermain solo.
Di bawah guyuran shower dan dengan ditemani siluet bayangan Luna di dibenaknya, Alex pun mulai memanjakan junior purbanya yang sudah menegang sedari tadi itu.
“Tidak, jangan lakukan itu sendirian lagi,” ucap seseorang membuyarkan lamunan dan gerakan nakal Alex dengan seketika.
Pada suatu pagi yang cerah, pelaminan telah disiapkan dengan indah. Luna, wanita cantik dengan senyum yang memikat, mengenakan gaun putih mewahnya dengan hati yang berdebar-debar. Di sampingnya, Alex, pria tampan dengan tatapan penuh cinta, memakai setelan jas hitam yang elegan. Mereka berdua melangkah dengan percaya diri menuju pelaminan yang dihiasi bunga-bunga segar dan sorotan cahaya yang lembut. Luna: (sambil tersenyum bahagia) Akhirnya, kita sampai di titik ini, Alex. Siapa sangka kita akan berakhir di sini, di pelaminan. Alex: (sambil memandang Luna dengan penuh kasih) Ya, Luna. Aku tidak pernah berpikir bahwa kita akan berakhir seperti ini. Tetapi, aku yakin bahwa kita telah melewati banyak rintangan dan menghadapi segala macam cobaan bersama-sama. Luna: (menggenggam erat tangan Alex) Memang, Alex. Perjalanan kita tidak mudah. Awalnya, aku hanya melihatmu sebagai lelaki cadangan, seseorang yang dapat memberiku kenyamanan dan kehangatan saat suamiku tidak ada. Tapi, semua ber
Setelah Luna selesai mengantarkan masakannya ke ruang makan dan menemani Alex makan siang, dia melihat Bibi Victoria tiba-tiba muncul di perusahaan tempatnya bekerja. Luna langsung menghampiri Bibi Victoria dengan senyum lebar di wajahnya."Bibi Victoria! Wah, senang sekali bisa bertemu dengan bibi di sini. Ada apa bibi datang ke perusahaan?""Halo, Luna! Aku sedang berada di kota ini untuk urusan bisnis dan kebetulan harus mengunjungi beberapa perusahaan. Jadi, aku pikir kenapa tidak mampir ke tempat kerjamu sekalian?""Oh, begitu ya. Senang sekali bisa bertemu dengan bibi di sini. Bagaimana kabar bibi? Sudah lama sekali kita tidak bertemu.""Kabar baik, sayang. Kamu terlihat semakin cantik dan ceria seperti biasa. Oh ya, aku mendengar kamu baru saja mengantarkan masakan untuk para karyawan. Itu ide yang bagus! Jadi, apa rencanamu selanjutnya setelah ini?""Terima kasih, bibi. Setelah ini, aku tidak memiliki rencana khusus. Saya pikir saya hanya akan kembali ke kantorku dan melanjutk
Setelah lamarannya diterima dengan sukacita, semangat Alex untuk meraih masa depan yang cerah semakin membara. Ia merasa lebih termotivasi dan bersemangat dalam menjalani setiap harinya. Keesokan paginya, Alex bangun lebih awal dari biasanya dengan semangat yang menyala-nyala.Begitu matahari terbit, Alex sudah siap untuk memulai hari kerjanya di Dellmen Group. Dengan pakaian yang rapi dan energi yang memancar, ia melangkah keluar dari rumahnya dengan keyakinan dan tekad yang kuat. Ia memiliki visi besar dan cita-cita yang ingin diwujudkan.Ketika Alex tiba di kantor, suasana keramaian dan semangat kerja tampak mengisi udara. Ia menyapa rekan-rekan kerjanya dengan ramah dan penuh antusiasme. Bekerja di Dellmen Group adalah bagian dari impian Alex, dan ia bersyukur memiliki kesempatan untuk berkontribusi dalam perusahaan tersebut.Alex menyusuri lorong-lorong kantor, berpapasan dengan rekan kerjanya, dan tiba di meja kerjanya yang penuh dengan tumpukan pekerjaan. Tanpa ragu, ia langsun
Sore itu, sinar matahari perlahan turun menjelang senja, mewarnai langit dengan nuansa oranye yang indah. Di tepi kolam renang yang tenang, Alex dan Luna sedang berenang bersama. Air kolam mengalir dengan riak kecil, menciptakan suasana yang menenangkan. Meskipun berenang bersama, ada sebuah kesepakatan diam-diam di antara mereka: mereka tidak akan membicarakan masalah yang melibatkan Giollardi. Alih-alih, mereka berusaha menjaga keasyikan dan menikmati waktu bersama.Luna melayang di atas permukaan air dengan keanggunan seorang perenang profesional. Air berkejaran di sekelilingnya ketika ia membelahnya dengan gerakan yang lembut. Alex, di sisi lain, mengejar Luna dengan penuh semangat. Ia melompat dari tepi kolam dan mencoba mengejar Luna yang sudah beberapa langkah di depannya."Tunggu aku, Luna!" teriak Alex, sambil berenang dengan cepat mencoba mengejar Luna. "Kau benar-benar cepat!"Luna tersenyum melihat upaya Alex untuk mengejarinya. "Ayo, Alex! Jangan menyerah! Kau bisa mengej
Dengan dukungan Victoria dan lingkungan yang tenang di mansion Alex, Luna merasa lebih aman dan nyaman. Dia bisa fokus pada pemulihannya serta melanjutkan pendidikannya meskipun sedang cuti kuliah.Alex, yang sibuk dengan perkembangan perusahaannya, memutuskan untuk menyewa dua tutor pribadi untuk membantu Luna dalam proses pembelajarannya. Tutor-tutor ini ahli di bidang mereka masing-masing dan siap membantu Luna memperoleh pemahaman yang mendalam dalam mata pelajaran yang ia pelajari.Luna bertemu dengan tutor pertamanya, Sarah, yang merupakan tutor matematika. Sarah adalah seorang pengajar yang sabar dan penuh dedikasi. Ia membantu Luna memahami konsep-konsep matematika yang sebelumnya sulit baginya. Luna merasa senang memiliki seseorang yang bersedia memberikan waktu dan perhatian ekstra untuk membantunya.Tutor kedua, David, adalah seorang tutor bahasa Inggris. David memiliki pengalaman dalam mengajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua. Dia membantu Luna meningkatkan keterampila
Demi kesehatan mental Luna yang semakin memburuk, Alex membuat keputusan penting untuk mengajukan cuti kuliah bagi Luna. Dia menyadari bahwa perlu ada waktu dan ruang yang cukup bagi Luna untuk pulih dan mendapatkan dukungan yang dibutuhkannya.Alex segera menghubungi sekretarisnya, Kim, untuk mengurus proses pengajuan cuti kuliah Luna. Kim dengan sigap mengurus semua administrasi yang dibutuhkan, berkomunikasi dengan pihak kampus, dan memastikan bahwa Luna mendapatkan cuti yang diperlukan.Sementara itu, Alex merencanakan langkah selanjutnya untuk membantu Luna dalam proses pemulihannya. Dia memutuskan untuk membawa Luna ke mansionnya di luar kota, tempat yang tenang dan terisolasi dari sorotan media dan kehidupan sehari-hari yang penuh tekanan.Ketika Luna tiba di mansion, dia disambut oleh pemandangan yang menakjubkan. Mansion itu dikelilingi oleh kebun yang indah, dengan pemandangan pegunungan yang menghijau di kejauhan. Alex telah mempersiapkan segala sesuatu dengan penuh perhati
Alex kemudian meraih ponselnya dan segera menghubungi Luna."Kau ini sudah seperti pejabat saja ya! Susah sekali untuk aku hubungi!" cecar Luna dari seberang telepon.Alex menjauhkan ponselnya karena telinganya terasa sangat sakit akibat suara lantang Luna tersebut."Apa yang kau tertawakan?" tanya Alex kepada sang asisten yang tengah tersenyum memandangnya.Kim pun segera menundukkan wajahnya, tak berani lagi memandangi Alex."Baik Nyonya, aku akan segera menjemput Anda," ucap Alex.Diseberang sana, Luna segera memutuskan sambungan teleponnya."Hufht!" Alex menghembuskan napasnya dengan kasar setelah menyadari jika Luna sangat marah karena dia terlambat menjemputnya."Kim, selesaikan semua urusan perusahaan dan jangan lupa untuk menjadwalkan meeting kita dengan Giolardi!" Alex mengatakannya sambil menyambar kunci yang tergeletak di hadapannya. Pria itu kemudian bergegas pergi.Kim kemudian tersenyum sambil memandangi Alex yang sudah pergi menjauh. "Rumah ini akan segera hangat jika T
Pagi yang cerah menyambut Alex, ia duduk santai di teras megah mansion-nya. Cahaya matahari yang hangat menyinari wajahnya saat ia memandangi kebun yang indah dan megah di sekelilingnya. Namun, di balik kedamaian dan keindahan itu, ada satu pikiran yang terus menghantuinya - bagaimana cara untuk menguasai aset Giolardi.Alex merenung sangat dalam. "Aku harus menemukan cara untuk mendapatkan kendali penuh atas aset Giolardi. Itu adalah kesempatan besar yang tidak boleh kulewatkan."Sementara Alex memikirkan rencana balas dendamnya, suara langkah kaki datang mendekat dari belakang.Victoria memasuki teras. "Pagi, Alex. Apa yang sedang kau pikirkan? Kau terlihat begitu serius."Alex tersenyum tipis. "Pagi, Victoria. Aku sedang memikirkan strategi baru untuk menguasai aset Giolardi. Aku yakin ada celah di mana aku bisa masuk dan mengambil alih semuanya."Victoria begitu terkejut. "Mengambil alih? Tapi itu adalah perusahaan besar dengan banyak cabang di seluruh dunia. Bagaimana mungkin ka
Luna baru saja turun dari taksi ketika langkahnya terhenti oleh seseorang yang memanggil namanya dengan sangat lantang dari arah trotoar jalan sebelah kiri. "Akhirnya aku bisa puas mengetahui dan melihatmu berada di sini.Bagaimana rasanya tanpa sopir pribadi tanpa kehidupan yang mewah dan juga tanpa suplai dari suamiku yang kau rebut dengan cara yang rendah!" Susan mengatakannya dengan berapi-api. Luna yang baru menyadari jika si pemanggil itu ternyata adalah istri sah Gio pun hanya bisa tersenyum kecut mendengarkan semua ocehan wanita itu yang bisa dengan sangat jelas didengar oleh mahasiswa lain rekan-rekan di kampusnya yang berlalu lalang saat ini. "Aku rasa kita tidak punya urusan apapun Susan. Berhenti mengganggu dan mengusik hidupku karena sekarang Itu bukan lagi urusanku," ujar Luna sambil mencebik dan kembali melangkah meninggalkan Susan. Luna mengira jika Susan akan berhenti di sana, tapi ternyata perkiraannya itu meleset. Susan justru mempercepat langkahnya lalu menarik l