Citra yang sudah menunggu Mey di depan ruang ganti langsung menarik Mey menuju ke toilete. Untung saja Rey masih harus bertemu kolega bisnisnya, jadi Mey meminta untuk kembali ke ruang ganti lebih dulu, kebetulan pak Dev sudah menunggu Mey di sana.
"Aku butuh penjelasan darimu Mey." kata Citra setelah memastikan tidak ada orang lain selain mereka di toilet itu.
"Aduhhh aku juga gak tau Cit." kata Mey, ia terduduk lesu di hadapan Citra.
"Oh Tuhan, kamu tadi berangkat bareng aku Mey tapi kenapa tiba-tiba sekarang kamu..." Citra menunjuk ke arah gaun pengantin Mey.
"Oke, tadi aku di panggil Pak Dev, terus tiba-tiba kata dia calon istri Pak Rey menghilang dan dia minta aku gantiin si Silvia itu untuk nikah sama Pak Rey." kata Mey menjelaskan.
"Lalu kamu setuju begitu saja?" tanya Citra.
"Yah aku tolak lah." jawab Mey.
"Terus ini?" kembali Citra menunjuk gaun pengantin Mey.
"Mereka ngancem bakal pecat aku kalau nolak Cit." Mey terlihat frustasi.
"Haaa? tapi kamu gak perlu sampe ngorbanin masa depan kamu dong Mey?" ucap Citra sama frustasinya.
"Kamu kan tau aku kemaren baru ngambil rumah, adik aku juga butuh biaya sekolah, ayah bundaku juga usaha kuenya lagi seret. Mana bisa aku kehilangan pekerjaan yang sulit di dapatkan ini." kata Mey menjelaskan alasannya.
"What? bentar deh, bentar. Ayah bunda?"
Citra tiba-tiba teringat sesuatu, pernikahan adalah acara sakral untuk menyatukan dua insan yang saling mencintai, bukan hanya pasangan saja yang akan di satukan tapi juga kedua keluarga. Seharusnya acara ini juga di hadiri oleh kedua belah pihak keluarga mempelai. Citra dan Mey baru sadar, di acara pernikahan dadakan itu orang tua Mey tidak turut hadir disini.
"Ohh tidak, mampus aku Cit. Ayah bunda pasti ngamuk sekarang." teriak Mey panik.
"Tenang dulu tenang, mereka pasti belum tau sekarang kan? Ayo kita pikir alasan." kata Citra menenangkan.
Mey kemudian teringat bahwa Rey adalah salah satu keluarga konglomerat di negeri ini, ayah dan ibu Rey adalah pemilik perusahan Global group, perusahaan dimana Rey yang menjadi presdirnya. Bahkan di dalam aula pernikahan tadi jelas ada banyak wartawan dan juga reporter stasiun TV.
"Uwaaaaa.." teriak Mey sambil memegang kepalanya.
"Kenapa Mey?" tanya Citra.
"Acara ini pasti masuk koran dan berita!" teriak Mey panik, Citra yang baru sadar langsung ikut terduduk lemas.
"Sudahlah, selamat menghadapi kenyataan ini yah Mey." kata Citra sambil menepuk-nepuk pundak Mey, Mey kini terdiam dan pasrah dengan keadaan.
Saat Mey kembali ke ruang ganti, ternyata Rey sudah ada disana.
"Dari mana saja kamu?" tanya Rey dingin.
"Ahh aku tadi dari toilet." jawab Mey. Rey langsung menunjuk ke arah toilet yang ada di dalam ruangan.
"Sepertinya aku lupa kalau ada toilet didalam ruang ganti." kata Mey tertawa.
"Pak Dev sedang keluar, sebentar lagi dia akan menyiapkan kontrak pernikahan kita. Jangan kemana-mana dan tunggu sampai dia datang." ucap Rey cuek.
"Pak Rey, bisakah kita membahas kontrak ini besok? pinta Mey.
Mendengar itu Rey langsung bangkit dan berjalan mendekati Mey, Mey yang takut langsung melangkah mundur. Rey terus maju hingga tubuh Mey tersandar di dinding, Rey mendekatkan wajahnya seakan ingin kembali mengulang adegan ciuman di altar. Mey memejamkan matanya penuh ketakutan, napasnya tertahan, tapi ternyata Rey hanya berbisik padanya.
"Apa kamu mencoba untuk kabur dariku sekarang? Aku katakan bahwa kamu tidak akan pernah bisa lepas begitu saja dari pernikahan ini." ucap Rey dan langsung menjauh dari tubuh Mey.
Mey menghela napas saat Rey menjauhinya.
"Bukan begitu Pak, aku hanya ingin pulang kerumah. Apa Pak Rey tau kalau orang tuaku tidak hadir di hari pernikahanku ini? Mereka pasti sangat marah padaku jika tau anaknya menikah tanpa sepengetahuan mereka." jawab Mey sedih.
Rey terdiam, lalu dia segera mengambil jas miliknya.
"Benar juga, harusnya aku menyapa ayah dan ibu mertuaku sekarang." kata Rey, Mey langsung tercengang mendengar Rey menyebut kedua orang tuanya sebagai mertuanya.
"Bukankah Pak Rey bilang ini hanya pernikahan kontrak? Jadi bapak tidak perlu menemui orang tuaku, biar aku yang akan menjelaskan semuanya pada mereka." ucap Mey tidak setuju Rey ikut bersamanya.
"Benar ini adalah pernikahan atas dasar Kontrak, tapi aku kan tidak pernah mengatakan untuk tidak melakukannya dengan serius." jawab Rey santai.
"Cepatlah, bukankah malam ini adalah malam pertama kita?" tanya Rey dengan tatapan bak serigala yang sedang melihat mangsanya. Mey langsung merasa jijik melihat tatapannya itu, sementara Rey tertawa melihat wajah Mey. sebenarnya ia hanya ingin menggoda Mey saja.
Setelah Mey berganti pakaian, Rey langsung mengajak Mey untuk kerumah orang tuanya. Mey sangat gelisah selama di dalam mobil, dia tau pasti kalau orang tuanya saat ini mungkin akan sangat marah padanya. Saat tiba dirumah, ia meminta kepada Rey untuk membiarkannya masuk terlebih dahulu dan Rey mengizinkannya.
Saat akan membuka pintu, Mey sudah berkeringat dingin duluan membayangkan ayah dan bunda yang akan memarahinya habis-habisan, tapi seperti kata Citra ia harus menerima kenyataan ini apapun resikonya. Dengan keberanian penuh, Mey masuk ke dalam rumah. Benar saja, Bunda Dela menatap penuh amarah ketika dilihatnya Mey yang baru saja masuk kedalam rumah sebelum akhirnya bunda langsung memukuli Mey dengan kemoceng.
"Dasar anak nakal, bisa-bisanya Bunda tau kamu menikah dari berita di TV, apa kamu tidak lagi menganggap ayah dan bunda sebagai orang tuamu?" teriak bunda Dela sangat marah.
"Aampun Bunda, Biar Mey jelaskan dulu yah." ucap Mey memohon.
"Tidak perlu, sini kamu." teriak bunda, Mey berlari berusaha menghindari kejaran bunda sampai ayahnya pak Anjas Justru menangkapnya dan langsung menjewer telinganya.
"Apa kamu tidak ingin Ayah dampingi saat menikah Mey?" tanya pak Anjas tak kalah marahnya.
"Bukan begitu Ayah.." tanpa mereka sadari Rey sudah berdiri di depan pintu yang terbuka dan melihat pertengkaran mereka, bagi Rey suasana ini benar-benar terasa Akward.
Mey yang melihat Rey terpaku di depan pintu langsung menyapanya.
"Pak Rey! Aah maksudku suamiku silahkan masuk." sapa Mey mencoba mencari perlindungan dari Rey, bu Dela dan Pak Anjas langsung terdiam, mereka sontak langsung melepaskan Mey.
"Ayo masuk Sayang.." ucap Mey menyuruh Rey untuk masuk, Rey mengernyitkan dahinya mendengar Mey memanggilnya layaknya seorang sepasang kekasih sungguhan.
"Selamat sore Ayah dan Ibu mertua." sapaan Rey terdengar dingin dan penuh kecanggungan.
Pak Anjas dan bu Dela yang semula marah kepada Mey langsung mempersilahkan Rey untuk masuk, sampai di dalam mereka bahkan menyuguhkan kue buatan mereka kepada Rey, Mey sampai bingung melihat perubahan drastis sikap ayah dan bundanya.
"Jadi bisakah di jelaskan alasan pernikahan kalian yang mendadak ini?" tanya pak Anjas.
"Lalu siapa Silvia yang disebutkan wartawan sebagai wanita yang harusnya kamu nikahi nak Rey? dan kenapa bisa Mey yang menggantikan wanita itu? lalu kenapa kalian menikah tanpa sepengetahuan kami?" tanya bu Dela penuh keseriusan, tatapan tajamnya menusuk hingga ke jantung Rey.
Mey dan Rey saling tatap seakan saling memberi kode untuk menjawab, Mey bahkan mempersilahkan Rey untuk menjawab semua pertanyaan itu. Rey kini terdiam sesaat, tatapan pak Anjas dan bu Dela yang seakan tidak sabar menunggu jawaban membuat Rey sedikit tertekan dan tidak nyaman. Sementara Mey sempat berbisik pada Rey.
"Bukankah pak Rey ingin menyapa ayah dan ibu mertua? Silahkan dijawab yah Pak." kata Mey dengan senyuman mengejek. Rey jadi teringat dengan ucapannya sebelum datang ke sini, sepertinya Rey tau kalau Mey sedang membalas dirinya yang sudah mengerjainya saat prosesi ciuman di altar tadi.
Mey tercengang dengan kemampuan Rey memanipulasi jawabannya di hadapan ayah dan ibunya, dengan cepat mereka mengerti dengan keadaan yang menyebabkan pernikahan dadakan itu. Rey mengatakan bahwa awalnya dia di jodohkan oleh Silvia, tapi karena rasa cintanya pada Mey membuatnya berani berbuat nekat untuk menghadirkan Mey sebagai mempelai wanitanya di acara pernikahannya sendiri agar orang tua Rey tidak bisa berbuat apa-apa di depan awak media dan akhirnya terpaksa membiarkan Rey menikahi wanita yang di cintainya yaitu Mey. Ia juga mengatakan bahwa dirinya tidak ingin melibatkan orang tua Mey dalam masalah percintaan mereka, Mey hanya geleng-geleng kepala mendengar semua kebohongan Rey. "Bunda sempat berpikir kalau Mey tidak akan mudah mendapatkan pasangan karena Mey yang terlalu pemilih." ucap bu Dela tiba-tiba. Rey tertawa mendengar ucapan bundanya Mey, ia bahkan melirik Mey dengan tatapan mengejek. "B
Rey baru saja selesai mandi saat di lihatnya Mey yang kini tertidur, ia hendak membangunkannya tapi di urungkannya niat itu. Tiba-tiba ide jahil Rey melintas di pikirannya, Rey tersenyum jahat kepada Mey. Saat Mey terbangun dilihatnya Rey yang sudah sibuk di depan laptopnya, saat akan bersiap untuk mandi Rey menyuruhnya untuk pergi membelikannya segelas kopi di cafe yang ada di depan hotel. "Tidak bisakah aku membelikannya setelah mandi? lagi pula di sini juga disediakan kopi instan kemasan." kata Mey mencoba menolak. "Ahh, saat ini kepalaku terasa sakit sekretaris Mey, aku harus minum segelas kopi untuk bisa menyelesaikan pekerjaan ini segera dan lagi aku tidak biasa minum kopi instan." ucap Rey, mendengar Rey menyebutkan kata sekretaris akhinya dengan berat hati ia melakukan apa yang di perintahkan oleh presdir perusahaan yang saat ini telah menjadi suaminya itu. "Baik Pak Pres
Mey sedang membereskan pakaiannya saat Rey kembali ke kamar hotel, Rey tidak berbicara apapun pada Mey begitu pula sebaliknya. Rey hanya meletakkan surat perjanjian kontrak pernikahan di tempat tidur, Mey tidak peduli dan hanya sibuk mengemasi pakaiannya. "Bacalah, jika ada yang ingin kamu tambahkan katakan saja." kata Rey datar dan mulai membuka permbicaraan. "Aku tidak akan melanjutkan pernikahan ini." ucap Mey sama datarnya. Rey terdiam dan menarik napas dalam. "Bukankah sudah ku bilang kamu tidak akan pernah bisa lari dari pernikahan ini?" kata Rey, ada emosi yang tertahan di balik suaranya itu. "Aku bahkan belum menandatangani kontraknya. Jadi aku berhak untuk mundur sekarang." jawab Mey hendak pergi meninggalkan Rey. Rey langsung be
Rey melajukan mobilnya, ia bergegas menuju kerumah Mey untuk memintanya ikut bersamanya. Namun saat tiba dirumah Mey, ternyata Mey tidak ada di sana. Kehadiran Rey justru membuat bu Dela bingung dan bertanya-tanya. "Ada apa Nak Rey? Loh, Meynya mana?" tanya Bunda Dela dengan tatapan menyelidik, ia terlihat celingukan mencari keberadaan putrinya. Rey terdiam, ia benar-benar kaget mengetahui kalau Mey tidak pulang kerumahnya. "Pergi kemana dia?" batin Rey. "Nak Rey?" panggil bu Dela membuyarkan lamunan Rey. "Ahh, saya di suruh Mey untuk mengambil..." Rey memutar otak memikirkan alasan, karena tidak mungkin ia mengatakan bahwa mereka sedang bertengkar. "Ohh, ada yang ketinggalan? Ayok masuk Nak Rey kekamar." ajak bu Dela. Rey yang belum mendapat alasan yang tepat akh
Rey tiba di rumahnya, ia langsung di sambut tatapan tajam nyonya Serly dan tuan Will. Rey berusaha mengabaikan tatapan tajam itu, namun semakin di abaikannya semakin risih saja Rey di buatnya. Kemanapun Rey melangkah tatapan itu mengikuti dan mengintimidasinya. "Mami, Papi, jangan tatap aku seperti penjahat begitu dong." protes Rey tidak tahan lagi. Mami mendekatinya "Dimana menantu Mami?" tanya nyonya Serly dengan tatapan kesal, Rey menghelas napas. "Besok aku jemput dia, Mami tenang saja." "Ehemm, jangan coba-coba berbohong kepada kami Rey." kata tuan Will dengan suara datar. "Iya, Rey tidak bohong." Saat mereka sedang serius berbicara, sepupu Rey Exel muncul dari arah pintu depan. "Halo Tante." sapanya dengan senyuman lebar, ia
Mey menatap penuh selidik, ia terpaksa mendorong Rey dengan sedikit kekuatannya hingga Rey pun terdorong dan pintu kamarnya terbuka. Mey menutup mulutnya dengan tangan saking terkejutnya, ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa kamar Pak Rey.." Mey tidak melanjutkan kalimatnya, Rey hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan wajah yang memerah padam. Mey melangkah masuk, sejujurnya ia bingung harus senang atau justru merasa heran. Kamar Rey terlihat layaknya kamar pengantin pada umumnya, hiasan vas bunga berisi mawar merah segar, ditambah helai demi helai bunga mawar terhampar di atas kasur. Dimeja terdapat lilin aroma terapi menenangkan dengan aroma yang sama yaitu mawar. Rey terlihat kebingungan sama seperti dirinya, Mey tahu ini pasti bukan perbuatan Rey. "Kamu tidak akan berpikir aku yang menyiapkan semua ini kan?" tanya Rey berusaha me
Rey tersedak mendengar ucapan maminya, suasana dimeja makan pagi itu sedikit canggung. Mey hanya bisa diam terpaku, sementara Exel terlihat mencoba menahan tawanya. "Aku sibuk banget di kantor Mi, mana ada waktu untuk hal yang seperti itu." tolak Rey sedikit kesal. "Loh, memangnya kenapa? Lagi pula mulai hari ini ada Exel yang akan membantu pekerjaanmu dikantor." kata nyonya Serly tidak mau kalah. "Yah, kamu boleh pergi untuk berbulan madu dengan Mey. Aku akan membantumu menyelesaikan pekerjaanmu Rey dan soal rapat hari ini biar aku yang mengurusnya." sambung Exel, yang justru dibalas tatapan tajam oleh Rey. "Sepertinya tidak perlu seperti itu Mi, Mey mengerti dengan kesibukkan Rey." ucap Mey berusaha memberi dukungan pada suaminya. "Tidak sayang, mami sudah mendiskusikan hal ini dengan papi semalam. Papi juga sudah me
"Kenapa kau tidak mengenalkan aku pada istrimu itu Rey?" tanya pria itu. "Dia tidak perlu mengenalmu Jo." kata Rey dingin. "Hahaha. Sepertinya kau takut aku akan mengatakan banyak hal padanya." Pria bernama Jo itu tertawa, sementara Rey hanya terdiam dan berusaha mengendalikan emosinya yang hampir meledak. "Sebaiknya kau pergi dari sini!" ucap Rey dan langsung melangkah pergi meninggalkan Jo. Jo berbalik dan menatap punggung Rey dengan senyum kecil yang tergambar di wajahnya. Ia bahkan terus memandangi Rey hingga bayangan Rey hilang di balik pintu villa. Rey segera menutup pintu sesaat setelah ia masuk ke dalam villa, namun ia masih terdiam di balik pintu. Wajahnya yang tadinya pucat, kini berubah merah padam penuh amarah. "Apa Pak Rey baik-baik saja?" tanya Mey yang tiba-tiba muncul dari ar