Aku seperti dibawa terbang ke sebuah pulau tak berpenghuni dan ditinggalkan di tempat gelap, suram, pengap, tak berpenghuni, sayapku patah dan akhirnya tak bisa kembali.
Aku hanya melihat keadaan sekeliling yang begitu perlahan terasa luas, tapi aku tak ada jalan pulang di sana. Aku sedang berada di sebuah lembah tak ada penghuni, hanya aku seorang dan aku tak bisa kembali. Aku hanya menatap ke atas sambil berpikir bagaimana caranya untuk kembali.
Tapi aku terjebak di sini. Dalam sini.
💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰
Aku terbangun dengan air mata penuh. Bahkan dalam mimpiku aku bisa menangis, dengan tenggorokan yang terasa mencekik leherku. Mencoba menyibak tirai jendela kamar, dan hanya tersenyum pahit.
Aku tersenyum pedih, dan air mata itu tak bisa kubendung lagi. Lagi-lagi dalam mimpi yang sama, aku terjebak, terjebak dalam lembah itu, setelah lima tahun aku tak pernah menemukan jalan pulang.
"Ayo Anna. Harus berapa lama lagi kamu seperti ini?" Aku mencoba menyemangati diri sendiri, dan berbalik ke arah tempat tidur, aku menggeleng dan masuk ke kamar mandi untuk menuntaskan kebutuhan di kamar mandi.
Bahkan dalam keadaan seperti ini masih merasa kekosongan dan sebuah lembah itu membawa luka yang begitu banyak. Tanpa sadar air mataku memanas, pipiku terasa basah, aku mencoba tersenyum di depan cermin tapi rasanya perih dan mencekik. Aku menggeleng dan menghalau perasaan sial ini, tapi tak bisa kutepis, ini adalah yang kurasakan setiap bangun tidur, dalam keadaan terjebak dengan luka yang tidak akan mengering sama sekali.
Aku menanggalkan semua pakaianku dan berjalan menuju guyuran shower dan menangis sambil mandi. 5 tahun, harusnya cukup untuk meratapi semua nasib ini, Nyatanya menjadi rutinitas yang selalu kulalui dengan tangisan. Lima tahun tidak cukup buatku untuk menutup semua luka ini, lima tahun aku terus terjebak.
"Danish sialan! Kau membuat hidupku seperti neraka!"
Aku berteriak sambil terduduk sambil memeluk lututku sendiri, menelungkupkan kepalaku di antara lutut dan menangis sampai semua kulitku keriput dan bahkan tertidur di sana seperti orang gila. Tidak ada yang mengerti apa yang aku rasakan, aku bisa menutupi semua luka itu dengan bertingkah bahagia dan baik-baik saja walau nyatanya aku hancur.
💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰
Aku menyeduh teh dan makan biskuit untuk mengisi energi masuk pekerjaan hari ini.
Melihat pergerakan jarum jam yang melingkar di tangan kanan dengan cicin biru safir yang melingkar di jari tengah, aku sudah siap untuk kerja hari ini. Inilah rutinitas yang kulakukan. Kerja, kerja, dan kerja. Aku berusaha menyibukkan diri agar tak berlarut dengan masalah walau di rumah aku pasti terpuruk. Tapi aku terus menjalani hidupku senormal mungkin walau hidupku tak bisa normal seperti orang lain.
Aku mengangkat tas armani berwarna hitam sebelum memasukan dalam mobil berwarna hitam yang baru saja selesai dicicil sebulan yang lalu. Rumah juga masih proses menyicil, aku menyicil pelan barang-barang yang kupunya dan mencoba menikmati hidup.
Lagu Halo Beyonce menyapa telingaku saat memutar radio.
I swore I'd never fall again
But this don't even feel like falling
Gravity can't forget
To pull me back to the ground again
Feels like I've been awakened
Every rule I had you break it
The risk that I'm taking
I'm never gonna shut you out
Aku tersenyum saat lagu itu seolah mengejek diriku. Aku hanya wanita lemah yang rapuh karena tak bisa move on hingga sekarang. Aku hanya wanita naif yang tak bisa berbuat apa-apa.
Aku menancapkan gas dan berusaha mengenyahkan semua pikiran itu, nyatanya terasa semakin menghantuiku. Aku menarik napas panjang dan menunduk menyeka bulir air mata kurang ajar yang datang tanpa diundang.
Aku tak mungkin selamanya seperti ini bukan?
💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰
Berusaha menyibukkan dengan kata-kata yang kurangkai hingga menarik banyak pelanggan hingga bisa membeli produk tersebut. Aku adalah seorang copywriter.
Aku adalah orang di balik layar bagaimana sebuah produk dan jasa dipromosikan dengan baik. Pekerjaan ini sangat cocok untukku yang sedang patah hati dan butuh banyak hal yang bisa kutuangkan. Bahkan sudah setua ini aku masih menulis diary, rutinitas sebelum tidur. Jika sedang mood aku bisa menulis hingga 3 lembar, berawal dari sana aku bisa merangkai kata-kata dan akhirnya menjadi seorang copywriter yang merangkai kata untuk mempromosikan sebuah produk.
"Pagi, Bu Anna. Dilaporkan malam ini, akan ada acara reuni sekolah Bakti Negri. Mungkin Ibu bersedia ikut?" Aku langsung berhenti mengetik dan menatap layar monitor diam.
"Nggak dulu, Nora. Aku sibuk."
"Gaya lu. Bilang aja nggak bisa move on. Nggak gitu cara mainnya, buktikan ke sang mantan kalau sudah move on, sudah jaya."
Nora adalah teman sekolahku dan tahu kisah apa yang terjadi dalam hidupku. Aku mengangkat wajahku dan Nora mengangguk meyakinkan walau aku sendiri tak yakin dengan diriku sendiri.
"Nggak papa. Tak mati, kamu harus menghadapi ini. Anna adalah seorang wanita tegar yang tidak bisa ditindas laki-laki seenaknya. Kamu dandan cantik-cantik malam ini, dan tunjukkan semuanya. Pergi sama aku aja nanti, hotel Bintang malam ini jam 7. Anggap aja seperti prom night saat kita masih sekolah dulu."
Aku hanya mampu menunduk karena aku benci diriku, benci dengan aku yang selalu lemah, benci dengan keadaan, terutama membenci dirinya.
"Bagaimana, Bu Anna? Istirahat makan siang, kita cari gaun." Aku diam, tak bisa menjawab iya, tak bisa menolak. Aku tak berharap untuk bertemu dirinya, tapi aku ingin menghadapi semua ini, tak bisa bersembunyi terus-terusan.
"Mari kita coba!"
💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰
Danish's POV
Anna.
Jika kalian membicarakan wanita itu aku hanya akan mampu tersenyum. Nama paling legend yang tertanam di hatiku hingga sekarang. Aku memegang kopi di tangan sambil melihat keluar, jalanan yang sedikit sepi pagi ini, di komplek perumahan 0. Pikiranku melayang pada kebersamaan kami lima tahun silam.
Anna.
Teman masa kecil, dan akhirnya kami harus berpisah. Mungkin takdir yang meminta agar pada akhirnya kami akan hidup masing-masing tanpa saling mengenal. Aku menunduk melihat kopiku yang masih hitam, tidak mendadak berubah jadi merah walau aku memikirkan Anna.
Aku kembali mendaratkan bokongku, di bangku hitam dan sedikit memutar tubuhku. Pagi ini sedikit berbeda, setelah lima tahun akhirnya aku bisa menghirup udara yang sama dengan Anna. Setelah lima tahun, akhirnya si pengecut ini berani menginjakkan kaki di kota ini setelah menghilang ditelan bumi.
Aku menyesap minuman cafein dengan rasa pahit yang menyerang tenggorokanku, aku hanya memutar-mutar gelas dan aku terus berpikiran pada kejadian 5 tahun silam.
Tak ada alasan untuk Anna tidak membenciku jika aku menghancurkan semuanya.
Anna pasti membenciku hingga ke tulang-tulang, aku hanya bisa menghela napas panjang jika pada akhirnya orang yang kamu cintai membenci kamu hingga seumur hidupnya. Aku meremas rambutku, dan menunduk, di meja kerja itu ada figura seorang wanita cantik yang tersenyum dengan pipinya yang bulat dan memerah, pipi itu adalah pipi favorit hingga kini.
Malam ini, acara reuni diadakan. Ini adalah jalan satu-satunya untuk melihat kondisi Anna sekarang, apa dia sudah menemukan tambatan hatinya yang lain, jika dia bahagia aku juga akan bahagia. Mungkin juga Anna tidak akan mengenal diriku lagi, walau sedari kecil kami selalu bersama hingga dewasa dan semuanya terjadi tak sesuai rencana.
"Mommy udah buat roti. Mau gabung atau makan di sini?" Aku melihat ibuku yang cantik berdiri di pintu. Karena Anna dan keluargaku aku pulang, walau berencana untuk tidak menetap di sini.
"Nanti aku keluar." Mommy mengangguk dan keluar. Keluargaku mengerti tentang apa yang telah terjadi antara aku dan Anna. Dan mereka tak banyak menuntut karena tahu atau tidak mengerti sama sekali. Mungkin merasa kami sudah cukup dewasa untuk mengatasi semua masalah ini bersama atau kegagalan yang pernah terjadi. Tanpa sadar tanganku tergerak mengambil pena dan menuliskan namanya di sana. Anna tidak akan sudi untuk melihat diriku, tapi aku hanya ingin melihat dirinya dari kejauhan ingin memeluknya atau memastikan dia baik-baik saja setelah kejadian lima tahun silam. Aku memang brengsek dan pengecut membuat semua jadi runyam. Aku tidak pantas mendapatkan maaf dari Anna.
"Aku tidak sabar untuk bertemu dirimu, Anna."
💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰
Di antara semua kerumunan manusia di sini, nama Anna dan sosok Anna yang aku cari, tapi dia belum terlihat.
"Yoi, bro. Ada progres apa tahun ini?" Aku berbalik dan melihat Raja, teman seperjuangan saat sekolah dulu. Raja menempati posisi HRD di salah satu perusahaan di kota ini. Aku kabur. Aku si pengecut kabur dari masalah dan seolah mencuci tangan dari masalah yang aku timbulkan dan meninggalkan Anna menanggung semuanya sendirian, ya sebrengsek itu.
"Aku masih dikontrak di G****e. Jadi masih mengabdi di sana."
"Keren, bro." Aku tersenyum sekilas, karena cita-cita naif itu aku menghancurkan anak orang. Aku membatalkan pernikahan yang sudah dirancang sempurna karena besoknya aku harus berangkat ke Amerika untuk meneruskan cita-citaku bekerja di G****e.
Semua cita-cita itu tidak ada artinya jika aku terus dihantui rasa bersalah setiap saat, bagaimana rasanya jadi Anna. Dan hingga detik ini aku masih mencintainya. Di Amerika aku hanya berteman dengan siapapun tapi tidak menjalin hubungan serius, aku merasa seperti mengkhianati Anna jika melakukan itu.
Mataku masih mencari-cari sosoknya. Aku memegang minuman rum dicampur buah-buahan, yang bisa membuat sedikit rileks.
"Kamu keren bangat. Demi mau reuni langsung pulang ke sini." Aku lagi-lagi hanya tersenyum. Aku sengaja mengambil cuti panjang, agar sedikit mengorek informasi tentang Anna, bahkan siap dengan segala kemungkinan terburuk jika Anna sudah menikah sekarang.
Semua teman-teman sibuk bercengkrama setelah beberapa tahun berpisah dan sekarang sudah mendapatkan pekerjaan masing-masing dengan cerita masing-masing, ada yang sudah menikah masih ada yang stuck sepertiku. Semu orang tahu dari jaman sekolah jika aku punya cita-cita untuk bekerja di G****e, walau awalnya mereka mengejek jika itu adalah mimpi yang sia-sia dan rasanya mustahil, tapi aku membuktikan semuanya, dan di sini aku berdiri dengan bangga mengatakan cita-citaku realisasi walau menghancurkan perasaan Anna.
Dan cengkraman gelas bening di tanganku hampir retak saat aku melihat sosoknya masuk. Mataku seolah lengket dan tak bisa dilepaskan saat Anna masuk ke dalam hall. Aku bahkan lupa caranya bernapas. Pipi itu, pipi favorit itu masih terlihat memerah alami walau sudah ditambah perona pipi.
Hanya mini dress berwarna pastel terlihat sangat sederhana sekali tapi membuat segala gejolak dalam tubuhku bangun tanpa diminta. Berkali-kali aku meminum rum yang membakar lidah dan tenggorokanku. Manis, berasap, lembut mengigit lidahku. Aku mengembuskan napas gusar seperti digigit semut.
"Itu Anna! Dia sekarang jadi copywriter."
"Oh." Suaraku nyaris hilang. Rasa ingin mendekat ke arahnya, tapi dia masih menyapa teman-teman yang lain dan aku memilih untuk menepi. Ruangan terasa begitu sesak sekarang. Anna-ku. Mataku sudah seperti mata Tom yang melotot melihat kucing tetangga sebelah.
Wanita itu tak pernah gagal untuk membuatku selalu kagum pada sosoknya dan sekarang aku makin kagum padanya. Anna. Berkali-kali aku menyebut nama itu, bahkan di setiap doa dan tidur malamku, walau tahu Anna sangat membenciku sekarang.
"Wah, Danish. Ini Danish? Kamu jumpa Bill Gates di G****e kan?" tanya Nora, sedangkan Anna hanya berdiri di sana. Ingin sekali aku mendekati dirinya dan memeluk dirinya.
"Bill Gates pendiri Microsoft bukan G****e."
"Loh aku kira sama. Jadi siapa pendiri G****e?"
"Larry Page." Aku menjawab tapi mataku tak pernah lepas dari ini. Dia malah menyapa Evan yang pernah suka Anna pada jaman sekolah. Walau Anna tak tahu, jika aku dan Evan pernah saling bertimpuk saat pulang sekolah untuk memperebutkan dirinya.
Aku mengetatkan rahangku. Ini tak bisa dibiarkan!
"Hi, bro!" Aku langsung menyapa Evan. Dia jadi merasa serba salah karena kisah antara kami walau sudah berdamai hingga sekarang.
"Gimana kabarnya? Semua orang membicarakan keberhasilan kamu di G****e. Tak nyangka ada teman yang bisa tembus kerja di G****e." Aku melirik ke arah Anna yang sepertinya tidak nyaman dengan kehadiranku.
"Baik, bro."
"Keren bangat kerja di G****e." Aku hanya tersenyum. Mataku tak lepas dari Anna. Semua orang merasa bangga aku bekerja langsung di kantor pusat G****e, tapi aku merana. Setiap hari aku merintih dan berdoa.
"Aku mau ngomong sama Anna sebentar." Evan mengangguk dan pergi. Anna langsung menatapku dengan terkejut walau rasa benci itu kentara di sana.
"Anna." Aku menegurnya, itu adalah nada khusus yang membuat aku sering memanggil dirinya saat kami masih bersama dulu.
"Kamu apa kabar?" Anna diam. Perlahan tanganku menyentuh tangannya yang halus. Tidak berubah, dia masih sama seperti Anna-ku yang dulu. Wanita yang paling aku kagumi hingga kini.
"Anna." Aku menunduk. Betapa aku sangat merindukan dirinya, aku ingin memeluk tubuhnya, ingin mencium pipinya yang merah, ingin mengecup bibirnya yang mungil. Aku menginginkan Anna sekarang, saat milikku mengisi celah miliknya yang sempit.
"Anna." Aku meremas tangannya. Anna menepis tanganku dengan kasar. Aku tahu dia pasti akan membenciku. Memangnya apa yang aku harapkan dari Anna? Ciuman selamat datang?
"Aku membencimu sangat. Jangan tampakkan mukamu di depanku. Aku muak!" Anna berbisik dengan kata-kata tajam yang membuat seluruh tubuhku merinding. Aroma tubuhnya serta parfum yang sama membuat sesuatu yang lain berdiri. Silahkan kalian menyumpahi aku lelaki mesum, tapi inilah yang aku rasakan saat berada di sekitar Anna.
Aku yang mengambil keperawanan Anna saat kami masih sekolah. Saat usia kami masih sangat muda. 15 tahun.
💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰
Pasangan ini terus menghantui aku, jadi aku tulis aja hehehe. Aku usahakan kalau mood bagus aku akan menulis kisah mereka terus. Lagi demen buat cerita kayak gini.
See you 💋💋💋💋💋.
Orang tua Danish di Nanny to Mommy. Orang tua Anna di I Was Never Yours.
Baca dulu ya. Semua ceritaku berhubungan semua, kalau rajin boleh baca semua.
ABC NEWSTelah terjadi kecelakaan pesawat Europe Air pada tanggal 28 Juni dini hari, pesawat mengalami kesalahan teknis, dan membuatnya jatuh ke hutan di Ermenonvile, Perancis.Pada pintu bagian kargo tidak tertutup rapat menyebabkan pesawat mengalami tekanan udara di tengah penerbangan.Hal ini menyebabkan kerusakan pada sejumlah bagian pesawat, termasuk mesin yang perlahan-lahan hancur. Tidak ada penumpang yang selamat dalam kejadian ini.Otoritas setempat mengatakan, terjadi ledakan besar, dan sekarang TIM SAR sedang menggerakkan seluruh tim untuk mencari badan pesawat.Penumpang yang berisi 288 penumpang termasuk para awak kabin. Para jenazah sedang diidentifikasi.____________Tubuhnya lemas tak bersisa, semua ini salahnya, semua karena kebodohannya. Bahkan, dia sudah tak sanggup untuk bernapas, bersuara saja rasanya tidak sanggup.Kematian adalah suatu kepastian, perpisahan tak dapat di
Banyak orang yang terobsesi dengan Perancis, terutama Paris dengan ikon khas menara Eiffel yang mendunia. Salah satu kota yang dijuluki sebagai kota paling cinta, kota paling romantis di dunia. Apalagi ingin menghabiskan waktu bulan madu.Sebenarnya, aku tak terlalu banyak berekspektasi tentang bulan madu kali ini, apalagi anak-anakku tidak diikutsertakan, setengah ikhlas aku menjalani ini.Danish memboyong bulan madu ke Eropa, tapi kami lebih berfokus ke Perancis. Aku menghindari Paris, walau kata orang kota romantis, tidak bagiku, kota itu banyak kasus pencopetan, bau pesing, bahkan penduduk lokal sangat tidak ramah pada turis, mereka tak mau berbicara bahasa Inggris, mereka hanya mau berbicara bahasa Perancis.Akhirnya kami memilih di Perancis Timur. Aku lebih suka bangunan gaya kuno yang sudah berdiri sejak abad pertengahan."Aku kenapa selalu terobsesi dengan kerajaan?" tanyaku pada Danish. Kami sedang berada di Perouges, sebu
Lantunan lagu syahdu, mengiringi setiap langkah. Setiap langkah beriringan dengan sebuah tangisan penuh kebahagiaan, aku merasa belum bisa memijak dunia sekarang. Pipi terasa memanas, tubuh terasa ringan, irama jantung yang berdegup kencang, napas serasa dicekik. Aku berusaha untuk menelan ludah walau sulit.Aku bahagia! Ini bukan hari perkabungan, tapi aku ingin meratapi nasibku. Di depan sana, seorang laki-laki yang dulu pernah berjanji akan menikahiku, dan semuanya gagal di saat pernikahan impian itu sudah berada di depan mata.Aku meremas tanganku sendiri, rasanya ingin menampar pipiku jika ingin bukan mimpi, tapi sebuah mimpi yang kubangun bertahun-tahun, dan sekarang menjadi kenyataan."Rileks. Semua akan berjalan dengan lancar." Aku tertawa kecil, sambil menoleh pada Ayah. Laki-laki yang sudah membesarkan aku mengandeng tanganku, dan berjalan menuju altar yang sedang berdiri laki-laki yang pernah mengingkari janjinya sendiri.
Aku kembali berdiri kaku, memandangi sebuah gaun mewah berdiri angkuh di depanku. Aku memperhatikan gaun itu lamat-lamat, dan meyakinkan diriku, ini yang aku inginkan, ini yang aku tunggu-tunggu selama ini.Aku kembali mengehela napas, gaun pengantin sudah tersedia di depanku, dan aku kembali meragukan hatiku, di saat semua sudah siap. Bukan, aku tidak meragukan Danish sama sekali, aku yakin laki-laki itu akan bertanggung jawab, tapi aku meragukan diri sendiri, dan kembali dilempar pada kejadian lima tahun ke belakang, aku gagal menikah.Di saat aku sudah memimpikan pernikahan impian, aku sudah menghayal tentang sebuah rumah tangga yang harmonis, keluarga kecil yang bahagia, dan impian itu dirusak beberapa jam, rasanya masih membekas hingga kini."Kamu suka?" Aku berbalik ke arah Danish yang memeluk pinggangku, sambil mencium pipiku. Aku tersenyum ke arahnya, sambil mengangguk.Gaun berwarna ungu dengan tulle berwarna putih di bawa
Dengan menyemprotkan parfum ke beberapa bagian tubuh, leher, pergelangan tangan, keliling tubuh bagian depan dan belakang, aku mencium parfum tersebut, dan tersenyum. Bernapas lega!Aku masih berdiri di depan kaca, sambil mengukur gundukan bulat di perutku, mengelus-elusnya. Kembali tersenyum dengan kebahagiaan, tak menyangka takdir membawaku sejauh ini.Aku mengikat rambutku dan memastikan sekali lagi penampilan.Hari ini, perayaan untuk keluarga kecilku, dan semua keluarga akan berkumpul.Aku menengadahkan wajah ke atas, bernapas lega, dan bersyukur masih bisa bertahan hidup sejauh ini, dengan keluarga yang harmonis, keluarga yang selalu mendukung, serta anak-anak yang sangat menggemaskan semuanya.Ganggang pintu bergerak, aku alihkan pandangan ke pintu bercat putih tersebut. Menyambut calon suami yang sangat mengesalkan, tapi harus kuakui hidupku sepi jika dia tak berada di sekelilingku. Aku merentangkan kedua tanga
"Jadi, pada akhirnya kamu tetap memilih tytyd jelek itu?" Aku hanya memalingkan wajahku, malu tentu saja. Aunty Ilene berbicara mana peduli dengan perasaan orang lain, asal apa yang dia keluhkan keluar."Aunty marah?""Lebih ke kecewa, sih. Malu juga, mereka itu memang paling dekat, Dennis itu abangku, Bella itu sahabatku dulu, punya anak sebiji Danish, keponakan favorit yang akhirnya mengecewakan semua orang." Aku kembali menghela napas. Mau bagaimana lagi, aku kembali hamil dengan laki-laki itu, dan aku mencintai Danish, biarlah jadi wanita bodoh, aku akan melakukan apa saja demi kebahagian anak-anakku."Mungkin udah takdirnya, Aunty. Nyatanya aku kembali dengannya, walau awalnya sakit hati, dendam. Tapi, Danish sudah punya banyak anak." Aku menjilati bibirku. Kami sama-sama menghela napas berat.Sekarang, anak-anak lebih dikuasai Mommy Danish, aku tak banyak berbuat karena tahu wanita itu sedang menikmati perannya sebagai nenek, setel