Share

Chaptire 2

Anna's POV 

Aku sebenarnya sangat anti menyebut namanya. Bagiku nama itu sudah mati orangnya, tapi dia berdiri di hadapanku. 

Pilihan warna monokrom sangat mengambarkan dirinya sekali. Tipikal seorang Danish dari dulu. Dia hanya memakai kaos berwarna monokrom dengan celana bahan kain berwarna putih. Dengan penampilannya yang sederhana tapi hatiku selalu berantakan setiap melihat dirinya. Dia selalu berhasil meluluhlantakkan perasaan ini. 

Aku hanya mencengkram clutch bag berwarna abu-abu untuk menghindari kegugupanku. 

"Cepat samparin! Pura-pura lupa, kalau kamu udah lupa sama dia." Aku hanya berdiri kaku, saat melihat dia berbicara dengan Raja. Dia tidak berubah sama sekali, jari-jari panjangnya mencengkram pinggiran cangkir tak pernah lepas dari mataku. Nora mendorongku untuk mendekati dirinya, tapi aku belum siap untuk mencium aroma tubuhnya. Aku tak siap jika luka ini kembali banjir nanah. Dia adalah laki-laki paling brengsek, paling egois yang pernah kukenal. Semua sifat bengisnya tidak ia tunjukkan di depan orang-orang, dan membuat semua orang menganggap dirinya malaikat. 

"Aku duluan." Nora mendekat ke arahnya. Aku hanya berdiri di sana. Keputusan untuk mengikuti saran Nora adalah pilihan yang buruk, tatanan hatiku yang kacau semakin dibuat berantakan dan aku tidak berselera untuk menata kembali. 

"Hi, Anna." Aku berbalik dan tersenyum ke arah Evan. Dia adalah teman masa sekolah dulu. Malam ini dia memakai kemeja biru motif bunga-bunga yang membuat penampilannya terlihat dewasa dan lebih segar. Aku memang semenjak tamat tak pernah lagi berjumpa dengan teman-teman. Sibuk kuliah, sibuk kerja, terutama sibuk meratapi nasibku yang tak ada bagusnya hingga kini. 

"Kamu semakin cantik, Anna." puji Evan tapi aku hanya tersenyum. Semenjak mengalami patah hati selama bertahun-tahun, aku menutup hatiku pada siapapun laki-laki yang ingin mendekati hidupku. 

"Terima kasih." Aku hanya tersenyum formal dan mataku masih menatap dirinya saat dia mendekat ke arah kami. 

"Aku mau bicara dengan Anna." Saat dia menyebutkan namaku, seolah ada gempa lokal di dalam ruangan ini. Dia memang sumber malapetaka dalam hidupku. Aku tak berani menatap dirinya, aku hanya menunduk dam melihat penampilannya. 5 tahun bukan waktu yang singkat, terlalu lama hingga luka ini tidak bisa sembuh hingga sekarang. 

"Anna." Saat dia memegang tanganku, seluruh tubuhku terasa merinding. Aku tak berani menatap. 

"Anna." 

"Jangan tampakkan mukamu di depanku! Aku muak sama kamu!" Sebenarnya aku muak, dan tak percaya mengatakan itu semua di saat yang tersisa hanyalah rasa benci yang teramat dalam. 

"Cinta dan benci itu tipis sekali." Dia tersenyum sekilas. Dan sekarang dengan tak sopan memeluk pinggangaku, rasanya aku ingin menendang senjata masa depannya.

"Jangan. Sentuh. Aku!" Aku berkata dengan penuh penekanan sambil mendorong dirinya. Nora salah! Salah besar! Bukan pembuktian move on yang kudapatkan tapi luka itu semakin disiram dengan perasan jeruk membuat rasanya semakin perih. 

Aku langsung menghindari laki-laki ini. Harusnya memang aku tak perlu datang dan semua luka ini semakin menguar. Aku langsung mengambil minuman untuk menenangkan diriku. Tak bisa dibiarkan seperti ini! 

Aku menyesap minuman yang terasa seperti manis dan pahit, dan lama-lama kepalaku terasa pening. 

💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰

Danish's POV

Rasa benci itu begitu kentara. Aku seperti tidak akan pernah lagi mendapatkan kesempatan dalam hidupku mulai sekarang. Pintu maaf itu sudah tertutup rapat, bahkan kuncinya sudah berkarat hingga tak bisa dibuka lagi. Permanen. 

Aku hanya menatap Anna yang mengambil minuman. Saat jari-jari tangannya yang lentik memegang gelas, saat cairan itu melewati tenggorokannya membuat gejolak dalam diriku semakin berontak. Anna memegang pinggiran meja, kurasa tubuhnya tak kuat menolerir kadar alkohol. 

"Anna." Aku dengan cepat menahan tubuhnya. Anna langsung memeluk tubuhku, Ya Tuhan bau tubuh yang menguar ini luar biasa. 

"Kita pulang!" Aku langsung membawa Anna pulang karena tak mau jadi tontonan banyak orang. 

Dengan gaya gentle aku membawanya sambil memeluk dirinya, akhirnya aku bisa merasakan tubuhnya lagi. Tubuh yang selalu kurindukan di setiap aktivitas yang kulakukan. 

"Missing more than just your body." Aku berbisik padanya, tapi seperti tidak sadar. Bibirnya yang memerah alami sedikit membengkak membuatku tak tahan untuk mengecupnya. Semoga Anna memaafkan aku akan hal ini. 

"Anna." Aku semakin memeluknya dan menghirup aroma tubuhnya sebanyak mungkin. Aku sangat merindukan wanita ini, walau dia membenciku. 

"Rumah kamu di mana?" 

"Celine, Celena, Danish." Aku langsung menatap Anna yang masih meracau. Aku tidak menangkap apa yang ia maksud, tapi dia masih terus menyebut namaku. Aku berdosa sekali pada wanita ini. 

"Rumah kamu di mana?" Aku hanya mendengar dengkuran halus. Akhirnya berpikir untuk membawa Anna kemana, karena tak mungkin membawa ke rumahku. Ayah dan Mommy bisa kejang-kejang jika tahu aku kembali membawa wanita ini padahal aku yang mencampakkan dirinya. 

"Anna." Aku mengelus-elus pipinya. Ini adalah kesempatan buatku untuk merasakan pipinya yang halus, mulus, pipi bulat yang menjadi pipi favorit sedari dulu. 

Aku mencium pipinya berkali-kali, saat mendengar klakson dari belakang. Benar, aku sedang berada di lampu merah sekarang. 

Saat melewati sebuah hotel, aku memutuskan untuk berbelok. Mengistirahatkan Anna sampai di sadar kembali, walau dia bisa suudzon padaku. 

Aku hanya ingin bersamanya, menghirup aroma tubuhnya sebanyak yang aku bisa. 

💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰

Anna's POV

Reuni kembali membuatku kembali flashback saat-saat indah bersama dirinya. Aku menyadari perasaan itu saat meginjak usia 15 tahun, jika aku jatuh cinta pada teman masa kecilku. Berangkat dari keluarga kami yang saling mengenal aku dan dirinya sering bermain bersama, hingga remaja jika kedekatan kami selama ini bukan hanya kedekatan biasa, aku ingin lebih, perasaan ini terasa spesial dan aku ingin dia menjadi orang spesial dalam hidupku. 

"Anna." Aku tersenyum. Aku paling suka saat dia menyebut namaku, terdengar begitu merdu di indra pendengaran. 

Aku memeluk lehernya, dia nyata dia nyata di depanku, bukan hanya berada dalam mimpiku tiap malam. 5 tahun aku selalu mengonsumsi obat tidur agar aku bisa tertidur karena aku selalu memikirkan dirinya. 

Aku mengelus-elus wajahnya dan memastikan jika ini nyata, aku sedang tidak berhalusinasi. Dia nyata, dia depanku. 

"Anna." Aku semakin tersenyum saat dia mengukung tubuhku di bawah. Aku suka intim bersamanya, banyak hal panas sudah kami lalui bersama. Bahkan di minggu pertama kami resmi berpacaran aku sudah melepaskan keperawananku, karena aku selalu percaya padanya, dia tidak akan mengecewakanku. Kami akan selalu bersama. 

"Jangan tinggalkan aku." Aku berbisik di ujung bibirnya, hidungnya yang mancung menempel di hidungku. Aku suka saat napasnya hangat terasa di sekitar tubuhku. 

"Danish." Aku berani menyebut namanya. Aku merindukan dirinya, rindu sangat. 

"Anna." Tanganku langsung menyusuri perutnya yang rata dan juga keras. Aku tidak pernah menyesal melepaskan keperawananku untuk dirinya, walau saat itu kami masih sangat muda dan rentan tapi kami pandai menghitung tanggal dan keluar di luar. 

Aku langsung mencium bibirnya agresif. Aku sangat merindukan laki-laki ini, rindu dengan sentuhannya. Tanganku langsung membuka kaos yang membungkus tubuhnya. Melihat tubuh telanjangnya aku bangun dan duduk di pangkuannya. 

Aku memeluk dirinya sambil mencium-cium dadanya. Dada favorit sepanjang masa. 

Aku mengelus-elus perutnya. "Danish ... Kamu nggak tahu, aku selalu memimpikan hal ini. Kita selalu bersama, bersanding bersama. Tapi rasanya sia-sia, jika kamu tidak menginginkan hal itu." Aku merintih, memohon, aku tidak ingin laki-laki ini meninggalkan aku. 

"Bisakah kamu tetap tinggal di sini?" Aku berbisik di telinganya, saat tanganku turun ke bawah ziper celananya dan merasakan bongolan keras tersebut. 

"Danish." Tanganku menyusuri perutnya yang keras. 

"Kamu tidak mencintaiku?" Aku bertanya padanya dan dia hanya diam. Ya, siapa yang mau menjawab jika dia sendiri tidak yakin dengan dirinya. 

Dia membalikan tubuhku ke bawah. Tangan besarnya mengelus-elus wajahku dan jari telunjuknya menyusuri pipiku. Aku menutup mataku sambil menahan tangannya, aku tak ingin kegiatan ini berakhir begini saja. Aku ingin seperti ini terus, aku ingin terus merasakan kehangatan laki-laki ini. 

Saat aku merasakan napasnya yang hangat dan sesuatu yang hangat menyapa bibirku dan tidak ada alasan untuk tidak membuka mulutku, lidahnya langsung masuk menyapa lidahku dan saatnya perang lidah. Aku menutup mataku dan tak ingin semuanya ini berlalu begitu saja. Lumatannya terasa manis dan memabukan, aku paling suka menciumnya. 

Saat tangannya menyingkap dress yang kupakai aku langsung membuka kaki selebar mungkin dan menciumnya lagi. Aku sangat suka dengan aroma tubuhnya. 

Aku terpaksa mengeluh dengan nikmat saat jari-jari tangannya masuk ke luar dalam inti milikku. 

"Katakan Anna. Katakan jika ini mau diteruskan." 

"Eungh ... Jangan berhenti." Aku menggigit bibirku. 

Dia membawa bibirnya lagi dan menciumku. Dulu saat sekolah, kami jadi pasangan goals saat kamu kompak melakukan banyak hal bersama, dan sering melakukan kegiatan intim bersama. Aku terbuai, aku terbuai dengan semua ini. 

Lidahnya menyusuri leherku dan menghisap dalam. 

"Betapa lezatnya tubuhmu, Anna." Rasanya aku ingin menangis dengan hal nikmat ini. Dan juga menangis dengan nasibku yang tidak ada bagusnya. 

"Annastasia, katakan! Katakan jika kita akan meneruskan hal ini." 

"Kumohon, jangan berhenti." 

"Jangan menyesal, Anna." Dia berbisik di telingaku, aku menggigit bibirku saat tempo itu dinaikan. 

Dress milikku ditanggalkan, dia membuka zipper celana miliknya dan aku membantu menurunkan. 

Dia dengan terburu-buru membuka bungkus foil yang berasal dari saku bajunya. Aku menggeleng, dia menghentikan gerakannya dan menungguku. 

"Jangan! Jangan pakai itu! Aku ingin merasakan kamu seutuhnya." Aku mencegahnya. Dia langsung bergabung denganku. 

"Sial, Anna! Kamu selalu sukses membuatku seperti seorang penjahat kelamin!" 

Saat tubuhku dan tubuhnya bersatu. 

💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰

Danish's POV

Aku tahu ini gila! Aku memanfaatkan Anna yang tak sadar untuk keuntungan seperti ini. Tapi tubuh kami menginginkan satu sama lain, dan ini tak bisa dihindari. 

Aku hanya memperhatikan dirinya yang mencengkram punggungku dengan jari-jari tangannya. Setelah sadar Anna akan semakin membenciku, tapi biarkan sekarang aku menikmati waktu kebersamaan kami, sebelum jurang itu kembali terbentang. 

Aku mengecup pucuk payudaranya, dan bisa merasakan kekenyalan di tonjolan itu. Anna adalah satu-satunya tubuh wanita yang membuatku selalu haus akan tubuhnya, Anna adalah satu-satunya yang membuatku jadi seorang maniak dan tubuh Anna adalah yang paling kuinginkan dari wanita manapun. Aku selalu ketagihan dengan tubuhnya. 

Aku mencium pipinya yang putih mulus. Menarik pucuk hidungnya dengan gemas, saat dia semakin merintih nikmat dan napas kami semakin tak beraturan. 

"Apa aku bisa keluar di dalam?" Aku tahu ini bodoh. Karena kita tidak tahu apa yang terjadi ke depan, karena tidak pakai pengaman dan kemungkinan bisa jadi anak bukan plasma TV. 

"Cum in. Aku ingin merasakan semburan itu." Wajahnya semakin memerah membuatku semakin semangat untuk menumpahkan semuanya. 

"Huh!" Aku bernapas lega saat mencapai puncak dan masih memperhatikan wajah Anna yang sepertinya sangat menikmati semua ini.  Mungkin main sekali lagi, sepertinya tidak masalah. 

Aku bergeser ke samping dan memeluk tubuh telanjangnya. Aku selalu suka menghirup aroma tubuhnya sehabis bercinta. Kuelus-elus rambut yang menutupi wajah cantiknya. Kukecup bibirnya. Tidak pernah puas. 

"Sudah siap ke ronde selanjutnya?" Anna semakin menenggelamkan kepalanya di dadaku. Aku tersenyum, memanfaatkan keadaan sebelum Anna sadar dan semuanya terasa mencekam dan hanya ada kebencian yang tergambar dari dirinya. 

"Danish." Aku tersenyum, mengecup keningnya begitu lama. Egois! Karena ego yang begitu tinggi aku harus menyakiti wanita ini begitu dalam. Demi warga Bikini Bottom aku sangat mencintai wanita ini. Selama lima tahun berpisah, tidak ada wanita lain yang berhasil menggantikan posisinya, yang ada aku terus menginginkan dirinya. 

Aku membawa tubuhnya bangkit, dan memangku dirinya dengan tubuh kami yang masih menyatu. Ada saat-saat tertentu dia menunjukkan sisi manjanya. Dalam kehidupan sehari-hari dia wanita yang sangat mandiri, Anna adalah seorang anak yang tumbuh dengan penuh kasih sayang di antara keluarganya dan aku yang menghancurkan dirinya. Aku tidak pantas untuk mendapatkan maaf darinya, walau tubuhku berkata lain, aku selalu haus akan tubuhnya. 

"Katakan apa yang mau kamu katakan." Aku menyampir rambutnya ke belakang, rambutnya sedikit basah bercampur keringat. 

"Kamu pasti kecewa padaku, Anna." Anna menggigit bibirnya ketika dia mulai bergerak lagi. Aku hanya memperhatikan payudaranya yang ikut bergerak. Kupeluk tubuh telanjangnya, semoga saat Anna sadar dia bisa menerima semuanya walau aku memang tak punya alasan dan tak punya pembelaan untuk diriku sendiri. 

Aku jadi membayangkan andai aku dan Anna punya anak, pasti akan secantik ibunya. Anak-anak cantik yang lucu, pintar. Aku menyanyangi wanita ini. Dia luar biasa, dan hanya laki-laki hebat yang bisa mendapatkannya, bukan brengsek seperti diriku. 

Anna mencapai puncaknya dia memeluk diriku, aku mencium bibirnya sebelum membalikan tubuhnya dan mengejar puncak. 

Aku langsung berbaring dan memeluk tubuh Anna dan tak ingin melepaskan penyatuan tubuh kami. 

Aku memeluk tubuhnya dari belakang. 

💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰

Aku sudah menduga hal ini akan terjadi. Dan aku hanya terduduk di sana sambil menggeleng. 

Anna sudah pergi. Harusnya dia bisa memaki-maki diriku biar aku bisa melihat bagaimana wajahnya, tapi dia langsung menghilang membuat diriku semakin merasa tak layak untuk wanita itu. 

Aku langsung masuk ke kamar mandi dan berdiri di bawah pancuran shower dan hanya bisa membayangkan hal panas bersama Anna. Andai dia masih ada, kami bisa morning sex sekali lagi. 

Aku menggosok tubuhku dan sesuatu milik Anna tertinggal di atas kasur. Aku langsung merenungi hal itu dan terdiam cukup lama. 

Sepertinya aku mengubah rencana. Aku akan mencari tahu, apa yang telah aku lewatkan selama lima tahun terakhir! 

💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰

Yes! Aku menulis sesuai dengan apa yg aku mau, jadi lancar bangat nulisnya. Hehehe. 

Mau tebak-tebakan lagi? Ayooooo, aku suka tebak-tebakan. 

Aku mau balas dendam, gegara cerita sebelah Aunty Danish ringan bangat ceritanya jadinya aku merasa hambar, karena bukan ciri khas aku menulis. Jadi kembali ke habitat, kita buat cerita banyak konflik dengan main tebak-tebakan. 

See you💋💋💋💋💋. 


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status