Share

2. Roma Memoria

Udara Roma siang itu sangat hangat. Orang orang lebih suka menghabiskan waktu mereka dengan berbincang ringan di sebuah Cafe atau menikmati angin pantai dengan keluarganya.

Sebuah Alfa Romeo Giulia berwarna merah melesat melintasi jalanan Via Venti Settembre. Mobil mewah keluaran terbaru ini tampak cantik melenggok dikemudikan pria muda berperawakan tinggi dan berwajah tampan itu. Tampak sekali dia sangat handal membawa kendaraan dengan semburan 480 tenaga kuda itu menuju D'Angelo Gastronomia Caffe.

Rayhan tersenyum simpul ketika melihat mobil itu mendekat dan berhenti tepat di hadapannya. Senyum lebar Aldi tersungging saat dia membuka jendela mobil barunya. “Kau pergi ke Italia untuk mendapatkan ini, bukan? aku seharusnya sudah tahu,” celetuk Rayhan.

“Ayolah...Ayo jalan.” Aldi merajuk seperti anak kecil yang ingin ditemani bermain.

“Aku senang di sini, terima kasih,” tolak Rayhan yang sangat faham bagaimana kebiasaan sahabatnya itu mengendarai mobil-mobil sport nya.

Aldi tetap ngotot membujuk sahabatnya. “Ayo, Rayhan, kita cari cafe lain untuk ngobrol dan minum-minum juga membeli beberapa oleh-oleh sebelum kembali ke Indonesia. Disini terlalu ramai."

Aldi berkilah dengan alasan yang tak masuk akal, bukankah cafe yang rame artinya bagus, batin Rayhan hanya saja sebelum pengunjung lain mengusir mereka karena suara mesin mobil Aldi yang sangat kencang, Rayhan pun terpaksa menyetujuinya, “Tapi jangan dibawa ngebut ya,” pinta Rayhan sambil membuka pintu mobil baru Aldi.

Aldi hanya tersenyum kecil menanggapinya. “Jangan khawatir.” Cetus Aldi.

Rayhan langsung protes pada Aldi. “Kau bangun lebih awal dan  melakukan hal-hal yang kau inginkan. Kita di Italia.  Dengan persetujuan mu,  mari kita lakukan beberapa hal yang aku inginkan juga,” Aldi menjawab celotehan Rayhan dengan satu injakan di pedal mobil yang langsung membawa mereka pada kecepatan 80km/jam.

“Aldi!” Teriak Rayhan hampir tak terdengar diantara raungan mobil Aldi.

***

Di sudut lain kota Roma, di sebuah gedung pertemuan dokter pediatric internasional. Seorang dokter muda cantik berdiri menjadi pembicara program pengobatan gagal ginjal pada anak-anak yang dicanangkan beberapa tahun belakangan ini. Wanita itu bernama Sasha, keuletan Sasha atas berbagai permasalahan penyakit yang banyak diderita anak-anak, telah membawanya ke Italia, ini adalah hari terakhir Sasha bertugas.

Linda, sahabatnya menghampiri Sasha untuk memberikan ucapan selamat. Selain itu Linda juga mempunyai misi supaya Sasha mau bergabung di tempatnya bekerja. Ini adalah usaha Linda yang entah ke berapa kalinya. Linda tidak akan berhenti sampai sahabatnya mau pindah kerja.

“Bagaimana tadi?” Tanya Sasha pada Linda.

Linda memuji penampilan Sasha, “Sangat sempurna!”

“Betulkah?”

“Itu sangat bagus. Sha, lihat.  Aku harus memberitahumu ini.  Kepala dokter kami mengatakan kepadaku untuk tidak  kembali tanpamu,” Linda kembali membujuk Sasha agar mau bekerja di tempatnya.

“Aku menyukainya, tolong sampaikan salamku. Tapi itu tidak mungkin.” jawab Shasa.

“Betapa keras kepalanya kau,” dengus Linda sambil menyesap minuman di gelasnya.

Sasha langsung memberikan alasanya tidak mau bergabung dengan Linda. “Aku tidak bisa meninggalkan anak-anak aku ... aku masih menulis tesis aku, belum selesai.”

“Kau bisa menulis tesis mu bersama kami juga,” tampaknya Linda tidak menyerah begitu saja.

Shasa bersikeras dengan keputusan nya. “Aku bisa menulis tesis aku  tapi anak-anak membutuhkan aku, Lin.”

“BAIK! Kita akan bekerja sama,” Linda memasang wajah cemberut.

“Jangan marah!  apa yang kamu kerjakan hari ini?

Mengapa kau tidak ikut dengan aku?” Sasha berusaha mengalihkan arah pembicaraan mereka.

“Aku berhutang kepada tim.  Kita akan makan siang.  Apa yang akan kamu lakukan?” Tanya Linda.

“Pertama, aku akan berganti pakaian.  Lalu aku pikir aku akan berbelanja dan….”

“Oke.  Sampai jumpa di bandara…” Linda langsung memotong ucapan sahabatnya yang keras kepala.

Sore itu Sasha memutuskan untuk menghabiskan waktu di pusat pertokoan di Via Bocca de Leone sekedar membelikan orang rumah oleh-oleh. Iseng-iseng dia masuk ke sebuah toko buku dan menemukan buku berjudul Toy’s for Boy’s yang berisi gambar gambar mobil mewah terkini beserta ulasannya yang sangat lengkap. Sasha tersenyum kecil dia yakin Emir suaminya akan menyukai buku itu. Emir yang selama ini hanya mengelola bengkel mobil kecil miliknya bersama dua sahabatnya Indra dan Gery, selalu bercita-cita mendesain sebuah mobil mewah yang terjangkau harganya. Segera Sasha ambil ponsel lalu menelepon pria tercintanya. “Halo, Emir.  Apa kabar?”

“Aku baik-baik saja, sayang.  Bagaimana denganmu?” dari seberang sana suara Emir terdengar bahagia karena Sasha menghubunginya.

“Aku juga baik-baik saja. Aku akan  segera menuju bandara….Sebentar Emir tahan…” Sasha terjebak di pintu putar toko buku. Aldi dan Rayhan bermaksud masuk ke dalam bersamaan dengan Sasha yang hendak keluar toko.

“Rayhan,  kau belum pernah melihat pintu seperti ini sebelumnya, kan?” Ejek Aldi.

Sasha tertawa mendengar pembicaraan mereka, “Emir, kau tidak akan percaya ini.  Tiga orang Indonesia terjebak di pintu putar di Italia!  Luar biasa.” Sasha bergegas keluar meneruskan belanjanya. Sedangkan Aldi berjalan ke sebuah rak dimana dia yakin menemukan buku yang bagus sebelumnya. Anehnya buku itu sekarang tidak ada. Aldi memutuskan bertanya pada pelayan toko.

“Excuse me..i’m looking for book Toys for Boy’s?”

“I remembered we only have one left, maybe it sold.”

“Thank you…”

 “Ayo pergi,  aku kelaparan,” kata Rayhan. Mata Aldi malah tertuju pada sebuah pena yang dipajang di etalase toko lalu memerintahkan pegawai toko membawanya ke kasir karena dia berniat membelinya. “Wah lihat harga segitu.  Bagaimana kau bisa membayar begitu banyak uang untuk sebuah pena?  kau gila!” Rayhan tak habis pikir dengan selera sahabat nya ini.

Aldi dengan enteng menjawab. “Rayhan, seperti yang kamu tahu  peradaban dimulai dengan menulis.”

Di Luar toko, Sasha segera memberi kabar suaminya tentang oleh oleh yang dia belikan. “Ingat buku tentang mobil yang kamu cari cari? aku telah menemukan di sini.” Ujar Sasha.

“Tidak mungkin,  kau tidak membelinya, bukan? Buku itu pasti mahal, jangan dibeli,” sahut Emir.

Sasha tidak menggubris perkataan Emir. “Sayang, aku sudah dapatkan oleh oleh untuk ibu,  tapi apa yang harus aku beli untuk Joyce? bantu aku.” Sasha meminta pendapat Emir tentang apa yang harus dia belikan untuk adik perempuan Emir.

“Bagaimana mungkin aku mengetahuinya.  Kamu lebih tahu.” Jawab Emir. “Aku kira beberapa pakaian.”

“Oke, aku akan menemukan sesuatu  aku akan meneleponmu sebelum berangkat.  Emir, aku sangat merindukanmu.”

“Aku juga sayang. Hati hati.  Aku cinta kamu.  Selamat tinggal.”

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status