Pengaturan?...pengaturan apa?...Apakah yang paman Suryawan maksudkan itu...?. Pertanyaan demi pertanyaan terus berdentang didalam otak Maman, dia belum menemukan pola atau jawaban untuk menghubungkan pernyataan paman Suryawan dengan jalan hidupnya.
"Tunggu dulu...paman kenapa bisa ada di tempat ini? Paman juga tidak bekerja disini,bukan." Tanya Maman dengan nada menyelidiki.
"Saya memang tidak bekerja disini." Sambil tersenyum paman Suryawan menatap lekat ke arah Maman. "Tapi saya yang punya perusahaan ini, jadi saya bebas masuk ke area mana saja di tempat ini."
Maman tak mampu menahan rasa terkejutnya, matanya spontan membelalak sementara mulutnya terbuka menandakan rasa tak percaya. Maman memang tidak terlalu tahu soal siapa yang menjadi pimpinan di kantor pusat perusahaan, karena dia tidak ada jalur untuk bisa bertemu dengan pimpinan kelas atas, jadi selama ini hal seperti itu kurang diperhatikan oleh Maman.
"Sudah aku duga kamu pasti terkejut, tapi yang ini mungkin akan lebih mengejutkanmu." Paman Suryawan menghentikan sejenak perkataannya, ia menatap dengan seksama ke arah Maman yang nampak kikuk dan dipenuhi rasa kaget dihadapannya.
"Delapan puluh persen saham perusahaan ini dimiliki oleh seorang pria yang tangguh dan cerdas, namun kemudian memilih untuk menghilang dan memintaku untuk menjaga aset sahamnya sampai sekarang." Lalu sambil menepuk bahu Maman ia kemudian melanjutkan perkataannya. "Pria itu adalah ayahmu."
Kali ini Maman semakin terkejut dan hampir saja membuat ia jatuh bersimpuh, tubuhnya bergetar begitu mendengar perkataan paman Suryawan terakhir. Belum sempat Maman bersuara, paman Suryawan berbalik sambil berkata.
"Lain kali lagi kita bicara, saya yang akan menemuimu, kamu jangan khawatir."
Maman masih mematung mendengar fakta yang barusan ia dapatkan, ia hanya mampu menatap paman Suryawan meninggalkannya tanpa mampu lagi mengatakan apa-apa. Ia baru kembali menemukan kesadarannya setelah mendengar bel jam masuk kerja dimulai.
Sementara itu setelah meninggalkan Maman, paman Suryawan kemudian menuju keluar dari lokasi tempat kerja Maman dan menuju ke sebuah mobil Toyota Camry. Sebelum masuk ke dalam mobil ia menghubungi seseorang melalui ponselnya, tak lama kemudian ia terhubung dengan orang tersebut.
"Pak Sumardi?."
"Siap pak Suryawan, ada yang bisa saya bantu pak?."
"Saya sudah bertemu dengan Maman, dan saya sudah sampaikan tentang saham mendiang ayahnya di perusahaan ini."
"Lalu tugas saya selanjutnya apa pak?."
"Bimbing dia dan juga jaga dia, jadikan dia pemimpin yang hebat."
"Baik pak!."
"Satu lagi, tetap jaga rahasia kalau kau juga tahu soal saham ayahnya."
"Siap pak!."
Pak Sumardi baru saja selesai memimpin rapat dengan para kepala bagian ketika menerima telepon pak Suryawan, karena pak Suryawan menggunakan jalur khusus pimpinan pusat saat masuk ke lokasi kerja sehingga ia tak bertemu dengan boss besarnya itu, ia baru tahu kalau pak Suryawan ada di lokasi kerja setelah mendapatkan telpon. Memang beberapa kali pak Suryawan menggunakan jalur khusus khusus tersebut untuk melihat Maman secara diam-diam, pada awalnya ia tidak mengerti mengapa pak Suryawan menaruh perhatian besar pada Maman, baru setelah ia diajak pak Suryawan untuk bertemu berdua secara rahasia, ia mengetahui semuanya. Termasuk fakta bahwa pemilik saham perusahaan tempatnya bekerja adalah Maman. Sejak itulah ia kemudian melakukan banyak pengaturan yang berkaitan dengan Maman sesuai instruksi pak Suryawan, termasuk soal pengangkatan Maman sebagai koordinator tim data control. Bagi pak Sumardi sendiri promosi jabatan untuk Maman memang hal yang lumrah karena sosok Maman sudah menunjukkan kecerdasan dan keteguhan saat masih menjadi anggota tim data control, meskipun tidak bisa ia pungkiri banyak orang yang iri dan dengki dengan promosi tersebut.
Maman tetap fokus menyelesaikan tugas dan pekerjaannya hari itu, ia berusaha menghilangkan fakta yang ia dapatkan hari ini tentang ayahnya. Sesaat setelah bel jam makan siang berbunyi, Maman kemudian keluar dari ruang kerjanya lalu menuju ke kantin. Sebetulnya dengan jabatan yang ia miliki ia bisa saja memanggil pelayan di kantin tersebut untuk membawakannya makan siang ke ruang kerjanya, namun ia merasa masih lebih nyaman makan di kantin.
"Eh...ada koordinator nih!?." Tiba-tiba terdengar suara dari arah samping kiri, Maman menghentikan langkahnya beberapa meter dari pintu kantin lalu menoleh ke arah sumber suara tersebut.
Terlihat seorang pria bertubuh gempal berkulit kecoklatan dengan kumis tebal berkacak pinggang, pria itu adalah Richard, termasuk salah satu karyawan senior data control karena lebih dulu masuk ke tim data control dibanding Maman.
"Halo Richard." Sapa Maman
"Ramah sekali koordinator kita ini!?." Kata Richard dengan sinis sambil tertawa mengejek.
Sekumpulan karyawan data control ikut tertawa mendengar kata-kata sinis Richard. Maman hanya dia sambil menatap Richard.
"Eh jangan tidak sopan sama koordinator kita!." Kata salah seorang karyawan, namun Maman tahu kalimat itu bukan untuk memperingatkan Richard tapi sebuah kalimat mengejek.
"Oh iya kita tidak boleh tidak sopan sama beliau, apa perlu kita bentangkan karpet merah untuk menyambut beliau?." Richard membalas tetap dengan nada sinis mengejek.
Maman menghela nafas lalu memalingkan muka dan melanjutkan langkahnya masuk ke kantin. Maman merasa membuang-buang energi untuk meladeni mereka. Ia lalu menuju ke pelayan kantin untuk meminta makan siang, karena jabatannya sudah naik maka menuakan siang Maman juga berubah.
Maman mengedarkan pandangan ke arah kantin mencari Simon namun ia tak menemukan sosok sahabatnya itu, mungkin ia sudah duluan makan siang tadi pikir Maman. Ia lalu menuju ke sebuah meja makan kecil disudut dekat jendela yang merupakan tempat favoritnya di kantin.
"Eh lihat...masak koordinator makan di pojokan!". Teriak Richard sambil menunjuk ke arah Maman. Beberapa tawa mengejek terdengar, Maman mengangkat wajahnya sejenak melihat sosok-sosok yang menertawainya, termasuk Richard. Setelah itu ia kembali melanjutkan makannya.
"Koordinator kok gak berwibawa sih?."
"Koordinator instan yaa begitu."
"Koordinator karena hasil sogokan memang menyedihkan."
Kalimat-kalimat sinis mengejek terdengar dengan jelas dan nyaring, sepertinya kesabaran Maman hari ini diuji lagi, Maman tetap fokus menyantap makan siangnya.
"Hei kalian...minggir semua!." Terdengar teriakan keras dari suara pria yang sangat dikenal Maman, tanpa ia perlu mendongakkan kepala ia tahu jika pemilik suara itu adalah Simon.
"Hey ada pembantu koordinator ternyata?." Kali ini Richard mengarahkan kalimat ejekannya ke Simon yang baru datang.
"Kau lagi Richard!...kamu tidak takut ya kalau menghina koordinator di muka umum bisa membuatmu menderita?."
"Apa yang aku takuti? Menderita? Tidak mungkin koordinator bodohmu itu bisa membuatku menderita". Kali ini kata-kata Richard terdengar lebih kasar.
"Kamu tidak takut dipecat?." Tanya Simon dengan nada keras.
Richard tertawa terbahak-bahak, lalu berkata. "Dipecat? Dia gak akan berani!."
"Aku tidak tahu kenapa kau berani berkata sesombong itu, tapi bagaimanapun dia itu koordinator kita, jadi wajib dihormati dan dihargai."
"Koordinator?, Aku gak pernah nganggap dia sebagai koordinator."
"Kalau kamu tidak menganggap saya sebagai koordinator." Maman tiba-tiba berkata dengan keras sambil berdiri, ia belum menghabiskan makan siangnya namun ia meras cukup terganggu dengan pernyataan Richard terakhir, sambil menatap tajam ke arah Richard ia melanjutkan kembali. "Kamu boleh pindah dari tim data control, silahkan ajukan surat permohonan pindah bagian ke HRD."
"Itu juga berlaku buat kalian!." Kata Maman tajam sambil menunjuk ke arah beberapa karyawan yang tadi mengejeknya.
Kelima sekuriti itu benar-benar berada dalam dilema besar. Hanya August yang sejak awal menentukan sikap untuk berada di sisi Maman.Mendengar hal itu, wanita pemilik kantin menatap Maman dengan tak percaya.Dari tadi ia mengira Maman hanya seorang karyawan yang terlalu ingin tahu. Tapi melihat tatapan dan kepercayaan diri lelaki tersebut, ia sedikit takut jika salah mengambil kesimpulan. "Kamu sebenarnya siapa? Apa hakmu untuk...""Diam kataku!." August kembali membentak sebelum wanita itu bisa menyelesaikan kata-katanya.Bentakan tersebut terdengar lebih menakutkan dari yang pertama. Wanita itu terlihat pucat, begitu juga dengan para pelayan yang ada di sampingnya. Beberapa karyawan yang masih ada di kantin itupun terkejut.Suasana menjadi hening, August menatap tajam ke arah pemilik kantin. Ia kemudian mengalihkan tatapannya ke para karyawan yang masih ada di tempa itu. "Kalian semua segera keluar dari sini!."Para karyawan yang tersisa segera beranjak meninggalkan kantin tersebut.
Setelah merasa keadaan Pak Sumardi baik-baik saja, Maman kemudian pamit. Tujuan berikutnya adalah langsung menuju ke tempat kerja, beberapa hal harus ia selesaikan selain mempersiapkan proses pengalihan jabatan manajer.Saat ini Maman telah berada di ruang kerjanya, di atas meja kerja bertumpuk sejumlah dokumen. Peristiwa penculikan Pak Sumardi membuat Maman belum sempat memeriksa isi dari dokumen-dokumen tersebut.Maman dengan seksama membaca isi beberapa dokumen. Beberapa kali ia mengangguk kagum saat melihat grafik data yang ditampilkan, kenaikannya cukup signifikan. Itu menandakan sistem yang sudah ia terapkan berjalan dengan baik. Selain itu, orang-orang yang ia pilih untuk menjadi garda terdepan untuk melakukan perbaikan telah bekerja dan berusaha untuk memberikan yang terbaik.Melihat hal tersebut, Maman menemukan komposisi yang tepat untuk mengisi sejumlah jabatan penting jika saatnya proses pengalihan jabatan manajer itu terjadi. Ia tahu mana orang yang bisa ia percaya setela
Keesokan harinya, Maman hari ini tidak langsung menuju ke tempat kerja, ia ingin bertemu dengan Pak Sumardi.Maman saat ini telah sampai di halaman rumah Pak Sumardi. Suasana di situ terasa lengang, tak ada orang yang terlihat berada di luar rumah. Maman menyimpulkan Pak Sumardi belum mencari pembantu dan tukang kebun yang baru.Maman mengetuk pintu rumah tersebut tiga kali, ia menunggu seseorang dari dalam membukakan pintu. Setelah merasa tak ada respon, Maman kembali mengetuk pintu. Lagi-lagi belum ada pergerakan dari dalam.Apakah terjadi sesuatu pada pasangan suami istri itu?.Harusnya mereka aman sekarang?.Maman merasa khawatir, ia segera menuju ke arah samping rumah dan menyusurinya. Seingatnya ada pintu penghubung di arah samping menuju ke dapur.Saat ia menemukan pintu itu, ia memutar kenop pintu, ternyata terkunci dari dalam. Dalam hati Maman semakin gelisah, seharusnya Pak Sumardi dan istri ada di rumah saat ini."Maman? Aku kira penjahat!."Mendengar suara itu, dengan refl
Haris mengerang dengan keras, tamparan Maman kali ini rasa sakitnya lebih besar terasa.Wajah Haris terlihat semakin membengkak.Maman berkata dengan dingin. "Aku tidak segan-segan menamparmu lebih keras lagi. Apakah kau masih bisa bertahan menahan sakitnya?."Haris tahu saat ini pertahanannya semakin rapuh, ia sendiri tidak yakin pada kemampuan tubuhnya untuk menahan rasa sakit yang lebih jika Maman menamparnya semakin keras. Mau tak mau ia harus menyerah. "Baiklah aku akan katakan yang sebenarnya."Maman menatap tajam ke wajah Haris sambil menarik paksa rambut pria itu ke arah belakang. "Katakan segera!."August yang sedari tadi hanya berdiri menyaksikan Maman menginterogasi Haris ikut membentak. "Jangan buang-buang waktu, cepatlah!."Haris semakin pucat, kedua pria yang membentaknya itu sama-sama hebat. Ia tak akan bisa melawan mereka meskipun punya kesempatan. "Aku...aku yang memberikan jalan pada para penculik itu masuk ke rumah."Mendengar penjelasan Haris, Maman semakin tajam m
Pak Rudi merasa cemas, bagaimanapun hal seperti ini tak pernah ia prediksi. "Keadaan semakin gawat, kita bisa jatuh dengan cepat." Kata Pak Rudi dengan nada bergetar.Semua petinggi keluarga yang hadir saling berpandangan, mereka jelas memahami situasi saat ini namun tak satupun yang punya ide untuk mengatasi hal tersebut.Sudah sejak lama mereka menikmati semua kemewahan yang didapatkan dari sejumlah proyek. Berbagai trik digunakan untuk mendapatkan keuntungan dari mempermainkan dana proyek.Kemewahan itu sebentar lagi akan lenyap jika mereka tak bisa mengembalikan keadaan. Ketika para investor mundur maka mereka tak punya lagi kekuatan untuk menjalankan proyek yang sedang dikerjakan oleh Pratama Grup. Mereka tidak siap untuk mengalami kejatuhan saat ini.Pak Rudi menatap tegas ke arah para petinggi keluarga. "Kalian semua harus membantuku untuk berpikir, jika ada yang mempunyai ide segera katakan sekarang!."Saat mendengar perintah Pak Rudi, para petinggi keluarga itu kemudian sali
Maman kemudian mengeluarkan ponselnya, ia harus segera menghubungi Pak Suryawan. "Halo Maman, Bagaimana?." Tanya Paman Suryawan di ujung telepon."Aku mau bertanya Paman, apa sudah ada petunjuk tentang siapa yang berada dibalik penculikan Pak Sumardi?.""Menurut informanku, beberapa anak buah Gordo semalam berencana menculik seseorang." Jawab Pak Suryawan. "Kemungkinan besar itu adalah Pak Sumardi."Gordo? Mendengar nama itu Maman langsung teringat dengan apa yang diinfokan Odie tadi siang. "Gordo ini merupakan pemasok bodyguard sekaligus penyedia orang-orang yang bisa melakukan pekerjaan kotor untuk Pratama Grup." Sambung Pak Suryawan."Berarti cocok dengan dugaanku." Balas Maman. "Karena lokasi Pak Sumardi disekap ada di pelabuhan yang dipenuhi barang-barang dengan tulisan Pratama Grup.""Kata Pak Sumardi tadi, Paman Suryawan harus segera bertindak." ***Saat ini, di rumah Pak Rudi terlihat para petinggi keluarga sudah hadir. Mereka sedang m