Perilaku sombong Richard mulai membuat Maman merasa tidak nyaman.
"Richard, seperti kataku tadi kalau kau merasa tidak sudi jika saya yang menjadi koordinatormu, kamu boleh mengajukan permohonan pindah bagian."Richard tersenyum sinis lalu maju beberapa langkah ke arah Maman, namun sebelum semakin mendekat Simon langsung berdiri dihadapan Richard untuk menghalangi jalannya."Kenapa kamu begitu berani?, Apakah kau merasa punya kedudukan lebih tinggi dari Maman?." Setelah berkata Simon lalu berbalik ke arah Maman. "Apa sebaiknya tuan Richard ini kita skorsing? Jadi dia tidak perlu masuk kerja lagi setelah jam istirahat."Maman hanya menggeleng, sambil menghela nafas ia mengambil air minum di meja lalu mereguknya."Kali ini aku ingin melihat apa benar-benar dia tidak mau jika aku yang jadi koordinatornya!?, Kalau itu benar berarti seharusnya dia malu untuk masuk lagi ke tim data control setelah jam istirahat."Maman lalu melangkah melewati Richard, Simon menyusul di belakang Maman sambil memandang tajam ke arah Richard dan komplotannya. Sebelum keluar dari kantin, Maman berkata ke para karyawan yang tadi memprovokasinya."Jika kalian juga merasa tidak mau ada di tim data control jika saya jadi koordinator, semoga kalian juga masih punya malu untuk masuk kerja setelah jam istirahat."Maman bersama Simon meninggalkan kantin, sementara Richard berdiri mematung dengan wajah berkerut, ia marah dan kecewa karena seharusnya Maman merasa terintimidasi dengan tindakannya tadi, namun ternyata malah Maman menggunakan kata-katanya untuk membunuhnya. Richard tidak tahu bahwa Maman tidak ingin menunjukkan emosi secara berlebihan karena akan membuat keributan yang tidak penting."Richard...apa kamu tidak akan masuk kerja?." Tanya salah satu karyawan komplotannya."Cih!...dia itu siapa?, Bahkan seharusnya dia yang keluar dari tim data control.""Lalu apa rencanamu?." Tanya karyawan yang lain."Kali ini aku akan langsung bertemu pak Sumardi, aku akan buat manajer kita itu menendang Maman keluar dari tim data control.""Jangan lupa ikutkan Simon untuk ditendang keluar.""Hahahaha....tentu saja, kedua kutu busuk itu harus dibuang."Jam istirahat telah selesai, para karyawan kembali ke tempat kerja masing-masing. Richard punya rencana sendiri, ia tidak masuk ke tempat kerjanya, namun langsung berbelok mengarah ke ruangan manajer. Sejak pak Burhan dipindah tugaskan jabatan kepala produksi masih dijabat pak Sumardi, ia belum menunjuk pengganti pak Burhan. Begitu sampai di depan pintu ruang manajer, saat Richard hendak mengetuk pintu, tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara."Maaf...mau mencari pak Sumardi ya?."Richard berbalik dan melihat sesosok wanita berjilbab pink dengan kulit putih, meskipun tubuhnya dibalut pakaian seragam karyawan namun tak mampu menyembunyikan pesona yang mampu membuat para pria yang melihatnya jatuh hati."Mmmm...kamu siapa? Sepertinya saya belum pernah lihat?.""Saya Winda sekertaris pak Sumardi, kalau anda mau bertemu pak Sumardi anda harus menunggu dulu karena beliau masih istirahat.""Oh hai Winda, perkenalkan saya Richard." Ia kemudian mengulurkan tangan untuk perkenalan, namun disambut dengan senyuman dingin oleh sekertaris tersebut."Jangan sombong-sombong deh kalau jadi cewek, entar gak laku!." Cetus Richard jengkel."Maaf...silahkan tunggu kalau mau ketemu pak Sumardi, saya mau lanjut kerja."Winda kemudian melewati Richard tanpa melirik sedikitpun, ia menuju ke sebuah meja besar berisi laptop dan beberapa dokumen, disitulah Winda menjalankan tugasnya sebagai sekertaris manajer yang dijabat pak Sumardi.Richard mendengus kesal, namun ia tidak mau putus asa, ia kemudian menghampiri Winda lalu duduk didepannya. Sambil menyilangkan tangan di dada ia menatap sombong penuh nafsu ke arah Winda. Richard akan merasa rugi jika tidak bisa mendapatkan nomor cewek cantik yang ada didepannya sekarang."Winda...sembari menunggu pak Sumardi, bolehkah kita ngobrol-ngobrol?."Winda masih fokus menatap layar laptop di depannya sambil sesekali membolak-balik beberapa halaman dokumen."Kamu tinggal dimana? Oh ya kamu dijemput siapa kalau pulang? Bagaimana kalau nanti kita pulang bareng?."Winda menatap sekilas ke arah Richard dengan tatapan sinis dan dingin, lalu kembali ke aktifitas kerjanya."Atau kamu malu kalau kita ngobrol disini?, Baiklah bagaimana kalau kita tukeran nomor hp?." Rayu Richard penuh semangat tanpa peduli dengan isyarat penolakan dari Winda.Belum sempat Richard berbicara lagi, pak Sumardi masuk menuju ke ruangannya."Winda...ada tamu untuk saya?"."Ini pak yang didepan saya, katanya mau bertemu sama bapak."Richard kemudian berdiri lalu menghampiri pak Sumardi dengan sedikit membungkukkan badannya."Pak Sumardi saya Richard dari tim data control mau bertemu bapak sebentar.""Tim data control?.""Iya pak...""Kamu tahu tentang struktur kepemimpinan gak?, Apa kamu sadar sudah melompat terlalu jauh?."Richard bingung mau menjawab apa, dia hanya tersenyum salah tingkah sambil tetap setengah membungkukkan badannya."Baiklah kita tidak perlu masuk ruangan, itu ada sofa tamu, kita bisa berbicara disitu." Pak Sumardi lalu melangkah ke arah sofa tamu dan duduk di sofa yang tampak paling bagus, Richard mengikuti pak Sumardi dari belakang lalu memilih duduk di sebuah kursi sofa kecil di samping pak Sumardi."Baiklah...langsung saja, apa yang ingin kamu bicarakan?".Richard kemudian mencoba mengatasi rasa paniknya, tadinya ia berharap akan diajak masuk ke ruang manajer namun ternyata pak Sumardi hanya mengajaknya berbicara di sofa tamu, itu menunjukkan pak Sumardi tidak memberikan respek terhadapnya."Mmmm...begini pak, saya merasa penunjukan Maman sebagai koordinator data control itu salah.""Salah? Salahnya dimana?.""Iya pak...salah karena dia itu tidak layak jadi koordinator.""Salah dan tidak layak? Dari tadi kamu muter-muter, langsung saja kasih saya satu alasan kenapa Maman salah dan tidak layak?."Richard berpikir keras untuk mencari alasan yang tepat, ia mencari tingkah laku Maman yang tidak sesuai dengan peraturan, namun semakin ia berpikir keras ia tak mampu menemukannya."Mana jawabanmu?." Tegas pak Sumardi."Karena...karena dia itu...mmmm..." Richard berusaha merangkai kalimat untuk menyalahkan Maman namun kehilangan pola kalimat yang bagus untuk menjelaskan maksudnya.Melihat gelagat Richard yang tidak jelas, pak Sumardi lalu mengeluarkan handphonenya lalu memencet sejumlah nomor dan melakukan panggilan."Halo Maman?.""Siap pak Sumardi, ada perintah untuk saya?." Ternyata yang dihubungi pak Sumardi adalah Maman, orang yang hendak dibicarakan Richard dengan pak Sumardi."Kamu ke ruanganku ya, sekarang!".Pak Sumardi kemudian memutus panggilan teleponnya lalu menatap tajam ke arah Richard."Sebaiknya kita tunggu Maman, jangan biasakan mencari kesalahan seseorang tanpa ada data akurat, nanti kita bicarakan didepan Maman segala tuduhanmu supaya dia juga punya kesempatan untuk klarifikasi".Ini lagi-lagi diluar ekspektasi Richard, dalam pikirannya tadi semua tampak mudah dan bagus, tapi kenapa sekarang malah terlihat berantakan begini, suasana hati Richard semakin tidak nyaman dengan keadaan yang mulai tampak buruk baginya.Tak lama kemudian Maman datang, ia tampak terkejut melihat Richard ada di ruang tunggu tamu bersama pak Sumardi. Sekilas ia melihat wajah Richard terlihat muram dan kecewa, namun Richard masih memberikan tatapan sombong dan benci ke Maman."Ayo duduk Man."Maman kemudian duduk di sebuah sofa kecil tepat berhadapan dengan posisi duduk pak Sumardi. "Ini ada anak buahmu yang datang melapor ke saya mengatakan kalau kamu itu salah dan tidak layak untuk jadi koordinator tim data control".Kelima sekuriti itu benar-benar berada dalam dilema besar. Hanya August yang sejak awal menentukan sikap untuk berada di sisi Maman.Mendengar hal itu, wanita pemilik kantin menatap Maman dengan tak percaya.Dari tadi ia mengira Maman hanya seorang karyawan yang terlalu ingin tahu. Tapi melihat tatapan dan kepercayaan diri lelaki tersebut, ia sedikit takut jika salah mengambil kesimpulan. "Kamu sebenarnya siapa? Apa hakmu untuk...""Diam kataku!." August kembali membentak sebelum wanita itu bisa menyelesaikan kata-katanya.Bentakan tersebut terdengar lebih menakutkan dari yang pertama. Wanita itu terlihat pucat, begitu juga dengan para pelayan yang ada di sampingnya. Beberapa karyawan yang masih ada di kantin itupun terkejut.Suasana menjadi hening, August menatap tajam ke arah pemilik kantin. Ia kemudian mengalihkan tatapannya ke para karyawan yang masih ada di tempa itu. "Kalian semua segera keluar dari sini!."Para karyawan yang tersisa segera beranjak meninggalkan kantin tersebut.
Setelah merasa keadaan Pak Sumardi baik-baik saja, Maman kemudian pamit. Tujuan berikutnya adalah langsung menuju ke tempat kerja, beberapa hal harus ia selesaikan selain mempersiapkan proses pengalihan jabatan manajer.Saat ini Maman telah berada di ruang kerjanya, di atas meja kerja bertumpuk sejumlah dokumen. Peristiwa penculikan Pak Sumardi membuat Maman belum sempat memeriksa isi dari dokumen-dokumen tersebut.Maman dengan seksama membaca isi beberapa dokumen. Beberapa kali ia mengangguk kagum saat melihat grafik data yang ditampilkan, kenaikannya cukup signifikan. Itu menandakan sistem yang sudah ia terapkan berjalan dengan baik. Selain itu, orang-orang yang ia pilih untuk menjadi garda terdepan untuk melakukan perbaikan telah bekerja dan berusaha untuk memberikan yang terbaik.Melihat hal tersebut, Maman menemukan komposisi yang tepat untuk mengisi sejumlah jabatan penting jika saatnya proses pengalihan jabatan manajer itu terjadi. Ia tahu mana orang yang bisa ia percaya setela
Keesokan harinya, Maman hari ini tidak langsung menuju ke tempat kerja, ia ingin bertemu dengan Pak Sumardi.Maman saat ini telah sampai di halaman rumah Pak Sumardi. Suasana di situ terasa lengang, tak ada orang yang terlihat berada di luar rumah. Maman menyimpulkan Pak Sumardi belum mencari pembantu dan tukang kebun yang baru.Maman mengetuk pintu rumah tersebut tiga kali, ia menunggu seseorang dari dalam membukakan pintu. Setelah merasa tak ada respon, Maman kembali mengetuk pintu. Lagi-lagi belum ada pergerakan dari dalam.Apakah terjadi sesuatu pada pasangan suami istri itu?.Harusnya mereka aman sekarang?.Maman merasa khawatir, ia segera menuju ke arah samping rumah dan menyusurinya. Seingatnya ada pintu penghubung di arah samping menuju ke dapur.Saat ia menemukan pintu itu, ia memutar kenop pintu, ternyata terkunci dari dalam. Dalam hati Maman semakin gelisah, seharusnya Pak Sumardi dan istri ada di rumah saat ini."Maman? Aku kira penjahat!."Mendengar suara itu, dengan refl
Haris mengerang dengan keras, tamparan Maman kali ini rasa sakitnya lebih besar terasa.Wajah Haris terlihat semakin membengkak.Maman berkata dengan dingin. "Aku tidak segan-segan menamparmu lebih keras lagi. Apakah kau masih bisa bertahan menahan sakitnya?."Haris tahu saat ini pertahanannya semakin rapuh, ia sendiri tidak yakin pada kemampuan tubuhnya untuk menahan rasa sakit yang lebih jika Maman menamparnya semakin keras. Mau tak mau ia harus menyerah. "Baiklah aku akan katakan yang sebenarnya."Maman menatap tajam ke wajah Haris sambil menarik paksa rambut pria itu ke arah belakang. "Katakan segera!."August yang sedari tadi hanya berdiri menyaksikan Maman menginterogasi Haris ikut membentak. "Jangan buang-buang waktu, cepatlah!."Haris semakin pucat, kedua pria yang membentaknya itu sama-sama hebat. Ia tak akan bisa melawan mereka meskipun punya kesempatan. "Aku...aku yang memberikan jalan pada para penculik itu masuk ke rumah."Mendengar penjelasan Haris, Maman semakin tajam m
Pak Rudi merasa cemas, bagaimanapun hal seperti ini tak pernah ia prediksi. "Keadaan semakin gawat, kita bisa jatuh dengan cepat." Kata Pak Rudi dengan nada bergetar.Semua petinggi keluarga yang hadir saling berpandangan, mereka jelas memahami situasi saat ini namun tak satupun yang punya ide untuk mengatasi hal tersebut.Sudah sejak lama mereka menikmati semua kemewahan yang didapatkan dari sejumlah proyek. Berbagai trik digunakan untuk mendapatkan keuntungan dari mempermainkan dana proyek.Kemewahan itu sebentar lagi akan lenyap jika mereka tak bisa mengembalikan keadaan. Ketika para investor mundur maka mereka tak punya lagi kekuatan untuk menjalankan proyek yang sedang dikerjakan oleh Pratama Grup. Mereka tidak siap untuk mengalami kejatuhan saat ini.Pak Rudi menatap tegas ke arah para petinggi keluarga. "Kalian semua harus membantuku untuk berpikir, jika ada yang mempunyai ide segera katakan sekarang!."Saat mendengar perintah Pak Rudi, para petinggi keluarga itu kemudian sali
Maman kemudian mengeluarkan ponselnya, ia harus segera menghubungi Pak Suryawan. "Halo Maman, Bagaimana?." Tanya Paman Suryawan di ujung telepon."Aku mau bertanya Paman, apa sudah ada petunjuk tentang siapa yang berada dibalik penculikan Pak Sumardi?.""Menurut informanku, beberapa anak buah Gordo semalam berencana menculik seseorang." Jawab Pak Suryawan. "Kemungkinan besar itu adalah Pak Sumardi."Gordo? Mendengar nama itu Maman langsung teringat dengan apa yang diinfokan Odie tadi siang. "Gordo ini merupakan pemasok bodyguard sekaligus penyedia orang-orang yang bisa melakukan pekerjaan kotor untuk Pratama Grup." Sambung Pak Suryawan."Berarti cocok dengan dugaanku." Balas Maman. "Karena lokasi Pak Sumardi disekap ada di pelabuhan yang dipenuhi barang-barang dengan tulisan Pratama Grup.""Kata Pak Sumardi tadi, Paman Suryawan harus segera bertindak." ***Saat ini, di rumah Pak Rudi terlihat para petinggi keluarga sudah hadir. Mereka sedang m