Wirajaya segera memimpin pasukannya menuju kediaman keluarga bagaswara. Dia juga memerintah beberapa orang untuk menyebar ke beberapa titik perbatasan untuk memastikan tidak ada satupun anggota keluarga bagaswara yang melarikan diri.
Pergerakan pasukan keluarga wirajaya membuat kota mawar putih menjadi gempar. Keluarga kelas bawah, kelas menengah dan kelas atas segera mengetahui jika keluarga wirajaya akan menyerang keluarga bagaswara. "Apa yang telah membuat keluarga wirajaya murka dengan keluarga bagaswara?" Beberapa keluarga mempertanyakan alasan penyerangan yang dilakukan oleh keluarga wirajaya. "Menurut kabar, Susena telah dianiaya di kediaman Bagaswara. Mukanya babak belur dan kedua lengannya patah." "Keluarga bagaswara benar-benar mencari mati, mereka akan segera lenyap dari dunia ini." Di kediaman keluarga bayuaji, seorang pemuda bernama Damar menghadap kepala keluarga bayuaji. "Keluarga bagaswara telah bertahun-tahun menjalin hubungan bisnis dengan keluarga bayuaji, apa kita akan tinggal diam melihat kehancuran keluarga bagaswara?" tanya Damar. "Keluarga wirajaya adalah keluarga paling kuat di kota mawar putih. Kita tidak perlu ikut campur masalah mereka," balas Bayuaji. "Keluarga wirajaya selama ini telah bertindak semena-mena, bukankah ini kesempatan bagi kita untuk melawan mereka?" Bayuaji tidak habis pikir dengan kekonyolan yang dilontarkan Damar. Dia tahu bahwa Damar sebenarnya mencintai Sekarsari, oleh karenanya dia pasti akan membujuknya untuk membantu keluarga bagaswara. "Keluarga lain tidak mungkin berani ikut campur dengan masalah mereka, begitupun dengan keluarga bayuaji. Keluarga kita hanya bisa menutup mata agar bisa selamat," kata Bayuaji. "Tuan, aku mohon bantulah keluarga bagaswara! Paling tidak, jangan biarkan Sekarsari mati!" pinta Damar. Bayuaji geleng-geleng kepala. "Lupakan Sekarsari! Meskipun seluruh keluarga di kota mawar putih bersatu, tetap tidak akan bisa menandingi kekuatan keluarga wirajaya." Damar hanya tertunduk lesu, cita-citanya untuk mendapatkan Sekarsari harus pupus dan dia tidak dapat berbuat apapun. Sementara itu, Wirajaya dan pasukannya telah sampai di kediaman keluarga bagaswara. Mereka telah berhadap-hadapan dengan pasukan keluarga bagaswara. "Bagaswara,,, putrimu telah mempermainkan putraku, dan kamu membiarkannya dianiaya di kediamanmu, apa kata-kata terakhirmu?" tanya Wirajaya. "Pak tua, akulah yang mematahkan lengan putramu. Aku yang akan berurusan denganmu dan pasukanmu." Lingga dengan berani menyela Wirajaya. Hal itu membuat Wirajaya merasa direndahkan. "Mata Satu, tangkap bocah itu!" perintah Wirajaya. Dia ingin Lingga hidup-hidup karena akan menyiksanya. Si Mata Satu langsung mematuhi perintah Wirajaya dan segera melesat ke arah Lingga untuk menangkapnya. Namun, Lingga sudah bersiap dengan tinjunya. Dia juga melesat untuk menyambut Si Mata Satu. Saat keduanya sudah dekat, Lingga langsung meninju Si Mata Satu dengan segenap kemampuannya. Duarrr Si Mata Satu meledak dan tubuhnya hancur berkeping-keping. Wirajaya, Bagaswara dan pasukan mereka mematung melihatnya. Si Mata Satu adalah salah satu momok yang paling menakutkan di keluarga wirajaya, namun Lingga dengan sekali tinju dapat membunuhnya. "Ba ... ba ... bagaimana mungkin ini terjadi?" Wirajaya tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sebelum Wirajaya sadar dari lamunannya, Lingga melesat ke arahnya. "Pak tua, sekarang giliranmu," ucapnya. Wirajaya yang masih sangat shock, berusaha menenangkan diri dan mencoba menghindari serangan Lingga. Namun hal itu sudah terlambat karena gerakan Lingga sangat cepat. Lingga tiba-tiba sudah berada dihadapan Wirajaya dan langsung meninjunya dengan sekuat tenaga. Duarrr Sama seperti Si Mata Satu, tubuh Wirajaya meledak dan hancur menjadi beberapa bagian. Pasukan keluarga Wirajaya seketika menjadi ketakutan. "Lari!" teriak mereka mencoba untuk kabur. Namun, Lingga dengan sangat cepat berlari ke arah mereka dan meninju mereka satu persatu. Duarrr Duarrr Duarrr Satu demi satu pasukan keluarga Wirajaya tewas di tangan Lingga. Hanya dalam waktu beberapa menit, Lingga berhasil membunuh semua pasukan keluarga wirajaya tanpa satupun yang tersisa. "Ternyata, aku sehebat ini," gumam Lingga sambil tersenyum. Candramani yang berada disisi Bagaswara tidak berkedip melihatnya. Dia bahkan hampir tidak melihat gerakan Lingga yang sangat cepat. "Kakak, apa aku tidak salah lihat?" Bagaswara segera sadar dari lamunannya. "Kamu tidak salah lihat, pemuda itu bukan seniman beladiri biasa," jawabnya. Lingga lalu menghampiri Bagaswara dan Candramani. "Paman, urusanku dengan keluarga wirajaya sudah selesai. Aku akan pergi dari sini," ucapnya. "Tunggu!" cegah Bagaswara. "Kita perlu membahas asset dan bisnis milik keluarga wirajaya."Setelah menyantap hidangan, Lingga memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dan berpamitan kepada kepala dan tetua desa. Dia harus segera menuju ke kota awan perak agar tidak tertinggal mengikuti turnamen. Jarak antara desa banyu biru dengan kota awan perak sudah sangat dekat, mungkin butuh waktu sehari untuk sampai kesana. Setelah melesat selama sehari, Lingga akhirnya sampai di kota awan perak. Dia mengagumi keindahan kota dimana banyak bangunan-bangunan megah yang berdiri tegak. "Tuan, apa ada kamar yang kosong?" tanya Lingga setelah memasuki sebuah penginapan. "Penginapan kami telah penuh," jawab pemilik penginapan. Kota awan perak sangat ramai, baik dari kalangan peserta turnamen ataupun pengunjung. Hal itu membuat penginapan-penginapan penuh sesak. Linggapun akhirnya keluar untuk mencari penginapan yang lain. "Huh, penginapan disini semuanya penuh, apa tidak ada lagi yang kosong?" desah Lingga setelah memasuki beberapa penginapan tapi tidak kunjung juga memperolehnya.
Lingga terus mencoba mempraktikkan tarian pedang poenik. "Terlihat indah, namun sulit dipelajari," desahnya. Setelah seratus kali mencoba, Lingga akhirnya dapat menguasai jurus pertama amukan pedang poenik tersebut. Itu adalah sebuah prestasi yang sangat memukau, bahkan kultivator hebat belum tentu dapat menguasainya dengan cepat. Setelah mahir memperagakan jurus pertama, sebuah lukisan kembali muncul. 'Poenik Melawan Langit.' Itulah jurus kedua yang harus Lingga kuasai yang tertera di dalam lukisan. Sebuah bayangan tiba-tiba kembali keluar dari dalam lukisan. Bayangan itu lalu mempraktikkan jurus kedua yaitu Poenik Melawan Langit. "Jurus apa itu?" Lingga melongo melihat Poenik Melawan Langit. Bayangan di hadapannya melompat tinggi ke udara, kemudian kembali ke daratan sangat cepat hingga terjadi suara menggelegar saat pedang itu mengenai lantai. Bommm Suara dentuman itu membuat telinga Lingga seolah terkoyak, namun Lingga berhasil mengatasinya. Itulah jurus Poenik Melaw
Lingga yang penasaran mendekat dan menghadap pemuda bertopeng serigala. "Saudara, apa yang akan kamu lakukan dengan perawan desa?" Pemuda bertopeng serigala seketika menjadi sangat marah. Dia tidak ingin ada yang membantah maupun menanyakan tentang perintahnya. Sementara warga desa sendiri sudah mengetahui jika perawan desa akan dijadikan budak di sekte serigala hitam. Wusss Pemuda bertopeng serigala itu langsung melompat ke arah Lingga. Dia berniat membunuhnya untuk dijadikan contoh agar warga desa tidak menentangnya. "Berani sekali kamu bertanya?" katanya sambil melesatkan tinju. Kepala desa dan warga desa hanya dibuat semakin takut melihat kemarahan pemuda bertopeng serigala. Mereka bisa saja dibunuh karena tingkah Lingga. "Darimana datangnya pemuda itu? Berani sekali dia ikut campur dengan urusan desa," gumam kepala desa. Kepala desa dan warga desa menganggap Lingga akan mati karena pemuda bertopeng serigala mengerahkan segenap kemampuannya meninju Lingga. Namun, L
Dengan kecepatannya, beruang hitam mengejar tubuh Lingga yang baru saja terlempar. Saat sudah dekat, dia berusaha mencabiknya dengan kedua cakarnya. Lingga tentu tidak tinggal diam, dia berguling untuk menghindar sehingga cakar beruang hitam mengenai pohon. Lingga tersenyum kecut melihat pohon kokoh dan besar tercabik dan hancur berkeping-keping terkena cakar beruang hitam. "Terlambat sedikit saja menghindar, mungkin akulah yang akan hancur seperti pohon itu." Cakar beruang hitam itu tidak ubahnya seperti sebuah pedang yang sangat tajam. Ketajamannya bahkan mampu menghancurkan bebatuan yang sangat keras. Lepas dari cengkraman sang beruang, Lingga mengalirkan tenaga dalam kedalam kepalan tinjunya. "Tinju Auman Singa." Dia meninju bagian belakang beruang itu. Beruang hitam tampak tidak terpengaruh sedikitpun, masih berdiri tegak di tempatnya berada. Hal itu membuat Lingga kaget mengetahui kekebalan beruang hitam itu. Beruang hitam itu menengok ke belakang kemudian membabi bu
Lingga berniat meningkatkan teknik dasar beladirinya dengan menghadapi singa buas. Dia langsung bersiap mengepalkan tangannya, akan mencoba menghadapinya dengan tangan kosong. Singa buas itu berbalik arah kemudian berlari sangat cepat ke arah Lingga. Saat sudah berada dekat dengan Lingga, dia melebarkan mulutnya seolah hendak memakannya. Dengan tumpuan kaki, Lingga menghentak ke tanah kemudian melesat menyambut singa buas dengan kepalan tinjunya. "Tinju Auman Naga." Lingga meneriakkan nama jurus secara asal. Saat kepalan tinju Lingga hendak mengenai kepala singa buas, singa itu bergerak ke kiri dengan gesit dan cekatan sehingga tinju Lingga hanya mengenai angin kosong. Lingga menghentikan langkahnya kemudian berbalik arah menghadap sang singa, begitupun dengan singa itu yang sudah kembali menghadap Lingga. "Sial, aku sudah mengumpulkan tenagaku untuk meninjunya tapi dia menghindarinya," gerutu Lingga. Goarrr Singa buas meraung, mukanya tampak lebih menyeramkan dari seb
Lingga tidak pergi meninggalkan kota daun emas, tetapi kembali ke penginapan. Dia akan berkultivasi dan memperbanyak lagi energi qi yang telah terkuras habis. Sementara itu, walikota menyuruh para prajurit kota mengurusi mayat-mayat yang tewas, begitupun dengan mayat Adiprana, Gana dan Jaka. Setelah sampai di penginapan, Lingga duduk dengan posisi lotus dan mulai menyerap energi qi. Sehari, dua hari, tiga hari Lingga terus berkultivasi. Energi qi dalam dantiannya kini telah bertambah semakin banyak sebesar kepalan tangan. Hal itu perlu dibanggakan dan Lingga bisa dikatakan sebagai pemuda yang sangat jenius. Kultivator pemula bahkan bisa menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk melakukan seperti yang Lingga lakukan. Duarrr Ledakan spiritual tiba-tiba terjadi, hal itu menandakan jika Lingga berhasil mencapai tingkat pelatihan qi tahap pertama. Lingga tersenyum menyeringai. "Akhirnya aku berhasil, ternyata seperti ini rasanya menjadi kultivator pelatihan qi tahap pertama." B