Aku merasa seperti banyak kegelapan menyelimuti hidupku. Suara-suara asing yang berlari dalam kepalaku membuatku pusing, aku takut, aku ingin berlari sejauh mungkin dari sini. Aku tak tahu, apa yang menimpa hidupku sebenarnya.
Aku bisa menetralkan napasku, ketika membuka mata dan melihat Ayden berhenti di sebuah rumah besar walau dari luar terlihat menyeramkan. Selama perjalanan aku sudah menduga ada yang tak beres di sini.
"Aku nggak mau turun!" Aku jadi merajuk. Bukan merajuk-merajuk manja, tapi aku memang tak mau turun dan masuk dalam rumah sarang hantu tersebut, aku yakin di dalamnya banyak penghuni.
"Ayo turun! Dua jam kita pergi sejauh ini." Aku hanya menggeleng dan memeluk lututku sendiri. Tak mau turun demi apapun, aku ingin hidup tenang walau hidupku selalu dipenuhi dengan bencana, setidaknya aku tidak mengundang bencana yang lain.
"Aku mau pulang!"
"Lisha ... Aku masih manggil baik-baik, jangan sampai aku main kas
Tak kehabisan akal.Makhluk hidup mempunyai insting yang luar biasa untuk bertahan hidup, karena kejamnya seleksi alam yang jahat, membuat mereka melakukan apa saja untuk bertahan hidup. Seperti para binatang liar yang hidup di Africa bagaimana mereka bertahan hidup, di tengah tanah gersang yang luas dan tetap bertahan hidup. Beruntunglah bagi binatang yang mempunyai kekuatan, kecepatan atau tubuhnya besar. Kita sering melihat bagaimana rusa yang malang tak tenang minum air di pinggir sungai karena bisa dimakan buaya secepat mungkin atau saat mereka tengah berjalan santai di tengah lapangan gersang tanpa sadar tubuh mereka telah terserat oleh singa yang buas dan berkuasa.Delisha menarik napas panjang. Melihat dirinya di cermin, ia beruntung mempunyai insting yang begitu tajam bagaimana bertahan dengan kondisinya yang seperti sekarang. Gadis itu menarik bungkusan pembalut, dan menatap nanar benda tersebut. Jika, tidak ia hanya perlu memakai setiap bulan dan t
"Papa benar-benar akan melihat kamu berjuang bagaimana mengurus anak, baru Papa izinkan mengurus anak sendiri."Ayden diam, ia kalah. Ia kalah sebelum berperang. Bahkan masih dengan darah di seluruh wajahnya, tapi orang tuanya seperti tak peduli, bahkan kalau boleh mereka ingin Ayden mati sekarang."Papa akan tunjukan satu hal sama kamu. Sebelum Papa akan menerima kamu menjadi anak."Ayden hanya menunduk, melihat banyak darah yang terus mengalir membasahi lantai dan juga seluruh pakaiannya. Entah dari mana sumber darah berasal."Sini Mama bersihkan." Ayden tak punya kuasa untuk melawan, dan menurut saja saat ia ditarik ke sofa dan ibunya menyeka darah-darah di wajahnya. Bisa dibilang wajah Ayden tak berbentuk sekarang. Wajah tampan yang sering ia banggakan jadi tak bersisa."Maksud Papa untuk kebaikan kamu, kamu masih terlalu muda untuk punya anak. Kamu akan tetap bertanggung jawab Mama pastikan itu, sedari kecil Mama
Entah ini sudah bulan ke berapa Delisha harus berpura-pura meneteskan darah palsu demi mengelabuhi semua orang."Capek sih ya. Tapi, mau bagaimana. Mau nangis? Kamu yang bodoh!" Delisha berbicara pada diri sendiri. Ia lebih dari kuat sekarang untuk bertahan, dan akan menerima semua takdir buruk di masa depan. Delisha tahu, hidupnya akan terus terpuruk dari waktu ke waktu.Walau begitu, ia akan terus melanjutkan hidupnya, dan mungkin melahirkan tanpa persiapan apa-apa. Delisha terkadang meringis membayangkan bagaimana seorang anak lahir, melalui lubang intinya yang begitu kecil, walau kata orang memang elastis tapi saat belum merasakan dan membayangkan sendiri membuat Delisha pusing. Apa ia bisa? Delisha jelas akan melahirkan sendiri, bagaimana ia akan melahirkan sendiri tanpa bantuan orang lain seperti kucing melahirkan.Gadis itu menyisir rambutnya sambil berkaca, melihat wajahnya yang masih anak-anak, tapi sudah punya anak. Delisha yakin, saa
Delisha tak menyangka, dalam hidupnya bisa bertemu dengan calon mertua semuda ini. Walau ia dan Ayden tak bisa jadi pasangan. Tapi permintaan laki-laki itu jelas menyita pikirannya.Apa yang sebenarnya Ibu Ayden mau? Delisha tak punya orang tua dan selalu berekspektasi jelek tentang orang tua."Mama mau jumpa sama kamu.""Mau ngapain?" Delisha memandang Ayden dan membenarkan rambutnya yang terus ditiup angin."Mau kasih sumbangan.""Oh ya? Padahal aku bukan korban banjir." tanya Delisha dengan polos, membuat Ayden langsung menarik hidung Delisha karena gemas. Walau mereka tak bisa hidup bersama, tapi keduanya akan jadi orang tua."Banjir perasaan." Delisha langsung memukul dada Ayden. Laki-laki itu tertawa. Walau masalah terus berdatangan dan seolah tak ada habisnya, bagi Ayden jalani semuanya dengan hati yang lapang, maka tidak akan merasa berat."Mau ya. Mama aku nggak jahat. Nggak gigit orang." De
Manusia adalah makhluk paling menjijikan.Rasa-rasanya semua yang ia bicarakan benar adanya. Orang-orang di sekitar dirinya dengan menjijikan membuat dirinya seperti ini. Dasar yang ia punya kuat hingga ia berani mengatai seperti ini.Delisha memang belum dewasa dan masih anak-anak, tapi ia akan ditempah untuk menjadi dewasa sebelum waktunya. Ia harus bersikap dewasa, ia harus menghadapi masalah orang dewasa.Dan orang yang membuatnya hancur, sekaligus orang itu yang bisa menenangkan dirinya sekarang. Delisha tak tahu, sudah berapa lama ia menangis karena merasa sakit hati. Padahal rencananya ia ingin mengakhiri hidupnya, malah Ayden langsung menarik tubuh kecilnya."Aku memang naif, karena tak bisa melawan orang tua aku." Delisha hanya menangis, walau Ayden seperti berusaha menghiburnya. Harusnya gadis itu membenci laki-laki ini, nyatanya ia masih membutuhkan laki-laki ini juga. Orang yang membuat dirimu hancur dan dia juga yang membu
Delisha suka belajar, tapi tidak dengan pelajaran olahraga. Bagaimana dengan keadaannya sekarang ia tidak bebas bergerak. Bagaimana praktik olahraga terakhir sebelum minggu depan melaksanakan ujian nasional, dan Delisha akan fokus pada kehamilannya, dan menyambut kelahirannya, walau ia mungkin akan mengurus semuanya sendirian.Terik matahari begitu menyengat. Delisha masih pakai sweater, walau tubuhnya kecil tapi tubuh ibu hamil dan tidak itu sangat berbeda.Delisha hanya berdoa semoga tidak ada gilirannya, bagaimana mereka harus berlari 15 putaran mengelilingi lapangan basket, dan akan ada sit up 50 kali. Membayangkan saja Delisha akan pingsan duluan, dari dulu ia paling malas berolahraga.Mana namanya termasuk awal sesuai dengan jadwal. Delisha hanya terdiam di bawah pohon Ketapang, melihat teman-temannya buat kelompok dan bergurau bersama.Entah kenapa Delisha begitu takut, jika ketahuan sekarang. Gadis itu menghitung atau pura-pura
Delisha tahu cepat atau lambat semua ini akan tiba, walau ia berusaha menguatkan diri dan meyakinkan berkali-kali jika ia bisa melewati ini semua, tapi rasanya tetap saja membuat jantungnya nyaris copot.Komunikasi terakhir dengan Ayden seminggu yang lalu. Sebenarnya Delisha tak terlalu mengharapkan laki-laki itu, buat apa toh Ayden tidak membantu hanya membuat semuanya makin runyam.Delisha sedang relaksasi mendengarkan musik agar tidak terlalu panik, karena sejujurnya Delisha sudah merasakan keram di perutnya. Gadis itu hanya bolak-balik di kamar takut ketahuan orang rumah karena bagaimanapun, bangkai yang disimpan rapat itu pasti akan tercium.Delisha sering melihat video melahirkan. Ia cemas, takut, panik, semua perasaan bercampur karena ia benar-benar akan melahirkan sendirian.Gadis itu terduduk di kamarnya, sekarang ia tak memakai pakaian apa hanya dalaman. Delisha terdiam mematung di depan cermin melihat pantulan dan mengel
Tak perlu berbasa-basi agar diterima oleh orang lain, karena Delisha tahu takkan ada yang menyukai dirinya.Tubuhnya masih merasa gemetaran. Nenek Ayden baik, lembut, layaknya Oma yang ia punya. Sekarang Delisha seperti tak mau lagi mengenal Oma karena terlalu malu. Wanita hebat itu pasti kecewa berat saat tahu dirinya seperti ini, Delisha kesayangan bisa punya anak di usia semuda ini.Delisha baru selesai membersihkan diri, karena Nenek Ayden tahu gadis itu penuh dengan darah. Nenek Ayden langsung mengurusi bayi merah itu dan menyuruh Ayden beli susu untuk bayi baru lahir. Delisha memakai kaos panjang sampai menutupi pahanya dan celana short sebatas paha. Baju itu diberikan Nenek Ayden. Delisha benar-benar merasakan apa itu rumah, namun sadar diri ini rumah orang.Delisha mendekati bayinya yang sedang tertidur, dan sudah dimandikan dibungkus dengan nyaman dengan banyak kain berlapis. Nenek Ayden masih banyak menyimpan pakaian bayi dan semua pe