Mobil hitam itu melaju meninggalkan pekarangan luas mansion. Alicia menatapnya dari jendela kamar. Dia menghembuskan napas panjang sambil memejamkan mata sejenak.
Haruskah aku melakukan ini? Batinnya, mulai merasa ragu.
Dia ingat dengan jelas ancaman Lucius jika Alicia melanggar 'peraturan' yang pria itu tetapkan. Tapi, Alicia benar-benar ingin bertemu dengan kedua orangtuanya.
Semua ini bermula saat waktu sarapan tadi. Ya, kesehatan Alicia membaik setelah hampir satu minggu dia hanya terbaring di ranjang. Pagi ini, Alicia sarapan di patio bersama Lucius. Mereka makan dalam diam. Lucius tidak sedikitpun tampak hendak memulai pembicaraan dengannya, karena seluruh perhatian pria itu seolah hanya untuk topik di kepalanya saja. Lucius pun tidak lagi datang ke kamar Alicia. Seperti hari ini, pria itu berangkat pagi-pagi dan selalu pulang larut malam.
Alicia bertanya nama kota ini ke salah satu pelayan muda yang tadi tengah merapikan kamarnya. Dan ketika Alicia tahu bahwa dia berada di kota yang sama di mana dia dan orangtuanya dulu tinggal, Alicia langsung menyusun rencana di kepalanya untuk kabur.
Dan saat ini, adalah waktunya.
Setelah memastikan Lucius pergi, Alicia keluar dari kamarnya. Dia tersenyum kepada beberapa pelayan yang dilewatinya.
Semenjak Alicia setuju untuk patuh pada lelaki itu, Lucius benar-benar memperlakukannya selayaknya 'manusia' seperti yang pria itu katakan. Alicia tidak lagi khawatir pada makanan karena dia tidak pernah kekurangan seperti sebelumnya. Alicia juga dibebaskan untuk keluar dari kamarnya dan berjalan-jalan di mansion yang megahnya sangat keterlaluan itu.
"Nona Alicia! Nona Alicia!"
Alicia merasakan jantungnya nyaris jatuh ke rongga perutnya. Dia sedang berada di taman, hendak melancarkan rencananya ketika seorang pelayan wanita memanggil namanya dan berlari berjalan tergesa ke arahnya.
Alicia berbalik dan menatap Fio, pelayan muda yang tadi menjawab pertanyaannya. Tatapan Alicia jelas menunjukkan suasana hati buruk yang ia rasakan.
Fio tersenyum kikuk, menatap Alicia ragu-ragu, lalu mulai berkata, "Nona Alicia, kau tidak boleh pergi ke taman bagian sana. Tuan Lucius tidak akan senang jika seseorang mengunjungi tamannya tanpa sepengetahuan dia. Mari, aku akan mengantar Nona Alicia kembali ke kamar."
Taman rahasia milik Lucius? Yang mana?
Alicia menoleh ke belakang dan mengernyit bingung. Dekorasi taman yang indah ini tampak sama saja, tidak ada tanda atau apapun yang menjelaskan sesuatu yang 'private'.
"Ayo, Nona Alicia."
Alicia menoleh ke depan lagi dan menatap Fio dingin. "Siapa bilang aku mau kembali ke kamar?" tanyanya dengan nada dingin yang sama.
Fio, si pelayan muda itu tampak semakin gugup. Dia mendongak menatap langit, "Sebentar lagi pasti akan hujan. Ayo! Sebaiknya kita bergegas masuk ke dalam." tanpa menunggu respon Alicia, Fio menarik tangannya dan hampir menyeretnya dengan langkah tergesa, kembali menuju pintu belakang.
Alicia menghempaskan lengannya kuat, melepas genggaman Fio.
Fio terkesiap lalu refleks berbalik. "Maafkan aku!" serunya langsung sambil setengah membungkuk, menyadari sikap lancangnya.
Alicia tidak bersuara, kemudian ketika Fio mendongak, dia terkesiap lagi.
"Aku hanya ingin lepas darinya," ucap Alicia dengan nada lirih pelan. Air mata merebak keluar dan mengalir di pipinya.
Fio masih menatapnya terkejut dan meminta maaf berulang kali.
"Tolong aku."
Dia mengangkat wajahnya setelah menunduk dalam. "Maaf, Nona?"
"To-tolong... aku." Alicia terisak pelan, membuat sang pelayan semakin bingung.
"A-aku..."
"Maukah kau menolongku?"
Fio langsung mengangguk. "Apapun, asal Nona Alicia tidak menangis lagi." Fio menjawab. Bayangan hukuman atau omelan-omelan dari seniornya berputar-putar di kepala. Fio merasa benar-benar bodoh, telah membuat Nona Alicia sedih karena kecerobohannya.
Fio, si pelayan termuda yang sangat polos.
Hari itu, tanpa pikir panjang, dia mengantar Alicia keluar dari mansion tersebut melalui gerbang belakang yang dikhususkan untuk para pekerja.
Sambil melihat Alicia berlari semakin jauh, kening Fio berkerut dalam.
"Nona Alicia pasti sudah sangat merindukan Tuan Lucius sampai berlari-lari seperti itu untuk menemuinya. Akhir-akhir ini Tuan Lucius memang kurang perhatian. Kasian Nona Alicia." Fio bergumam pelan pada dirinya sendiri.
Napas Alicia memburu, membuat dadanya sakit dan bergemuruh cepat. Peluh membanjiri pelipisnya, kakinya sudah terasa kebas dan rambut gelapnya yang panjang acak-acakan dan lengket karena keringat. Alicia meringis sakit, ketika kakinya yang kebas itu tersandung batu, dia terjatuh dengan lutut yang mengeluarkan darah. Namun semua itu, tidak membuat Alicia menghentikan pelariannya. Dia bangkit dan berlari lagi, dengan kepala yang sesekali menoleh ke belakang.Sepi.Alicia tahu cepat atau lambat para penjaga di rumah itu pasti akan menyadari kepergiannya. Dan dia hanya bisa berdoa semoga mereka tidak menyadarinya secepat seperti yang Alicia bayangkan.Jalanan sangat sepi pada pagi menjelang siang itu, tidak ada satupun mobil yang lewat. Di kiri kanan yang terlihat hanya hutan-hutan belantara yang sunyi. Alicia baru mengetahui bahwa letak rumah Lucius sejauh ini dari kota. Namun tetap saja, Alicia tidak menyerah.
Alicia tidak pernah merasa setakut ini seumur hidupnya.Dia merasakan dadanya sakit akibat jantungnya yang berdetak begitu cepat serta napasnya yang berat. Dia menatap ke sekelilingnya, benar-benar gelap, namun dari suara-suara lain yang ia dengar di sana, Alicia jelas mengetahui bahwa bukan hanya mereka berempat yang ada di dalam ruangan itu. Siapa yang tahu apa yang ada di balik kegelapan?"Selamat malam, hadirin sekalian." Suara seorang pria dengan microfon.Alicia meneguk ludahnya susah payah. "Ca-calla...""Hm.""A-aku... aku benar-benar takut.""Damn, who wasn't."Alicia semakin merasa takut. dua perempuan lainnya yang Alicia tidak tahu nama mereka siapa, juga pasti merasa ketakutan, terdengar jelas dari suara rengekan mereka yang seolah hendak menangis.Alicia tahu... bahwa inilah saatnya."Terima kasih sud
Saat kecil dulu, Alicia jarang sekali terkena virus penyakit. Mamanya selalu mengontrol pola makannya dan selalu memberikannya vitamin. Kasih sayang sang Mama juga Papa terasa begitu besar, sehingga kepergian mereka yang 'meninggalkan' Alicia, masih gadis itu tidak percayai. Pasti ada sesuatu, alasan yang begitu kuat di balik tindakan mereka itu.Sekarang, Alicia sakit. Tubuhnya mengeluarkan keringat sangat banyak, namun dia terus saja meracau kedinginan. Tiga lapis selimut menutupinya sampai leher, hal itu masih tidak banyak membantu. Kening Alicia berkerut dalam. Setiap malam, dia akan berteriak-teriak ketakutan seolah nyawanya sedang di ujung tanduk.Saat sedang terjaga, dia akan berhalusinasi seperti orang gila, ketakutan dan menjerit. Ketika tidur pun, mimpi buruk tiada henti menghampirinya. Kalau belum muntah, Alicia tidak akan tenang.Terhitung sudah tiga hari Alicia seperti itu.Lucius, yang saat i
Tubuh Alicia melemah seiring dengan tangisannya. Dia tidak tahu lagi apa yang terjadi ketika napas mulai tersendat-sendat, dan dadanya terasa sakit. Alicia merasakan rengkuhan hangat itu mengerat dan seseorang membaringkannya dengan lembut di ranjang. Yang terakhir kali singgah di benaknya sebelum ia benar-benar menutup mata adalah wajah bibi Jen, Wendy, dan paman Filbert di desa. Alicia tidak akan pernah memaafkan dirinya atas apa yang terjadi pada mereka.Ketika terbangun dari tidurnya, kepala Alicia terasa pening. Bahkan hanya untuk membuka mata rasanya dia tidak sanggup. Tapi seseorang dengan sangat tidak berperasaan menarik tangan Alicia dan memaksanya duduk. Alicia langsung meringis memegangi kepalanya karena rasa sakit yang berdenyut-denyut di sana."Aku tidak menyukai gadis manja!" hardik Lucius ketika Alicia terjatuh lagi ke ranjang dan Lucius menariknya duduk kembali."Ku-kumohon," rintih Alicia.
"Mungkin ini memang yang terbaik," gumam Alicia, kemudian melanjutkan dengan nada yang lebih terdengar putus asa, "setidaknya untuk sekarang." Dia memetik setangkai bunga daisy dan menggenggamnya di tangan bersama tangkai yang lain. pikiran Alicia kembali berkecamuk.Dia hari itu, hari yang tidak akan pernah Alicia lupakan pernah terjadi, pengalaman paling baru dan paling aneh yang pernah dirasakannya. Yang diberikan oleh seorang pria dewasa berhati kejam. Tubuh Alicia kembali dialiri gelenyar aneh. Semenjak hari itu, dia tidak pernah lagi melihat Lucius di rumah. Alicia awalnya tidak berani melangkah keluar dari kamarnya, sampai suatu pagi dia menyadari bunga di atas nakasnya mengering. Kemudian Alicia mulai bertanya-tanya siapa yang setiap pagi mengganti bunga itu di sana? Karena Alicia tidak pernah melihat pelayan melakukannya. Dan jika Lucius yang melakukannya, itu terdengar sangat mustahil. Alicia berhenti bertanya-tanya dan mencoba menggantinya s
Keesokan harinya, Alicia terbangun di atas ranjang dalam keadaan terikat. Dia menatap sekelilingnya bingung, kepalanya berdenyut sakit. Alicia mencoba untuk melepaskan ikatan di pergelangan tangannya namun tidak berhasil. Dia lantas berbaring pasrah dalam beberapa saat untuk mengembalikan pikirannya kosong. Saat itulah kemudian Alicia teringat pada kejadian semalam. Dia tersentak bangkit, untuk kemudian meringis karena tangannya yang terikat."Ya Tuhan, apa yang telah kulakukan!" bisiknya cemas.Alicia pun tidak tahan untuk bertanya-tanya, apakah Lucius masih di sini atau dia sudah terbang ke negeri sakura, meninggalkan Alicia dengan ingatan dan kejadian semalam. Alicia diliputi rasa jijik pada dirinya sendiri, penyesalah, dan amarah.Ketika Alicia sibuk dengan pikirannya sendiri, Harrieth masuk ke dalam kamarnya membawa sarapan, namun mematung beberapa di pintu menatap terkejut pada Alicia.Alicia men
Malam itu Alicia semakin kesusahan untuk tidur. Namun pada akhirnya, dia berhasil juga dibuai ke alam mimpi. Tidak tahu tepatnya kapan, tapi lama sekali rasanya Alicia menatap langit-langit kamar dengan pikiran berkecamuk, menunggu kantuk benar-benar berhasil merenggut kesadarannya.Paginya, ketika Alicia bangun, matahari telah bersinar terik menembus gorden-gorden jendela yang ditutup. Garis-garis cahaya matahari itu masuk melalui celahnya. Alicia merasa semalam tidurnya sangat nyenyak. Dia bahkan tidak bermimpi apapun dan tidak terbangun pada waktu-waktu tertentu seperti biasanya. Dengan perasaan bahagia itu, Alicia tanpa sadar tersenyum. Matanya masih terpejam, kendati dia telah tersadar dan membukanya beberapa saat lalu, tapi Alicia ingin tidur lebih lama lagi.Ketika kesadarannya nyaris terenggut lagi, saat itulah Alicia merasakan sesuatu melingkari kakinya, meraba-raba naik menuju pahanya. Mata Alicia langsung terbuka lebar. Dia hend
Ketika terbangun dari pingsannya, Alicia menemukan dirinya sendiri bersandar di dada Lucius di atas pangkuannya di ruang makan. Para pelayan hilir mudik menyajikan sarapan mereka ke meja makan. Alicia terkesiap oleh rasa malu dan berjuang untuk lepas dari kungkungan pria itu. Walau tidak menatap padanya, senyum Lucius dan eratnya pelukan lelaki itu pada tubuhnya menandakan bahwa dia menyadari kesadaran Alicia, tapi memutuskan untuk tidak menghiraukannya. Apa aku boleh pergi?! Batin Alicia mengerang frustasi. "A-apakah aku boleh turun?" adalah tanya yang berhasil dia keluarkan walau dengan suara mencicit kecil, karena Alicia khawatir para pelayan akan mendengarnya. Namun sepertinya mereka sudah terlatih dengan sangat profesional sehingga mereka serempak tampak tidak terganggu oleh adegan tidak senonoh yang tuan mereka suguhkan